Pensiun Dini, Apa Untungnya?

Peraturan BKN Nomor 2 Tahun 2019 tentang Tata Cara Masa Persiapan Pensiun Pegawai Negeri Sipil. Apa keuntungan dari pensiun dini?
Sumber :
  • vstory

VIVA – Badan Kepegawaian Negara atau BKN mengeluarkan Peraturan BKN Nomor 2 Tahun 2019 tentang Tata Cara Masa Persiapan Pensiun Pegawai Negeri Sipil sebagai tindak lanjut dari ketentuan Pasal 350 ayat (5) Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil dan mempersiapkan Pegawai Negeri Sipil bisa menikmati masa setelah pensiun.

Amicus Curiae Cuma Terakhir untuk Bentuk Opini dan Pengaruhi Hakim MK, Menurut Pengamat

Peraturan tersebut juga disebutkan oleh Kepala Biro Humas BKN Mohammad Ridwan merupakan bentuk kebijakan teknis yang mengatur tentang Masa Persiapan Pensiun atau MPP yang dapat mengakomodasi waktu persiapan jelang pensiun secara produktif (Arnani, 2019).

Peraturan ini disahkan oleh Kepala BKN Bima Haria Wibisana dan ditindaklanjuti oleh Dirjen Peraturan Perundang - Undangan Kemenkumham yakni Widodo Ekatjahjana sebagai peraturan perundang -undangan.

Idrus Marham: Fakta atau Omon-Omon?

Durai (2010) mengkategorikan pemisahan diri seseorang dari pekerjaan menjadi dua tipe yakni disengaja atau sukarela dan tidak disengaja. Pemisahan diri secara sengaja atau sukarela oleh seseorang adalah pemisahan yang dilakukan secara sadar dan direncanakan contohnya seperti pensiun dini dan pengunduran diri.

Sedangkan, pemisahan secara tidak disengaja adalah pemisahan diri seseorang dikarenakan penghapusan, pemecatan dan atau pemberhentian kerja yang dilakukan oleh kantor atau instansi kepada seseorang yang menjadi pegawai. Selain itu, alasan lain dilakukan pemisahan tipe ini adalah dalam rangka efisiensi atau penghematan yang sedang dilakukan oleh instansi.

Pembelajaran Berdiferensiasi dan Upaya Menumbuhkan Potensi Peserta Didik

Terkait dengan Peraturan BKN Nomor 2 Tahun 2019, aturan ini mengatur tentang tata cara masa persiapan pensiun pegawai. Pemisahan ini adalah tipe pemisahan secara sukarela yakni dalam rangka pensiun yang berarti pemisahan ini dilakukan atas dasar kemauan atau dorongan dari diri seseorang untuk melakukan pemisahan dari instansi.

Lebih lanjut, Armstrong (2006) menjelaskan bahwa ada beberapa alasan seseorang berhenti kerja dari suatu instansi seperti, ketidakmampuan, kesalahan, gagal untuk memiliki kualifikasi berhubungan dengan pekerjaan, tidak sesuai dengan harapan dan tidak diberi kekuasaan atau kepercayaan. Berdasarkan pada PP Manajemen PNS, pensiun  termasuk pada pemberhentian atas kemauan sendiri ataupun pemberhentian karena mencapai batas usia pensiun. 

Peraturan tersebut disiapkan pemerintah agar PNS yang akan pensiun atau batas usia pensiun (BUP) dapat mengambil MPP dan dibebaskan dari jabatannya. Bagi para pegawai yang ingin melakukan pengajuan MPP, dalam aturan tersebut termuat syarat seperti PNS tidak sedang bermasalah dan tersangkut pada proses peradilan.

Selain itu, PNS sudah menyelesaikan segala bentuk tanggung jawab serta tidak memiliki kepentingan yang harus dipertanggungjawabkan. Syarat - syarat tersebut menjadi pertimbangan Presiden dan Pejabat Pembina Kepegawaian untuk menerima ataupun menolak pengajuan pensiun oleh pegawai. Selain syarat itu, PNS yang ingin mengajukan MPP tidak memiliki pelanggaran dalam bentuk apapun yang berhubungan dengan hukum.

 Di sisi lain, dalam aturan tersebut dijamin bahwa PNS yang mengikuti MPP diberi semua hak kepegawaian seperti gaji pokok, tunjangan keluarga dan tunjangan pangan yang dibayarkan sejak diberikan keputusan MPP. Namun, selama MPP PNS harus siap sedia memenuhi panggilan dinas, menyampaikan informasi terkait kedinasan bahkan masuk bekerja jika diperlukan seperti yang termuat dalam pasal 10 Peraturan BKN Nomor 2 Tahun 2019.

