Menanggapi Penyimpangan Tujuan dalam Pelaksanaan Pemekaran Daerah

https://www.ajnn.net/files/images/20180927-pemekaran-1.jpg
Sumber :
  • vstory

VIVA – Sejak runtuhnya kepemimpinan Presiden Soeharto di era Orde Baru, Indonesia mulai masuk era reformasi di mana era tersebut banyak harapan-harapan besar yang diharapkan dapat mengarahkan Indonesia menuju masa depan sistem pemerintahan yang lebih baik.

Munculnya era Reformasi ini sebagai penanda bergesernya paradigma sentralisasi era Orde Baru menjadi era otonomi daerah. Fenomena pembentukan Daerah Otonom Baru (DOB) atau yang sering disebut  pemekaran daerah merupakan konsekuensi yng dihasilkan dari adanya desentralisasi atau otonomi daerah di Indonesia.

Redistricting adalah istilah lain dalam pemekaran daerah yang memiliki arti penataan ulang pada suatu wilayah dalam suatu negara. Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2007 Pasal 1 menjelaskan bahwa pemekaran wilayah adalah pemecahan provinsi dan/atau kabupaten atau kota menjadi dua daerah atau lebih.

Konsep pemekaran daerah sendiri dipahami sebagai pembagian kewenangan administratif dari suatu wilayah menjadi dua atau beberapa wilayah yang menyangkut luas wilayah maupun jumlah penduduk dalam suatu daerah sehingga menjadi lebih mengerucut.

Tujuan diadakannya pemekaran daerah adalah sejatinya untuk memberikan harapan kepada masyarakat tentang penata daerah (teritorial reform) yang akan menghasilkan sebuah perubahan dalam beberapa aspek untuk mengembangkan potensi yang ada di daerah dan kesejahteraan masyarakat daerah.

Aspek-aspek yang dimaksud antara lain adalah peningkatan kesejahteraan masyarakat, pelayanan publik yang lebih baik, peningkatan kehidupan yang lebih demokratis, penumbuhan ekonomi yang lebih cepat, meningkatnya keamanan dan ketertiban di lingkungan bermasyarakat, serta menumbuhkan relasi-relasi yang harmonis antar daerah-daerah di Indonesia.

Sejatinya pemekaran daerah merupakan upaya yang baik yang dilakukan oleh suatu pemerintahan daerah untuk mengembangkan dan meningkatkan potensi daerahnya. Akan tetapi, dalam pelaksanaan pemekaran daerah tidak semudah yang dibayangkan.

Untuk mengurus dokumentasi berkas-berkas yang diperlukan saja membutuhkan waktu yang tidak sedikit dan tentu membutuhkan orang dalam untuk mempercepat proses validasi dokumen agar dapat segera diterima oleh pihak Dewan Perwakilan Daerah untuk membuat Undang-Undang Pembentukan Daerah disetujui.

Limabelas Kali Berturut-turut, Kemenperin Kembali Raih Opini WTP

Maka dari itu, tak jarang oknum-oknum berkepentingan lebih memilih untuk melakukan lobby yang tentu tidak sekadar lobby namun dengan embel-embel sokongan dana yang tentu saja tidak sedikit nominalnya.

Uang tersebut tidak lain untuk membeli undang-undang pembentukan daerah agar mereka yang berkepentingan dapat segera melakukan pemekaran daerah sesegera mungkin.

Komunikasi Politik sebagai Jembatan antara Warga Negara dan Institusi

Tidak bisa dipungkiri, proses pembentukan daerah otonom baru ini menguras banyak waktu dan biaya sehingga membuat para oknum berkepentingan menjadikan pemekaran daerah sebagai ladang bisnis dan “bagi-bagi” jabatan. Pasalnya dalam daerah otonom baru tentu saja membutuhkan sesorang yang dapat menjalankan sistem pemerintahan daerah tersebut.

Sehingga, pihak penguasa tidak sungkan memberikan dukungan untuk memperoleh jabatan kepada mereka yang mampu menfasilitasi bisnis yang dikembangkan di daerah otonom baru tersebut.

Data Statistik Agraria untuk Pelaku Usaha Agrikultur di Era Modernisasi

Moratorium terkait pemekaran daerah telah dilakukan sejak pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yodhoyono tepatnya pada tanggal 14 Juni 2010. Moratorium dilakukan karena dalam kurun waktu 10 tahun terakhir sekitar 80?erah hasil pemekaran gagal menjalankan tugas sebagai daerah otonom baru.

Hal tersebut karena daerah tersebut tidak dipimpin oleh orang yang tepat dan kompeten tentang sistem pemerintahan. Tujuan pemekaran daerah sejatinya untuk kesejahteraan masyarakat, dengan demikian proses pembentukannya harus dilakukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan posisi jabatan yang diberikan dalam kursi pemerintahan daerah juga harus diberikan kepada orang yang tepat.

Pemekaran daerah tidak boleh dijadikan sebagai sarana bagi-bagi jabatan oleh sekelompok elit daerah tertentu. (Penulis: Suci Parassari, Mahasiswa Ilmu Pemerintahan, Universitas Muhammadiyah Malang)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya
Disclaimer: Artikel ini adalah kiriman dari pengguna VIVA.co.id yang diposting di kanal VStory yang berbasis user generate content (UGC). Semua isi tulisan dan konten di dalamnya sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis atau pengguna.