Menguji Wacana Impor Beras

Beras Bulog
Sumber :
  • vstory

VIVA  – Beberapa pekan terakhir ramai dibicarakan terkait rencana Impor beras oleh Pemerintah hingga 1 juta Ton. Rencana kebijakan ini terus menuai polemik, Selain akan dilakukan pada masa musim panen, juga terkait kontroversi data stok beras yang ada di Perum Bulog.

Kombes Iqbal dan Anak Buah Cegat Kendaraan di Lampu Merah, Bikin Pengendara Hepi

Data BPS menyebut potensi produksi beras sepanjang Januari-April 2021 akan mencapai 14,54 juta ton, naik 3,08 juta ton atau 26,84 persen dibandingkan periode sama di 2020 yang sebesar 11,46 juta ton.

Namun hal itu belum dianggap cukup. Untuk memastikan agar stok beras aman, Kementerian Perdagangan mengkalkulasi masih dibutuhkan lagi 1 juta ton beras dari keran impor. Jumlah tersebut dialokasikan untuk penyediaan Cadangan Beras Pemerintah (CBP) sebanyak 500 ribu ton dan kebutuhan Perum Bulog sebanyak 500 ribu ton dengan memperhatikan serapan produksi padi nasional.

Stock Beras

Masker Beras Ternyata Memiliki Banyak Manfaat untuk Kesehatan Kulit Wajah, Apa Saja?

Rencana impor 1 juta ton beras dengan cepat mengundang kritik dari berbagai kalangan. Banyak pihak menuduh pemerintah kurang sensitif dan berempati pada nasib petani. Waktu pengumuman rencana impor beras yang dilakukan menjelang panen raya berpotensi membuat petani merugi.

Efek psikologis rencana impor beras dengan cepat membuat harga gabah di pasaran tidak stabil. BPS baru saja merilis Harga Gabah Kering Panen (GKP) di Tingkat Petani, Selama April 2021 rata-rata harga GKP di  tingkat petani Rp4.275,- per kg atau turun 2,51 persen dibandingkan harga gabah kualitas yang sama pada bulan sebelumnya. Dibandingkan April 2020, rata-rata harga gabah pada April 2021 di tingkat petani untuk kualitas GKP turun sebesar 7,06 persen.

6 Hikmah Dalam Menunaikan Zakat Fitrah Bagi Umat Islam

Dengan mengimpor beras, stok cadangan pangan nasional memang cepat terpenuhi. Selama ini, stok yang aman dikalkulasi sekitar 1,7 juta ton. Artinya, dengan mengimpor 1 juta ton, sebetulnya jumlah itu belum bisa memastikan stok pangan nasional benar-benar aman.

Menurut perhitungan Kementerian Perdagangan saat ini stok beras Bulog hanya 800 ribu ton, di mana 270–300 ribu ton berasal dari sisa impor beras tahun 2018. Jadi, stok beras Bulog sebetulnya hanya 500 ribu ton.

Sementara itu menurut data Bulog, Per 25 Maret 2021 stok beras di Bulog pun telah mencapai 923.471 ton, terdiri dari CBP 902.353 ton dan beras komersial 21.119 ton. Dia memperkirakan, setidaknya hingga April serapan beras hanya untuk CBP bisa mencapai 390.000 ton. Sehingga bila diakumulasi dengan stok saat ini total CPB pada akhir April sudah di atas 1 juta ton.

Bagi petani, semakin sedikit stok beras di Bulog sebenarnya dinilai makin baik. Gabah dan beras milik mereka akan lebih berpeluang terjual di pasar maupun terserap Bulog. Tetapi, pertimbangan pemerintah tampaknya berbeda.

Beras yang berlimpah dan stok yang cukup di Bulog dinilai lebih baik untuk membangun ketahanan pangan nasional. Ketika stok beras berlimpah, justru itu adalah masa-masa petani rawan mengalami kerugian. Harga akan turun, bahkan dalam skala yang tidak lagi menguntungkan bila dibandingkan biaya produksi yang dikeluarkan.

Nilai Tukar Petani

Nilai Tukar Petani (NTP) merupakan perbandingan antara indeks harga diterima petani dan indeks harga yang dibayar petani. NTP merupakan daya tukar (term of trade) dari produk pertanian dengan barang dan jasa yang dikonsumsi maupun yang digunakan untuk produksi.

Dengan kata lain, NTP menunjukkan perbandingan antara pendapatan dan pengeluaran petani. Petani yang dimaksud adalah orang yang berusaha di bidang pertanian (tanaman pangan, hortikultura, perkebunan rakyat, peternakan, dan perikanan) atas risiko sendiri dengan tujuan untuk dijual, tidak termasuk buruh tani.

Semakin tinggi NTP, secara relatif akan semakin kuat tingkat kemampuan/daya beli petani. Jika bernilai lebih dari 100, menunjukkan pendapatan petani lebih besar dari pengeluaran untuk memenuhi kebutuhan hidup.

Demikian pula sebaliknya, jika bernilai kurang dari 100, menunjukkan pendapatan petani kurang untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Jadi, NTP bisa digunakan sebagai salah satu indikator tingkat kesejahteraan petani.

Menurut data BPS, NTP nasional April 2021 sebesar 102,93 atau turun 0,35 persen dibanding NTP bulan sebelumnya. Penurunan NTP  dikarenakan Indeks Harga yang Diterima Petani (It) turun  sebesar 0,10 persen, sedangkan Indeks Harga yang Dibayar  Petani (Ib) naik sebesar 0,25 persen.

Di tengah wabah korona, hal ini memberatkan petani. Sebab, walaupun pendapatan yang diterima petani masih lebih tinggi dibandingkan pengeluaran petani, trend kecenderungan NTP menurun menjadi hal yang kurang mengenakkan bagi petani. Penurunan NTP tersebut terjadi di Seluruh Provinsi yang ada di Pulau Jawa serta Nusa Tenggara yang menjadi sentra tanaman padi nasional.

Jika suatu kebijakan menguntungkan produsen, konsumen akan mengalami kerugian, demikian sebaliknya, sehingga sulit untuk mencapai keseimbangan. Kondisi ideal yang diharapkan adalah pangan murah dan petani sejahtera. Hal ini sejalan dengan tujuan pembangunan berkelanjutan/sustainable development goals (TPB/SDGs), yaitu penanggulangan kemiskinan dan kelaparan. Namun, ketika kebijakan ingin memenangkan konsumen dengan pangan murah, apakah petani akan sejahtera?

Berdasarkan kondisi itu, diperlukan inovasi kebijakan yang terintegrasi untuk produsen tanaman pangan (petani) dan konsumen. Kebijakan dari sisi petani adalah adanya kebijakan harga dasar yang tidak merugikan produsen ketika terjadi kelebihan produksi dibandingkan permintaan pasar.

Kemudian, Di tengah kerugian yang mendera petani, apakah pemerintah tetap akan merealisasikan impor? Impor beras memang belum jelas kapan akan terealisasi. Namun, tentu akan sangat memberikan dampak yang kurang menguntungkan bagi petani dalam negeri.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya
Disclaimer: Artikel ini adalah kiriman dari pengguna VIVA.co.id yang diposting di kanal VStory yang berbasis user generate content (UGC). Semua isi tulisan dan konten di dalamnya sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis atau pengguna.