Dalam perspektif individu, terdapat pro dan kontra atas keputusan seorang PNS untuk melakukan pensiun dini. Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil dijelaskan bahwa seorang PNS ingin mengajukan pensiun dini harus memenuhi syarat yang telah ditentukan, yaitu telah berusia 45 tahun keatas dan sudah memiliki masa jabatan selama 20 tahun.

Dengan adanya peraturan yang seperti ini, maka bagi PNS yang ingin mengajukan pensiun dini tetap akan mendapat status diberhentikan secara hormat. Dengan statusnya yang diberhentikan secara hormat, PNS akan tetap mendapatkan jaminan pensiunan dan jaminan hari tua PNS.

Hal ini tentunya cukup menguntungkan bagi PNS karena mereka akan tetap mendapatkan hak-haknya. Ditambah jika perencanaan pensiun dini ini merupakan perencanaan yang matang bagi PNS untuk memulai kondisi hidupnya yang baru.

Sebagai contohnya adalah, PSN yang telah mengambil keputusan pensiun dini bisa saja memulai dengan membangun sebuah bisnis. Contoh sukses PNS yang mengambil keputusan pensiun dini dan membangun sebuah bisnis adalah Titik Supartina, seorang mantan PNS di Dinas Pendidikan Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah.

Setelah pensiun dini, ia mengambil keputusan untuk merintis usaha batiknya di Klaten Jawa Tengah. Keputusan merintis usaha batik didasarkan pada hobi membatik yang ia miliki serta seringnya ia membolos bekerja dikarenakan dirinya merasa tidak memiliki waktu untuk menyalurkan hobinya tersebut (Sukandar, 2019).

Selanjutnya, bagi individu yang mengambil keputusan untuk melakukan pensiun dini juga sangat berkaitan dengan job satisfaction dan self-esteem dalam diri seseorang.

Job satisfaction adalah kepuasaan kerja yang dirasakan oleh seseorang sebagai perasaan positif tentang pekerjaannya sebagai evaluasi karakter-karakter dari pekerjaannya tersebut (Robbin & Judge, 2010).

Sedangkan untuk self-esteem ini sangat menyangkut pada kepercayaan dalam diri seseorang atas kemampuan dalam berpikir dan menghadapi tantangan dasar kehidupan serta kepercayaan dalam diri dalam mendapatkan suatu kebahagiaan, merasa berguna, dan berjasa bagi orang lain ataupun dengan lingkungan (Branden, 1992)

Berdasarkan survei  Kementerian Pendayagunaan  Aparatur dan Negara Reformasi Birokrasi (Kemenpan RB) tahun 2016 menunjukkan bahwa 40 % PNS yang ada di Indonesia hanya memiliki keahlian dan kecakapan tertentu dalam bekerja.

Selain itu juga, berdasarkan survei Kemenpan RB tahun 2017 menyebutkan bahwa terdapat 30% PNS di Indonesia memiliki kinerjanya yang tergolong buruk. Dari fakta ini, kita dapat menarik kesimpulan bahwasannya terdapat kecenderungan motivasi yang rendah untuk dapat mencapai job satisfaction. Hal ini berakibatnya banyaknya sekali permasalahan yang muncul dalam manajemen PNS di Indonesia.

Permasalahan-permasalahan seperti rendahnya kompetensi yang dimiliki rendahnya tingkat kedisiplinan, hingga rendahnya kinerja tak dapat dihindari oleh manajemen ASN yang ada di Indonesia.

Untuk itu, secara psikologis hal ini sangat berpengaruh buruk pada self-esteem dalam diri seorang PNS, sebab ia akan kehilangan motivasi dan merasa tidak dapat memberikan kontribusi yang maksimal. Dengan mengambil keputusan pensiun dini, akan  memberikan berdampak baik bagi psikologis PNS. Karena jika  kondisi tersebut terus dipaksakan, hal ini akan berdampak buruk bagi kinerja organisasi sebab tidak performance nya para pegawai yang ada.

Seperti yang kita tahu Pensiun dini merupakan tindakan sukarela yang dilakukan individu untuk tidak bekerja lagi. Namun lain halnya di Indonesia pensiun dini lebih dikenal sebagai salah satu upaya yang dilakukan pemerintah dalam hal peningkatan efektifitas serta efisiensi, pensiun dini bukan berdasarkan keinginan sukarela tetapi dilakukan dengan sistem seleksi kompetensi serta kinerja dalam hal penataan organisasi (Suripto, 2014).

