Kebijakan PPKM Darurat Jawa-Bali: Mampukah Rumah Jadi Shelter?

Ilustrasi diam di rumah.
Sumber :
  • vstory

VIVA – Pemerintah Indonesia akhirnya menarik rem darurat guna mengendalikan penyebaran virus covid-19 lewat kebijakan PPKM Darurat yang akan berlaku 3-20 Juli 2021 di Jawa-Bali. Melalui kebijakan ini masyarakat dipaksa untuk banyak berdiam diri di rumah dan mengurangi aktivitas.

WFH bahkan diterapkan 100 persen di zona merah untuk sektor-sektor non essensial. Anjuran untuk banyak berdiam diri di rumah sebenarnya juga menuntut kondisi rumah yang ideal sebagai tempat berlindung (shelter) bagi penyebaran covid-19.

Rumah setidaknya harus mampu memberikan ruang yang cukup bagi penghuninya untuk saling menjaga jarak, menyediakan tempat cuci tangan dengan sabun dan mempunyai sanitasi yang layak. Kriteria kecukupan luas rumah menjadi hal yang vital dalam upaya perlindungan terhadap penyebaran Covid-19.

Anggota keluarga yang mengalami keluhan kesehatan akan sulit untuk mengisolasi diri bila luasan rumah per kapita sangat sempit. Pelajar yang melakukan sekolah dari rumah maupun pekerja yang WFH juga membutuhkan luasan rumah yang ideal agar tetap produktif dan nyaman dalam belajar.

Dari hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) Maret 2020 yang dilakukan BPS, masih terdapat sebanyak 16,54 persen rumah tangga Indonesia yang memiliki rumah dengan luasan kurang dari 10 m2 per kapita sehingga rumah ini sebenarnya kurang ideal untuk melakukan kegiatan karantina mandiri bila salah satu penghuninya ada yang terpapar covid-19. Pemakaian masker di dalam rumah pun belum menjamin terbebas dari penularan karena terbatasnya ruang gerak, terlebih bila terpapar varian delta.

Ada baiknya penghuni positif covid-19 yang menghuni rumah sempit seperti ini untuk memikirkan melakukan karantina di tempat-tempat yang disediakan pemerintah bila memungkinkan untuk meminimalisir penularan. Hal ini bisa dilakukan untuk menghindari munculnya kluster keluarga yang bisa memperparah pengendalian pandemi.

Sementara itu ketersediaan rumah terhadap tempat cuci tangan dengan sabun juga hanya sekitar 76,07 persen. Sebagian besar rumah yang tidak memiliki tempat cuci tangan dengan sabun ini terdapat di daerah perdesaan. Di daerah perdesaan juga sebagian rumah penduduknya belum berlantai keramik. Hanya sebesar 36,7 persen rumah tangga di daerah perdesaan yang menghuni rumah dengan lantai keramik atau separuh dari daerah perkotaan yang mencapai 67,15 persen.

Bila melihat kualitas sanitasi, hanya terdapat 77,39 persen rumah tangga yang memiliki akses terhadap layanan sanitasi layak. Sanitasi layak yang dimaksud di sini adalah adanya fasilitas buang air besar sendiri/bersama dengan jenis kloset leher angsa dan tempat pembuangan akhir berupa septik tank/SPAL.

Pencabutan PPKM Disebut Bikin High Rise Properti Makin Diminati, Intip Alasannya

Aspek status kepemilikan juga menjadi hal yang tidak kalah penting dalam menciptakan ketahanan rumah dari covid-19. Penduduk yang mempunyai rumah dengan status sewa/kontrak misalnya, selama kurun waktu tertentu mereka selalu bersiap untuk berpindah tempat tinggal yang tidak selalu mempunyai tingkat kelayakan yang sama.

Terlebih penduduk dengan kelompok pengeluaran 40 persen terbawah terkadang kualitas rumah yang disewa/dikontrak berbanding lurus dengan pendapatan yang diperoleh dimana pada saat pandemi seperti ini keuangan mereka sedang mengalami guncangan. Pada Maret 2020, terdapat sekitar 15,34 persen rumah tangga di wilayah perkotaan yang mendiami rumah dengan status sewa/kontrak sedangkan persentase sewa/kontrak di daerah perdesaan hanya sekitar 1,54 persen.

PPKM Dicabut, Bangkitnya Perekonomian Mal di Indonesia

Peran penting rumah sebenarnya telah ditekankan dalam tujuan pembangunan berkelanjutan  (SDGs), khususnya tujuan ke-11 yaitu menjadikan kota dan permukiman inklusif, aman, tangguh, dan berkelanjutan. Sementara aspek ketersediaan fasilitas rumah berupa air bersih dan sanitasi juga termaktup dalam tujuan SDGs ke-6.

Secara umum berdasarkan kriteria rumah layak huni dari SDGs, terdapat sekitar 40,46 persen rumah tangga di Indonesia yang menghuni rumah dengan kriteria belum layak huni. Karantina mandiri yang dilakukan di rumah, saat ini sebenarnya relatif beresiko bila melihat dari kondisi kelayakan rumah sebagian besar penduduk Indonesia.

PPKM Dicabut COVID-19 Belum Berakhir, Tetap Jalankan 4 Prinsip Hidup Sehat Ini

Namun demikian, rumah setidaknya masih bisa digunakan sebagai shelter bagi penduduk bila belum ada anggota keluarganya yang terpapar. Dengan melihat kondisi rumah saat ini, selayaknya masyarakat lebih berhati-hati terhadap covid-19, karena bila telah terpapar maka peluang terjadi transmisi virus di lingkungan rumah relatif besar.

Oleh Eri Kuntoro -Statistisi

Ilustrasi penerapan kebijakan PPKM.

BPS Sebut Berakhirnya PPKM Berdampak Positif ke Ekonomi

Berakhirnya Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) pada Desember 2022 lalu disebut telah berdampak positif terhadap ekonomi RI.

img_title
VIVA.co.id
5 Mei 2023
Disclaimer: Artikel ini adalah kiriman dari pengguna VIVA.co.id yang diposting di kanal VStory yang berbasis user generate content (UGC). Semua isi tulisan dan konten di dalamnya sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis atau pengguna.