-
Dapat Menimbulkan Klaster Baru
Dalam memutuskan kebijakan yang etis, pemerintah harus mampu mempertimbangan fakta dan berbagai alternatif yang akan dipilih.
Tentunya, keputusan yang akan diambil nanti harusnya memiliki manfaat yang lebih besar.Di sisi lain, kontestasi politik yang digelar di tengah wabah penyakit ini dianggap malah semakin merugikan masyarakat tak terkecuali pemerintah yang seharusnya mengupayakan untuk mengurangi angka kasus orang-orang terinfeksi.
Pilkada yang diselenggarakan secara serentak di berbagai wilayah Indonesia tentunya mengharuskan masyarakat dalam jumlah besar keluar rumah menuju Tempat Pemungutan Suara (TPS) untuk memberikan hak pilih mereka.
Terdapat sekitar 100,3 juta orang yang terdaftar sebagai Daftar Pemilih Tetap pada Pilkada 2020. Kondisi ini diperkirakan dapat menyebabkan munculnya klaster-klaster baru di berbagai wilayah.
Rendahnya Kepatuhan Masyarakat terhadap Protokol Kesehatan
Tingginya jumlah pelanggaran masyarakat terhadap protokol kesehatan menunjukkan belum adanya sinergi antara pemerintah dan masyarakat dalam menghadapi pandemi Covid-19 ini. Dikutip dari laman covid19.go.id, pada 3 Desember 2020 penambahan kasus positif Covid-19 di Indonesia memecahkan rekor penambahan terbanyak dalam satu hari yakni sebanyak 8.369 kasus.
Jika dikaitkan dengan etika dalam menghadapi pandemi ini, seharusnya pemangku kebijakan memperhatikan konsep utilitarianism yang mengatakan bahwa keputusan/tindakan yang terbaik adalah yang memberikan kemanfaatan terbesar bagi sebanyak mungkin orang.
Penyimpangan Pemerintah atau Lembaga Penyelenggara Pemilu (KPU) terhadap
Protokol KesehatanPenyimpangan terhadap protokol kesehatan ironisnya pun tidak hanya dilakukan oleh masyarakat awam. Pemerintah dalam hal ini adalah penyelenggara Pilkada pun turut melakukan pelanggaran terhadap protokol kesehatan yang telah mereka janjikan.
Hal tersebut dapat dilihat dari proses pendaftaran bakal calon yang pada saat itu memicu kerumunan karena diikuti oleh massa pendukung yang jumlahnya tidak sedikit. Apabila dilihat dari kacamata etika deskriptif, apa yang dilakukan oleh penyelenggara Pilkada merupakan bentuk kesalahan atau hal yang tidak benar atas kondisi pandemi ini.
Seharusnya KPU dapat mengantisipasi dan memastikan proses pendaftaran bakal calon sesuai protokol kesehatan misalnya melalui aturan melarang keikutsertaan massa pendukung untuk mencegah adanya kerumunan.
Skandal Kampanye
Bentuk penyimpangan terhadap etika terlihat dari banyaknya pelanggaran yang dilakukan oleh pasangan calon kepala daerah, tim sukses, maupun Komisi Pemilihan Umum (KPU) selama menjalani masa kampanye di tengah pandemi covid-19.
Mahfud MD selaku Menko Polhukam menyampaikan bahwa dari total 73.500 aktivitas kampanye yang dilaksanakan dalam kurun waktu 59 hari telah ditemukan kurang lebih 1.510 pelanggaran terhadap protokol kesehatan covid-19.
Salah satu penyimpangan yang dinilai sangat tidak etis dan kontradiksi dengan kebijakan pemerintah adalah saat KPU memperbolehkan untuk dilaksanakannya konser musik pada masa kampanye Pilkada serentak. Aturan KPU tersebut dipandang sangat kontroversial tanpa mempertimbangkan kondisi bahwa kegiatan kampanye dilaksanakan di tengah meningkatnya angka kasus terinfeksi per hari di Indonesia.
Disclaimer: Artikel ini adalah kiriman dari pengguna VIVA.co.id yang diposting di kanal VStory yang berbasis user generate content (UGC). Semua isi tulisan dan konten di dalamnya sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis atau pengguna.