ASN Berserikat, Halal atau Haram?

ASN berserikat diperbolehkan asalkan tidak melawan undang-undang (ilustrasi: bawaslu.go.id)
Sumber :
  • vstory

VIVA – "Kemerdekaan berserikat dan berkumpul mengeluarkan pikiran dan tulisan, dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang." (Pasal 28, UUD 1945)

Pontianak Siapkan 1.215 Formasi Calon ASN, Menteri PAN-RB: 200 Ribu Formasi untuk IKN

Begitulah bunyi lengkap tentang hak individu untuk merdeka berserikat dan berkumpul menyampaikan pendapat. Sebuah pengakuan dan perlindungan negara atas hak individu berserikat dan berkumpul. 

Singkat kata, negara menjamin kemerdekaan berserikat dan berkumpul bagi warga negaranya. Dengan pengaturan yang ditetapkan melalui undang-undang. Hal juga yang berlaku bagi aparatur sipil negara (ASN).

Baliho Dukungan Sekda Jadi Bupati Tangerang Bertebaran, Begini Aturan ASN-nya

Menelisik Hakikat Berserikat dan Berpendapat

Pasal berserikat dan menyampaikan pendapat tidak lepas sebagai penerapan  sistem demokrasi yang jadi pilihan bernegara. Di mana simpul pelaksanaan demokrasi melekat dengan pemilihan umum, yang secara korelatif pemilihan umum adalah ruang bagi warga negara untuk berserikat dan menyampaikan pendapat.

Menkominfo Budi Arie Bersiap Ngantor di IKN Juli 2024

Melalui pandangan tersebut, menjadi mudah pahami alasan berserikat dan menyampaikan pendapat perlu diatur dalam konstitusi. Namun dalam praktiknya perlu ada batasan.

Hal itulah yang kemudian tertuang dalam Pasal 28 UUD 1945, yang menegaskan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pendapat diatur dalam undang-undang. Pada tingkatan ini sangat tepat menyebut berserikat sebagai implementasi demokrasi konstitusional.

Sedangkan dari aspek kesejarahannya terbentuknya UUD 1945, penuh dengan pergulatan pandangan dari para tokoh bangsa. Mengingat UUD sebagai konstitusi memuat pandangan filosofis, sosiologi dan yuridis yang kemudian menjadi landasan bagi semua produk hukum. Karena UUD adalah dokumen hukum tertulis yang penting bagi terbentuknya negara.

Bagaimana tidak penting? sesuai Konvensi Montevideo (1933) terdapat dua syarat diakuinya sebuah negara. Pertama syarat deklaratif dan kedua syarat konstitutif. Di mana deklaratif dimaknai sebagai pengakuan negara lain atas kemerdekaan suatu bangsa, dan konstitutif diterjemahkan sebagai keberadaan rakyat, wilayah, dan pemerintahan berdaulat.

Berdasarkan pandangan tersebut pasal berserikat dan menyampaikan pendapat dalam konstitusi, merupakan buah pemikiran para perumus UUD 1945. Mereka adalah 19 tokoh bangsa yang bekerja dalam Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI), yang kemudian buah pemikiranya ditetapkan sebagai konsitusi negara pada 18 Agustus 1945 melalui sidang PPKI.

Sebagaimana diketahui musyarawah untuk mufakat adalah tata kehidupan bangsa yang telah hidup ratusan tahun. Dimana pemaknaan musyawarah dan mufakat mewujud dalam tindakan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat.

Dengan demikian berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pendapat adalah hak pribadi yang juga perwujudan jati diri bangsa Indonesia. Di mana praktiknya diatur dengan undang-undang.

Maka tidak pantas siapapun, lembaga apapun menghalangi kehendak individu untuk berserikat dan berkumpul, menyampaikan pendapat. Selagi tidak ada unsur pelanggaran undang-undang.

ASN Berserikat, Halal atau Haram?

Sebagai mesin penggerak birokrasi, aparatur sipil negara (ASN) dilengkapi berbagai pedoman peraturan dalam melaksanakan tugasnya. Baik berupa perundangan-undangan, peraturan pemerintah, hingga surat edaran menteri.

Terkait hak berserikat bagi ASN juga sudah diatur dalam sederet peraturan. Misalkan UU No.5 Tahun 2014 tentang ASN yang membatasi ASN bebas dari pengaruh golongan dan partai politik. Hal itu terlihat pada Pasal 9 UU ASN.

Kemudian diberikan sanksi pemecatan bagi ASN, jika terbukti i bagian dari partai politik. Hal ini juga tegas tertuang pada Pasal 87 ayat (4) UU ASN. Belum cukup itu saja ASN juga merujuk pada PP No.53 Tahun 2010 tentang Displin Pegawai Negeri Sipil yang mengatur sejumlah larangan.

Termasuk larangan ASN terlibat partai politik dan organisasi internasional. Atau terlibat organisasi yang berpotensi konflik kepentingan dan mengganggu kinerja.

Pastinya ASN dilarang terlibat organisasi terlarang. Sebgaimana surat edaran bersama KemenPAN-RB dan Badan Kepegawaian Negara yang menyebutkan larangan bagi ASN berafiliasi dengan ormas terlarang atau yang dicabut status badan hukumnya. Tertuang pada SE Menpan RB No.2 tahun 2021 dan SE BKN No.2/SE/I/2021.

Dengan demikian menjadi cukup jelas berserikat dan berkumpul, menyampaikan pendapat bagi ASN adalah halal. Sedangkan ASN haram untuk terlibat partai politik, LSM internasional, ormas terlarang dan atau terdapat konflik kepentingan. Batasan ini diberikan demi terwujudnya ASN profesional dan melayani. (Penulis: Riko Noviantoro,  Peneliti Kebijakan Publik IDP-LP)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya
Disclaimer: Artikel ini adalah kiriman dari pengguna VIVA.co.id yang diposting di kanal VStory yang berbasis user generate content (UGC). Semua isi tulisan dan konten di dalamnya sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis atau pengguna.