Kewaspadaan Covid-19 pada Anak Stunting

Menjaga anak dari Covid-19
Sumber :
  • vstory

VIVA – Menanjaknya kasus positif Covid-19 saat ini pada kelompok usia anak-anak, perlu mendapat perhatian sangat serius dari para orang tua, tenaga pendidik, dan juga kalangan remaja, karena menentukan nasib masa depan bangsa. 

Selain itu, kita juga dihadapkan pada persoalan yang tidak kalah krusial pada anak. Menurut pernyataan Kepala BKKBN RI bahwa selama masa pandemi Covid-19, bayi lahir stunting di Indonesia meningkat menjadi 32,5 persen dari sebelum pandemi yang sekitar 27,6 persen.

Tren peningkatan kembali kasus Covid-19 mulai pada Mei 2021, seiring dengan kian menyebarnya varian-varian baru Covid-19. Sejumlah penelitian menyebutkan, varian-varian baru virus Covid-19 memiliki daya penularan lebih tinggi dibanding virus Covid-19 awal. 

Dari empat varian baru yang berkembang, varian Delta asal India dinyatakan sebagai paling berbahaya, dengan daya tular 97 persen lebih tinggi. Diikuti oleh varian Gamma (Brasil) 38 persen,  Alpha (Inggris) 29 persen, dan Beta (Afrika Selatan) 25 persen. Sehubungan dengan itu, potensi penularan masif pada kelompok usia anak perlu sangat diwaspadai. Hal ini karena anak-anak belum menjadi sasaran prioritas vaksinasi.

Menurut  Satgas Penanganan Covid-19 per 24 Juni 2020, proporsi penduduk yang terpapar Covid-19 di kelompok usia anak cukup besar. Dari total kasus terkonfirmasi Covid-19 di Indonesia, terdapat 12,6% (250 ribu) berasal dari kelompok usia 0-18 tahun.

Proporsi terbesar berada pada kelompok usia 7-12 tahun (28,02%), diikuti oleh kelompok 16-18 tahun (25,23%) dan 13-15 tahun (19,92%).  Namun, bila kita perhatikan berdasarkan persentase angka kematian, korban Covid-19 pada pada anak justru berada pada kelompok umur 0-2 tahun (0,81%), diikuti oleh kelompok usia 16-18 tahun (0,22%) dan 3-6 tahun (0,19%).   

Data Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) juga menunjukkan rawannya penularan virus Covid-19 pada kelompok usia anak.  Terdapat sebanyak 1 dari 8 kasus Covid-19 adalah anak-anak. Dari jumlah kasus itu, sebanyak 3-5 persen di antaranya meninggal dunia, dan separuhnya adalah balita. Kejadian ini merupakan tingkat kematian yang paling banyak di dunia. Hal ini ditengarai karena daya tahan tubuh anak yang kurang kuat, terutama karena balita stunting.

Sejak Dalam Kandungan

2 Keuntungan Bisa Didapat Konsumen dari Konsep Ini

Stunting bukan persoalan sederhana yang datang tiba-tiba. Tingginya angka stunting berarti masih banyak balita yang mengalami kurang gizi dan hal ini sangat  dimungkinkan disebabkan riwayat sejak masih dalam kandungan. Mengingat stunting terjadi akibat rendahnya asupan gizi pada masa 1000 hari pertama kehidupan termasuk dalam masa kehamilan.

Persoalan rendahnya asupan gizi bukan persoalan penduduk kaya atau miskin. Akan tetapi lebih disebabkan minimnya pengetahuan dan kesadaran pentingnya gizi.

Soal Program Makan Siang Gratis, Ibu Hamil dan Balita juga Perlu Dukungan untuk Cegah Stunting

Pandemi Covid-19 dengan segala problematikanya mulai dan tutupnya kegiatan industri, pariwisata, pengurangan jam kerja, PHK tentu membuat persoalan bagi penduduk yang kurang mampu. Kondisi perekonomian yang tidak mendukung membuat kehidupan semakin berat, memungkinkan pemenuhan gizi menjadi kurang tercukupi.

Kepala BKKBN telah berpesan dalam situasi pandemi seperti ini disarankan untuk tidak hamil dulu. Tentu tidak bermaksud mengurangi hak reproduksi perempuan, namun mengingatkan akan berbagai risiko yang dihadapi pada kehamilan di masa pandemi. Kenyataannya pada masa pandemi ini masih meningkat bayi lahir stunting di Indonesia. Pada sisi lain menjadi keprihatinan juga bagi kita, ketika angka kematian anak akibat Covid-19 di Indonesia merupakan tertinggi di dunia. Situasi ini mengkhawatirkan. Sebab, hingga saat ini sebagian besar rumah sakit belum memiliki ruang Instalasi Gawat Darurat (IGD) khusus anak.