Seperti Halnya BKN dalam upaya melakukan perampingan eselon di tubuh kementerian dan lembaga, salah satu strategi yang dilakukan adalah Kebijakan Pensiun Dini (Sucipto, 2020).

BKN sebagai instansi yang bertanggung jawab terhadap manajemen kepegawaian melakukan penetapan kebijakan agar mendapatkan solusi yang terbaik bagi Individu maupun Organisasi. Dalam hal ini organisasi diharapkan dapat lebih baik dalam mengelola organisasinya dan mencapai tujuannya lebih mudah, karena kebijakan pensiun dini menjadi salah satu cara dalam mengurangi kompleksitas organisasi.

Dalam penjelasan diatas perlu digaris bawahi bahwa Pensiun dini bukan hanya sekedar “tidak bekerja sebelum waktu pensiun karena perampingan organisasi”. Melainkan juga dapat disebabkan alasan-alasan lain seperti pengunduran diri secara sukarela, tidak cakap secara jasmani dan rohani, dan juga meninggal seperti yang diatur dalam Undang-Undang ASN.

Selain itu saat ini  Indonesia cukup membutuhkan 3,5 juta orang PNS atau 1,5?ri rasio penduduk di Indonesia (Budilaksono, 2016), dalam hal tersebut Pensiun dini menjadi salah satu kebijakan yang dilaksanakan untuk memangkas PNS agar berjumlah sebesar itu dimana hal tersebut dilakukan dalam rangka menargetkan penurunan belanja pegawai sebesar 5 persen mulai 2015 hingga 2019.

Terkait hal tersebut Menurut kami  diluar konteks efisiensi biaya kebijakan tersebut bukan merupakan kebijakan yang tepat dalam rangka efektivitas organisasi. Karena menurut kami  PNS di Indonesia masih kurang secara kuantitas maupun kualitas dibanding negara-negara di ASEAN.

Secara kualitas ASN di Indonesia masih kurang dibanding dengan negara-negara tetangga seperti Malaysia,Thailand, Singapura, bahkan filipina (Hartomo, 2018). Secara kuantitas dengan perbandingan rasio antara PNS dan masyarakat sejumlah 1,5% dirasa  masih kurang dibanding negara lain, Di Malaysia, rasionya mencapai 3,7% , Singapura 2,5?n Filipina 2,9% (World Bank, 2013).

Hal tersebut menunjukan bahwa kebijakan Pensiun dini bukanlah merupakan hal tepat dilakukan saat ini dalam upaya peningkatan efektifitas lembaga. Saat ini yang harus dilakukan adalah fokus dalam hal pengembangan diri dan kapasitas dari PNS itu sendiri  serta meningkatkan komitmen yang tinggi dalam bekerja. Karena seperti kita tahu sebagai PNS mereka perlu mempunyai fokus prioritas yakni bertanggung jawab melayani masyarakat, bukan sebatas melakukan pekerjaan di zona nyaman.

Terdapat berbagai macam perspektif akan pensiun dini, dimana saat ini pemerintah sedang gencar-gencarnya mengembangkan kebijakan pensiun dini. Pensiun dini dianggap menguntungkan pemerintah secara Individu maupun Organisasi.

Pensiun Dini yang dilakukan pemerintah Indonesia lebih dikenal  bukan berdasarkan keinginan sukarela, tetapi ditujukan untuk efektivitas organisasi. Saat ini hal tersebut terus berkembang dan lebih terbuka dengan diberlakukan syarat yang lebih mudah untuk pensiun dini secara sukarela.

Namun, kebijakan pensiun dini dirasa kurang tepat dilakukan, meski hal tersebut menjadi salah satu cara dalam mencapai efektivitas organisasi serta efisiensi anggaran. Karena nyatanya meski kebijakan tersebut diterapkan, kualitas PNS masih belum maksimal dibanding negara ASEAN lainnya.

Dalam hal ini kami berharap pemerintah fokus dalam memperhatikan kompentensi pegawai serta komitmen mereka dalam bekerja, Karena dengan adanya kapasitas yang baik serta komitmen yang kuat efektivitas organisasi akan lebih mudah dicapai. Selain itu, Menurut kami pensiun dini lebih tepat dilakukan dalam rangka perampingan karyawan yang tidak kompeten, dibanding dengan perampingan organisasi secara menyeluruh. 

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya
Disclaimer: Artikel ini adalah kiriman dari pengguna VIVA.co.id yang diposting di kanal VStory yang berbasis user generate content (UGC). Semua isi tulisan dan konten di dalamnya sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis atau pengguna.