Bumikan Budaya Literasi Bangsa

Membangun Kualitas Bangsa dengan Literasi
Sumber :
  • vstory

VIVA – Bagi sebagian besar orang, berdiam diri di rumah dalam jangka waktu yang lama itu merupakan hal yang membosankan. Tidak hanya itu, bahkan bisa membuat tekanan bagi pikiran untuk yang tidak bisa mengelola dengan baik.

Bagi mahasiswa, siswa atau pun pekerja kantoran, yang biasa melakukan pembelajaran atau pekerjaan secara daring atau work from home. Salah satu upaya positif dalam mengusir kebosanan selama program work from home tersebut yakni dengan literasi. Ini bisa dilakukan para siswa, mahasiswa, dan para pegawai kantoran lainnya.

Dilihat dari pengertiannya literasi adalah kemampuan individu mengolah dan memahami informasi saat membaca atau menulis. Literasi lebih dari sekadar kemampuan baca tulis. Oleh karena itu, literasi tidak terlepas dari ketrampilan bahasa yaitu pengetahuan bahasa tulis dan lisan yang memerlukan serangkaian kemampuan kongnitif, pengetahuan tentang gendre dan cultural.

Literasi di Indonesia memang masih rendah, terbukti Indonesia menempati ranking 60 dari 61 negara dalam hal literasi dan membaca. Namun, berdasarkan hasil survei World Culture Index Score 2018, kegemaran membaca masyarakat Indonesia meningkat signifikan. Indonesia menempati urutan ke-17 dari 30 negara.

Ini artinya, Indonesia persis berada di bawah Thailand (59) dan di atas Bostwana (61). Padahal dari segi penilaian infrastruktur untuk mendukung pembaca peringkat Indonesia berada di atas negara-negara Eropa.

Menurut survey yang lakukan oleh UNESCO minat baca masyarakat Indonesia sangat memprihatinkan, hanya 0,001%. Artinya dari 1000 orang Indonesia, cuma satu orang yang rajin membaca.

Bila menilai rendahnya budaya literasi Indonesia, salah satu penyebabnya karena pejabat dan birokrat pendidikan yang kurang paham tentang makna daripada literasi itu sendiri.

Akibatnya, literasi tidak menjadi bagian dari kurikulum termasuk dalam Kurikulum 2013. Memang hal ini menjadi  masalah yang sangat kompleks ketika minat baca orang Indonesia baik di kalangan pejabat Indonesia sudah sangat rendah dan berkurang sebagaimana dicatat dalam penelitian UNESCO di atas.

Indonesia sebagai salah satu negara, telah berhasil mengurangi angka buta huruf. Data UNDP tahun 2014 mencatat bahwa tingkat melek huruf masyarakat Indonesia mencapai 92,8% untuk kelompok dewasa, dan 98,8% untuk kategori remaja. Capaian ini sebenarnya menunjukkan bahwa Indonesia telah melewati tahapan krisis literasi dalam pengertian melek huruf.

Meskipun demikian, hasil penelitian tersebut tidak serta merta menjadikan masyarakat Indonesia berbangga diri, karena nyatanya tantangan yang saat ini dihadapi adalah rendahnya minat baca sehingga menjadi salah satu tugas pemerintah dalam meningkatkan budaya literasi masyarakat.

Upaya pemerintah dalam meminimalisir rendahnya minat baca masyarakat Indonesia yakni dengan mengeluarkan suatu kebijakan seperti yang tertuang Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 23 Tahun 2015 tentang Penumbuhan Budi Pekerti, menggunakan 15 menit waktu sebelum pembelajaran dimulai untuk membaca buku selain buku mata pelajaran (setiap hari). Hal tersebut dimaksudkan untuk menumbuhkan minat baca masyarakat Indonesia.

Minat baca bagi orang Indonesia harus dimulai dari diri sendiri juga harus segera ditanamkan sejak dini  karena dengan menimbulkan dan menanamkan kebiasaan baca pada diri, maka secara tidak langsung keterampilan membaca kita akan semakin terasah.

Keterampilan membaca yang dimiliki dapat mendorong kita untuk bisa  memahami informasi secara analitis, kritis dan reflektif. Oleh karena itu, bagi generasi muda khususnya di kalangan pendidikan baik  di tingkat SD, SMP, dan SMA/SMK  yang ada di Indonesia sudah mulai bergerak dan menerapkan budaya literasi (baca tulis) hampir secara keseluruhan.

Gerakan Literasi Sekolah (GLS) yang menjadi salah satu langkah pemerintah dalam menanamkan serta menumbuhkan minat baca. GLS selain bertujuan untuk membangun karakter peserta didik juga bertujuan untuk menjadikan lingkungan sekolah menjadi lingkungan pembelajar sepanjang hayat dengan membudayakan membaca dan menulis (literasi). Kebijakan mengenai GLS telah banyak diimplementasikan di dunia pendidikan kita saat ini.

Tanpa melakukan upaya perbaikan terhadap tingkat pendidikan baik di tingkat SD, SMP, SMA, dan SMK harus lebih serius lagi. Dan tingkat literasi akan sangat sulit bagi Indonesia untuk dapat menurunkan angka kemiskinan dan menurunkan tingkat kesenjangan.

Merawat Silek Galombang 12 Batipuh Pitalah Bungo Tanjuang

Oleh karena itu, kunci dalam meningkatkan produktivitas bangsa dan menurunkan angka kemiskinan serta menurunkan tingkat kesenjangan terletak pada keberhasilan kita dalam meningkatkan literasi itu sendiri. 

Ilustrasi Traveling

Pariwisata Hijau dan Berkelanjutan Bakal Jadi Fokus Kemenparekraf

Tahun ini, kemitraan co-branding Wonderful Indonesia akan banyak mengusung tema, konsep, serta program yang terkait pariwisata hijau dan berkelanjutan.

img_title
VIVA.co.id
23 April 2024
Disclaimer: Artikel ini adalah kiriman dari pengguna VIVA.co.id yang diposting di kanal VStory yang berbasis user generate content (UGC). Semua isi tulisan dan konten di dalamnya sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis atau pengguna.