Menteri Terawan Perlu Melihat Kepemimpinan Menteri Gan Kim Yong

Dr. Terawan
Sumber :
  • vstory

VIVA – Salah satu tokoh yang menjadi sorotan publik semasa pandemi Covid-19 di Indonesia adalah Menteri Kesehatan (Menkes) Terawan. Ia didesak mundur oleh berbagai pihak karena dinilai tidak tanggap, menyepelekan, dan harus bertanggung jawab atas buruknya penanganan Covid-19 di Indonesia (Tirto, 2020).

Idrus Marham: Fakta atau Omon-Omon?

Desakan tersebut merupakan bukti adanya kegelisahan publik mengingat Indonesia adalah negara dengan angka kematian pasien (Case Fatality Rate/CFR) tertinggi di ASEAN (7 persen) dan berada di atas rata-rata CFR dunia (3,4 persen) (CNNIndonesia, 2020); negara kedua setelah Singapura dengan jumlah kasus terbanyak di ASEAN; serta negara dengan presentase kematian tenaga kesehatan yang tinggi (6,5 persen) di atas rata-rata global (0,37 persen) (TheConversation, 2020).

Tidak hanya itu, lembaga survei internasional yang beranggotakan peneliti dari Universitas Oxford, Cambridge, Harvard, Boston, Warwick, dan beberapa universitas internasional lainnya melakukan kajian dalam mengawal kasus Covid-19 di seluruh dunia, dengan melibatkan 100 ribu partisipan dari 51 negara, hasil surveinya menunjukkan bahwa Pemerintah Indonesia masuk dalam kategori lemah dalam public trust, lemah dalam bereaksi, dianggap tidak kompeten, tidak efektif dalam membuat kebijakan, dan lemah dalam melakukan pengawasan social distancing (Covid19.survey.org, 2020).

Pembelajaran Berdiferensiasi dan Upaya Menumbuhkan Potensi Peserta Didik

Berbagai permasalahan tersebut merupakan cerminan dari kurangnya jiwa kepemimpinan (leadership) yang dimiliki oleh Menkes Terawan, Yukl (2013) mendefinisikan kepemimpinan sebagai suatu kemampuan individu untuk mempengaruhi, memotivasi, dan membuat orang lain dapat berperan aktif untuk mencapai tujuan melalui pembagian kekuasaan, kinerja, dan pembuatan keputusan.

Kegagalan Terawan dalam mempengaruhi orang lain dapat terlihat dari cara berkomunikasinya, berbagai pernyataan seperti virus corona tidak berbahaya karena angka kematian gegara flu lebih tinggi (Detik, 2020) dan pasien corona dapat sembuh sendiri (merdeka, 2020) dikritik oleh pakar komunikasi Universitas Indonesia, Firman Kurniawan, yang menilai bahwa sebagai kepala institusi, Terawan harusnya mengeluarkan pernyataan yang masuk akal agar masyarakat dapat percaya dan tidak menyepelekan virus corona itu sendiri (Detik, 2020).

Terima Penghargaan karena Menangkan Capres 5 Kali Beruntun, Denny JA Beri Pesan Politik

Hal tersebut dapat dicontoh dari langkah Menkes Singapura, Gan Kim Yong, yang berpidato mengenai rincian virus corona, strategi Pemerintah, dan kepercayaannya untuk dapat melindungi warga Singapura (StraitTimes, 2020), pidato tersebut menunjukkan adanya keseriusan Pemerintah Singapura dalam menghadapi pandemi dan memicu kesadaran, ketenangan, serta kepercayaan masyarakat terhadap Pemerintah.

Dalam hal kinerja, pembagian tugas, dan pembuatan keputusan, Gan Kim Yong dinilai memiliki sikap kepemimpinan yang visioner dan adaptif dengan pendekatan situasional, merebaknya kasus di berbagai negara memaksanya untuk membuat strategi dalam menghadapi pandemi tersebut sejak Februari 2020 dengan memperketat perbatasan; melakukan pelacakan secara dini seperti pengecekan suhu tubuh, pengecekan kesehatan, tracking, dan swab test; serta sosialisasi kepada masyarakat (StraitTimes, 2020).

