Catatan Ringan: Ladang Bisnis Baru Bernama Rapid Test!

Ilustrasi komersialisasi rapid test.
Sumber :
  • vstory

VIVA - Dalam krisis pasti ada peluang besar. Pandemi Covid-1 telah membuat perekonomian global mengalami kontraksi yang mengarah pada resesi berkepanjangan. Tak ada satu pun negara di dunia yang tak mengalami pelambatan ekonominya. Gelombang PHK terjadi di mana-mana.

Pembelajaran Berdiferensiasi dan Upaya Menumbuhkan Potensi Peserta Didik

Di balik cerita kelam itu, ternyata pandemi Covid-19 menciptakan peluang bisnis. Sektor kesehatan memang ladang bisnis yang sangat besar. Tak heran bila Bill Gates, salah satu orang terkaya di dunia pun tertarik masuk ke sektor kesehatan, seperti yang penah penulis tulis di forum ini dengan judul Sektor Kesehatan, Ladang Bisnis Sangat Besar (Vstory, 26 Juni).

Beberapa waktu lalu, Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 mengeluarkan Surat Edaran (SE) Nomor 7 Tahun 2020. Dalam SE tersebut mengatur kewajiban melampirkan surat bebas atau negatif covid-19 dari hasil rapid test yang berlaku tiga hari atau hasil tes PCR yang berlaku tujuh hari. Belakangan, masa berlaku hasil tes itu berubah menjadi 14 hari seperti yang diatur SE terbaru Nomor 9 Tahun 2020.

Terima Penghargaan karena Menangkan Capres 5 Kali Beruntun, Denny JA Beri Pesan Politik

Suka tidak suka, komersialisai rapid test pun terjadi. Biaya Rapid test Covid-19 berkisar Rp 350 ribu - Rp 500 ribu. Sementara harga testkit menurut informasi yang penulis peroleh sebesar Rp 30 ribu – Rp 75 ribu! Kebayang nilai bisnis dan keuntungan yang diperoleh dari rapid test, pastilah sangat besar. Sementara swablab/PCR biayanya berkisar antara Rp 1,75 juta - Rp 2,5 juta.

Aturan mengharuskan rapid test memang sangat memberatkan bagi masyarakat, khususnya yang ingin bepergian dengan pesawat udara, kapal laut, dan kereta api dalam jumlah banyak (keluarga).

Membongkar Tuduhan Pratikno sebagai Operator Politik Jokowi, Strategi untuk Menjatuhkan

Meski Kemenkes pada akhirnya mematok tarif maksimal pemeriksaan rapid test antibodi Rp150 ribu melalui Surat Edaran Nomor HK.02.02/I/2875/2020 tentang Batasan Tarif Tertinggi Pemeriksaan Rapid Tes Antibodi, tetap memberatkan masyarakat. Di sisi lain aturan Kemenkes mengakui, bahwa telah terjadi komersilisasi rapid test!

Padahal syarat wajib rapid test ini sebetulnya bertentangan dengan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.01.07/Menkes/382/2020 tentang Protokol Kesehatan Bagi Masyarakat di Tempat dan Fasilitas Umum dalam Rangka Pencegahan dan Pengendalian Covid-19.

Dalam poin protokol kesehatan bagi penumpang hanya mewajibkan penggunaan masker, menjaga kebersihan tangan, jaga jarak, dan memastikan dalam kondisi sehat sebelum keluar rumah.

Seharusnya pemerintah membebaskan biaya rapid test mengingat anggaran yang dialokasikan untuk penanganan pandemi Covid-19 jumlahnya sangat besar, dan khusus untuk sektor kesehatan anggarannya sebesar Rp 87,55 triliun. Masyarakat sudah terhimpit masalah ekonomi, jangan lagi dibebankan biaya rapid test. Toh, hasil rapid test tak menjamin bebas dari potensi terpapar Covid-19.

Atau pemerintah mencabut aturan yang mewajibkan rapid test bagi masyarakat yang ingin berpegian dengan pesawat udara, kapal laut dan kereta api. Toh, hasil rapid test tak menjamin terbebas dari ancaman Covid-19. (Lalu Mara Satriawangsa)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya
Disclaimer: Artikel ini adalah kiriman dari pengguna VIVA.co.id yang diposting di kanal VStory yang berbasis user generate content (UGC). Semua isi tulisan dan konten di dalamnya sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis atau pengguna.