Melirik Gaya Kepemimpinan Jokowi dalam Melawan COVID-19

Kawasan karantina wilayah COVID-19
Sumber :
  • VIVA/ Fajar Sodiq/ Solo

VIVA – Corona virus atau yang biasa dikenal dengan Covid-19 saat ini menjadi perbincangan yang hangat di kancah internasional, hal ini dikarenakan penyebarannya yang begitu cepat dan bisa berakibat fatal yang mengakibatkan kematian.

Amicus Curiae Cuma Terakhir untuk Bentuk Opini dan Pengaruhi Hakim MK, Menurut Pengamat

Covid-19 ini dikabarkan muncul pertama kali di Kota Wuhan China yang kemudian menyebar keseluruh dunia tak terkecuali Indonesia, hal ini di perkuat dengan terjangkitnya dua warga Indonesia.

Pandemi Virus Corona (Covid-19) masih menghantui khususnya Indonesia, sejak kasus pertama diumumkan, lonjakan pasien positif terus terjadi dan mengalami peningkatan yang signifikan.

Idrus Marham: Fakta atau Omon-Omon?

Dikutip dari laman resmi kemkes.go.id, hingga Senin (11/5/2020) jumlah kasus positif Covid-19 mencapai angka 14.265 orang, dengan tingkat kematian 991 orang dan diikuti pula dengan pasien yang dinyatakan sembuh sebanyak 2.881 orang (kemkes, 2020).

Melihat permasalahan tersebut, faktanya Presiden beserta staf dan jajarannya sebaiknya bisa tegas dalam mempersiapkan diri dalam menghadapi dan melawan Covid-19 di Indonesia. Sehingga tidak ada kebijakan yang bisa dianggap plin-plan  dalam penerapannya.

Pembelajaran Berdiferensiasi dan Upaya Menumbuhkan Potensi Peserta Didik

Di sisi lain meski negara-negara seperti Italia, Inggris, Amerika, Malaysia dan Thailand sudah memberlakukan lockdown untuk melindungi rakyatnya, Presiden dan pemerintah Indonesia pernah berencana memberlakukan darurat sipil, namun rencana itu menuai pro dan kontra sehingga diganti dengan darurat kesehatan PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar).

Presiden beserta staf dan jajarannya mewanti-wanti tidak akan melakukan lockdown dalam menghadapi Covid-19 dengan alasan bahwa setiap negara memiliki karakter, budaya, dan kedisiplinan yang berbeda-beda. Namun dengan inisiatif sendiri beberapa Kepala Daerah mengambil langkah lockdown mandiri untuk masyarakat dan daerahnya.

Dalam menghadapi situasi krisis seperti sekarang ini, kepemimpinan dan gaya kepemimpinan yang dibawa seorang Kepala Negara menjadi kunci dalam  meminimalisasi penyebaran Covid-19. Banyak pihak seperti dokter, aktivis dan masyarakat meminta kepada presiden untuk memberlakukan lockdown, hal ini dikarenakan keputusan ada ditangan presiden sebagai panglima tertinggi sebagai amanah UUD 1945.

Presiden memiliki kekuasaan dan kewenangan tertinggi dalam menjamin keselamatan, kesehatan dan kehidupan rakyat Indonesia dalam penanggulangan bencana. Namun pemerintah perlu terbuka dalam memberikan informasi kepada masyarakat terkait dengan informasi Covid-19.

Di sinilah kematangan kepemimpinan presiden sebagai kepala negara untuk memilih dan menentukan langkah-langkah yang diambil paling tepat dan minim risikonya bagi masyarakat, kepemimpinan yang bertanggungjawab dibutuhkan dalam penanganan covid-19.

Kekuasaan dan gaya kepemimpanan Presiden yang selama ini soft power ditantang untuk lebih tegas.Sejalan dengan hal tersebut diperlukan adanya pengambilan keputusan sebagai fungsi penting yang harus dijalankan oleh pemimpin (presiden), keputusan yang diambil itupun tergantung pada tipe dan gaya kepemimpinan yang dibawakan oleh pemimpin, kemudian gaya kepemimpinan ini dikenal sebagai sekumpulan perilaku yang dilakukan oleh pemimpin dan bagaimana ia bereaksi terhadap situasi atau kondisi tertentu.

Dengan melihat berbagai kebijakan yang diterapkan oleh Presiden Jokowi, merujuk kepada karya dari Northouse yang berjudul Introduction to Leadership Concepts and Pratice (2018) dapat diasumsikan bahwa gaya kepemimpinan yang dibawakan adalah gaya Kepemimpinan Permisif.

Anggota Komisi IV DPR RI, Fauzi H Amro yang menyoroti perubahan kebijakan Presiden Jokowi dalam penanganan Virus Corona (Covid-19) dan peran kontroversi Luhut Binsar Panjaitan. Misalnya polemik larangan mudik.

Gaya kepemimpinan ini yang kemudian dianggap berbagai pihak belum membuahkan hasil maksimal alam penanganan Covid-19, Dan bisa dikatakan tidak ada kemajuan yang berarti dalam menangkal laju wabah virus corona.

Dalam memutus rantai penyebaran Covid-19 inisiatif sejumlah daerah yang melakukan karantina wilayah dianggap progresif dibandingkan dengan Pemerintah Pusat. Tentunya publik dengan mudah menduga jika pemerintah pusat tidak mau menerapkan kebijakan Lockdown karena pemerintah tidak siap untuk mensuplai kebutuhan pangan masyarakat sebagaimana yang diwajibkan dalam Undang-Undang Karantina.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya
Disclaimer: Artikel ini adalah kiriman dari pengguna VIVA.co.id yang diposting di kanal VStory yang berbasis user generate content (UGC). Semua isi tulisan dan konten di dalamnya sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis atau pengguna.