Kepala BKKBN: Supaya Anak Tidak Stunting, Beri ASI Eksklusif 6 Bulan!

Kolaborasi Meningkatkan Kwalitas Anak

Anak-anak Indonesia tampaknya harus menghadapi tantangan bila akan berkiprah di era Industri 4.0 apalagi berlanjut ke era Society 5,0. Kekhawatiran terjadinya lost generation akibat pembelajaran daring, stunting, dan Covid-19 pada anak menjadi mengemuka. Kesiapan untuk mengoptimalkan potensi bonus demografi  menyambut Indonesia Emas, tampaknya runtuh karena ada pandemi ini.

Karena itu penanggulangan dan antisipasinya, harus dipikirkan bersama dan kolaborasi seluruh stakeholder dengan serius. Pertama, Kampanye serius perlu ditujukan untuk menumbuhkan kesadaran kepada para orang tua agar untuk sementara waktu tidak mengajak anak-anaknya bepergian, kecuali dalam keadaan darurat.

Rumah perlu menjadi tempat terbaik bagi mereka untuk terlindung dari ancaman Covid-19. Pangkal persoalan melonjaknya penularan pada anak tak lepas dari peran sebagian orang tua yang abai protokol kesehatan. Hal ini dapat dilihat dari kenyataan pada beberapa momen, orang tua justru menempatkan anak pada risiko tertular Covid-19 karena diajak bergabung.

Kedua, Masih kuatnya anggapan bahwa kalangan anak muda tidak rentan terpapar Covid-19 dibanding kelompok usia lanjut, seperti di masa-masa awal pandemi tampaknya perlu diperbaharui. Meskipun anak memiliki daya imunitas yang bagus dalam melawan virus corona.

Namun, tetap saja pembentukan imunitas itu memerlukan bantuan dari asupan dan keseimbangan gizi dalam tubuh anak. Energi yang dimiliki tubuh anak diharapkan akan fokus pada pembentukan antibodi Covid-19. Tanpa nutrisi yang cukup, maka tubuh akan kekurangan energi dan antibodi tak akan terbentuk optimal.

Ketiga, Para orang tua perlu terus didorong untuk menyuplai zat makro dan mikro nutrisi pada anak. Kalau ini terus didorong, maka daya tahan tubuh anak menjadi baik, sehingga daya tahan anak menghadapi covid-19 ini tidak gampang tertular. Kalau pun tertular, daya tahan tubuhnya akan melawan virus itu sehingga dampaknya pada tubuh menjadi berkurang. Selain itu bila peningkatan asupan gizi ini dilakukan pada 1000 hari pertama kehidupan anak juga akan mengurangi risiko terjadinya anak stunting.

Keempat, melakukan persiapan bersama sebelum Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI memutuskan untuk merestui vaksinasi Covid-19 boleh dilakukan pada anak-anak. Hal itu menyusul kebijakan terbaru dari perusahaan asal China, Sinovac, yang mengklaim vaksin covid-19 buatannya aman digunakan untuk anak usia 3 tahun hingga 17 tahun. Memang kita perlu menunggu vaksin Covid-19 ini dapat diberikan pada anak, tapi selama menunggu bisa dilakukan persiapan pada anak, supaya gizinya tetap terpenuhi untuk membentuk antibodi yang optimal.

Kelima, Perlu dipikirkan adanya upaya bersama baik itu dari pihak swasta maupun pemerintah untuk saling berkolaborasi mendukung tersedianya akses produk bernutrisi bagi anak-anak Indonesia untuk meningkatkan imun tubuh akibat pandemi Covid-19 dan kebutuhan gizi lengkap agar terhindar anak stunting. Pasalnya, ketika satu dari tiga anak Indonesia mengalami stunting, maka ada potensi kerawanan daya saing sumber daya manusia (SDM) yang merupakan kerawanan bagi daya saing nasional secara keseluruhan pada masa yang akan datang. Kompleksitas permasalahan stunting dan pandemi Covid-19 yang multidimensional pun menuntut penanganan yang tanggung jawab semua pihak, termasuk peran ilmu pengetahuan dan teknologi.
 

(Suparna-Statistisi Madya BPS Provinsi DIY)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya
Disclaimer: Artikel ini adalah kiriman dari pengguna VIVA.co.id yang diposting di kanal VStory yang berbasis user generate content (UGC). Semua isi tulisan dan konten di dalamnya sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis atau pengguna.