Gan Kim Yong juga bekerja sama dengan pakar kesehatan seperti dari National Center for Infectious Disease and Tan Tock Seng Hospital dan United States National Institutes of Health, pendekatan secara integratif tersebut membuat Gan Kim Yong dapat berkoordinasi dalam membuat keputusan dan memperkuat kapasitas kesehatan di Singapura secara jelas, terarah, dan sistematis sehingga angka kematian di Singapura saat ini hanya sebesar 0,1 persen (StraitTimes, 2020).

Berbanding terbalik, Indonesia baru gencar melakukan tes massal pada bulan Maret, itu pun hanya melalui tes sampel darah (rapid test) yang tidak seakurat swab test di Singapura (Merdeka, 2020).

Sementara pelarangan mudik baru resmi diberlakukan pada bulan April (Kompas, 2020) setelah melalui berbagai perdebatan pada hari-hari sebelumnya (Wartaekonomi, 2020).

Koordinasi antar sektor pemerintahan Indonesia juga dinilai belum baik, hal tersebut dapat terlihat dari beberapa daerah yang melakukan lockdown secara sepihak seperti Sorong (Jawapos, 2020) dan Tegal (Tempo, 2020) tanpa adanya koordinasi dengan Pemerintah Pusat, ada pula perbedaan aturan antara Kementerian Perhubungan dan Kementerian Kesehatan mengenai larangan ojek online (ojol) untuk mengangkut penumpang (CNBCIndonesia, 2020).

Serta yang terakhir mengenai kritik terhadap Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) oleh Menkes Terawan yang dinilai terlalu berbelit dan birokratis (Tempo, 2020).

Pernyataan senada juga diungkapkan oleh mantan Wakil Presiden (Wapres) Republik Indonesia (RI) yang mengatakan bahwa Pemerintah RI cenderung tidak tegas, menyepelekan, simpang siur, dan tidak jelas dalam mengambil kebijakan (Katadata, 2020).

Padahal dalam sektor publik, salah satu bentuk penggunaan kekuasaan dalam kepemimpinan dapat dilakukan melalui political power berupa reward and punishment (penghargaan dan hukuman) secara tepat dan tegas, hal tersebut dapat dicontoh dari Singapura yang menerapkan denda sebesar SGD300 kepada setiap pelanggar social distancing (StraitTimes, 2020).

Dari berbagai uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa adanya aspek kepemimpinan dapat berperan besar kepada seseorang dalam melaksanakan tugasnya secara efektif.

Dalam situasi krisis, kepemimpinan seseorang akan sangat diuji dan pemimpin dituntut untuk mampu mengahadapi berbagai situasi. Menkes Terawan dinilai perlu bercermin, melihat, dan belajar dari keberhasilan Gan Kim Yong dalam menghadapi pandemi di negaranya.

Manusia tentu boleh kalah, tetapi manusia tidak boleh berhenti belajar dan berharap karena hidup merupakan proses. Saat ini, rakyat Indonesia membutuhkan gebrakan yang nyata, bukan kalimat manis yang dapat menitikkan air mata; rakyat Indonesia menuntut pemimpinnya menepati janji, bukan berdalih ke sana dan ke mari; rakyat Indonesia tidak butuh seremoni, mereka butuh haknya sebagai warga negara dapat terlindungi.

Kepemimpinan Terawan tidak hanya berperan untuk keselamatan orang banyak, tetapi juga dibutuhkan dalam mewujudkan cita-cita, arah, dan masa depan bangsa.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya
Disclaimer: Artikel ini adalah kiriman dari pengguna VIVA.co.id yang diposting di kanal VStory yang berbasis user generate content (UGC). Semua isi tulisan dan konten di dalamnya sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis atau pengguna.