Penanganan Pandemi dan Elektabilitas Kepala Daerah

Khofifah Indar Parawansa, Ridwan Kamil, Ganjar Pranowo dan Anies Baswedan.
Sumber :
  • vstory

VIVAPandemi Covid-19 telah memberikan banyak perubahan dalam setiap dimensi kehidupan. Selama kurun waktu satu tahun dihinggapi pandemi, masyarakat Indonesia dituntut untuk mampu bertahan, sekaligus beradaptasi dengan setiap dinamika yang terjadi sebagai dampak dari adanya pandemi.

Untuk dapat meminimalisir dampak tersebut, penanganan pandemi secara tepat dan optimal baik di tataran pemerintah pusat, terlebih di tingkat daerah menjadi suatu hal yang mutlak dibutuhkan.

Lebih lanjut, kepiawaan para kepala daerah dalam menyusun strategi dan mengambil keputusan terkait pandemi pun turut dinilai sebagai kunci keberhasilan penanganan pandemi Covid-19 di Indonesia.

Sebagai figur yang memegang otoritas tertinggi di tingkat lokal, kepala daerah tentu memiliki peran sentral dan strategis dalam menentukan wilayah yang dipimpinnya berhasil atau gagal dalam menghadapi krisis yang diakibatkan pandemi.

Oleh karenanya, kemampuan kepala daerah dalam menghadapi pandemi menjadi sebuah pisau bermata dua terhadap elektabilitas yang dimilikinya.

Keberhasilan Penanganan Pandemi sebagai Modal Politik

Sebagai aktor utama yang berperan dalam mengendalikan persebaran pandemi menjadikan peran kepemimpinan kepala daerah seringkali menjadi sorotan, terlebih bagi sejumlah kepala daerah yang dianggap telah berhasil melakukan penanganan pandemi secara optimal.

Kemampuan manajemen risiko yang handal, pengambilan keputusan yang dilakukan secara tepat, dan terobosan baru yang senantiasa dihadirkan mencerminkan sosok pemimpin berkualitas dalam figur kepala daerah yang mampu menangani pandemi di daerah yang dipimpinnya.

Bagi kepala daerah yang dinilai berhasil menangani pandemi, kepercayaan publik terhadap dirinya akan meningkat seiring pula dengan elektabilitas yang dimilikinya.

Keberhasilan demikian tentu dapat dijadikan sebagai modal utama dalam menghadapi pesta demokrasi di tahun 2024 mendatang, baik untuk mengukuhkan posisinya sebagai incumbent, maupun dalam menjadi batu loncatan untuk dapat menempati posisi yang lebih tinggi.

Fenomena demikian dapat kita cermati bersama dalam elektabilitas Ganjar Pranowo sebagai Gubernur Jawa Tengah dan Ridwan Kamil sebagai Gubernur Jawa Barat yang secara signifikan terus mengalami peningkatan dalam bursa Pemilihan Presiden 2024.

Merujuk pada survei yang dilakukan oleh Center for Political Communication Studies (CPCS) keduanya pun menempati posisi teratas sebagai capres pilihan milenial dan gen Z, ditunjukkan dengan Ganjar Pranowo meraih 17,7 % pada posisi teratas dan disusul Ridwan Kamil dengan perolehan 16% (ANTARA, 2021).

Elektabilitas yang Harus Dipertaruhkan

Kendati demikian, dilain sisi penanganan pandemi juga dapat menjadi sebuah bumerang bagi sejumlah kepala daerah. Dinamika yang terjadi sebagai dampak dari adanya pandemi pada dasarnya merupakan suatu hal yang sulit untuk dikendalikan, tetapi figur yang dianggap kewalahan dalam menangani Covid-19 pun akan tetap mendampat imbasnya.

Apabila wilayah yang dipimpinnya dinilai gagal menangani pandemi, elektabilitas yang dimilikinya menjadi suatu hal yang mau tidak mau harus dipertaruhkan.

KPK Cecar Fadel Muhammad soal Dugaan Kasus Korupsi APD di Kemenkes RI

Oleh karenanya, menjadi sebuah keharusan bagi kepala daerah untuk melakukan pengambilan keputusan secara cermat dan bijak agar track record yang telah dibangunnya tidak menguap akibat dianggap kurang kompeten mengatasi pandemi.

Kondisi demikian dirasakan oleh Anies Baswedan selaku Gubernur DKI Jakarta yang elektabilitasnya beberapa kali sempat mengalami penurunan akibat dianggap cukup kewalahan menangani pandemi di DKI Jakarta.  

DPR Beri Respons Positif soal Kinerja Menteri BUMN yang Mampu Capai Target

Pada survei yang dilakukan pada tahun 2020, elektabilitas Anies mengalami penurunan menjadi 10,4% di bulan Mei yang sebelumnyaa 12,1% di bulan Februari (Yunianto, 2020). Serupa dengan apa yang dialami Anies Baswedan, Jawa Timur sebagai daerah yang sempat dikategorikan sebagai zona merah pun memberikan dampak langsung terhadap penurunan elektabilitas yang dimiliki oleh Khofifah Indar Parawangsa. Sebagai Gubernur Jawa Timur elektabilitasnya turut menurun dari 5,7 % di bulan Februari menjadi 4,3% di bulan Mei (Yunianto, 2020).


Dua Sisi Penanganan Pandemi

Muncul Wabah Langka dan Mematikan di Jepang, 21 Orang Meninggal

Merujuk pada uraian di atas tentu kita dapat melihat adanya keterkaitan antara penanganan pandemi dengan elektabilitas yang dimiliki kepala daerah.

Adanya keterkaitan tersebut sesuai dengan social exchange theory (teori perubahan sosial) yang menjelaskan, bahwa otoritas seseorang dapat hilang atau timbul bergantung pada kemampuannya mengambil keputusan dan mengatasi situasi krisis, sebagaimana yang terjadi di masa pandemi saat ini (Yukl, 2013).

Dalam hal ini, dapat diartikan pula bahwa sebuah keputusan dan kebijakan yang dijalankan oleh kepala daerah sebagai pemimpin memberikan pengaruh signifikan terhadap kekuasaan yang dimilikinya.

Oleh karenanya, keberhasilan dan kegagalan penanganan pandemi ini menjadi panggung politik yang sangat krusial dalam mempengaruhi kiprah para kepala daerah, khususnya bagi mereka yang ingin bertahan sebagai incumbent atau mengisi panggung Pilpres 2024.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya
Disclaimer: Artikel ini adalah kiriman dari pengguna VIVA.co.id yang diposting di kanal VStory yang berbasis user generate content (UGC). Semua isi tulisan dan konten di dalamnya sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis atau pengguna.