Pesantren, Solusi Pendidikan di Era Pandemi Covid-19

Pendidikan Pesantren
Sumber :
  • vstory

VIVA – Gundah gulana saat ini memenuhi ruang pikir kebanyakan orangtua. Pandemi Covid-19 yang masih berlangsung hingga kini membuat kegiatan belajar putra-putrinya berlangsung tidak seperti biasanya. Tatap muka antara guru dan peserta didik menjadi satu hal yang langka.

Hanya beberapa daerah saja di Indonesia yang berani melakukan hal demikian, yakni yang masuk kategori zona hijau. Imbasnya, generasi milenial tidak lagi familiar dengan guru, dengan sekolah, dengan interaksi sosial, pun dengan buku-buku pelajaran. Gadget menggantikan posisi urgen itu.

Alhasil, pendidikan karakter yang pada beberapa tahun terakhir digemakan, mulai terlihat tak berdaya. Tumbang karena sulit dalam penerapan dan pembiasaannya. Bisa karena biasa, betul sangat adanya. Adab dan tata krama mestilah dibiasakan, bukan sekadar dicatat SOP-nya.

Sapa ramah, senyum terkembang, hingga salim salaman adalah preambule (pembuka) keniscayaan parameter keberhasilan pembiasaan pendidikan karakter. Kini terkikis sedikit demi sedikit kebiasaan itu. Pola hidup baru membuat banyak orang tak berkutik melaksanakan tradisi baik turun-temurun.

Covid-19 telah “memaksa” orang untuk tak lagi bisa berjabat tangan, apalagi mencium tangan mereka yang dituakan. Senyum tak bisa diperlihatkan, sebab wajah sebagian ditutupi masker. Sapa pun tak bisa bebas lagi. Mulut terkunci, hangat pelukan tak ada lagi. Jaga jarak, jaga diri dari bersentuhan secara fisik.

Akhirnya gadget menjadi piranti paling akrab. Paling dekat dan paling popular di mata siapa saja, termasuk anak usia sekolah. Sesuatu yang awalnya menjadi kebutuhan karena pelaksanaan pembelajaran, kini fungsinya makin “bertambah”. Yakni menjadi pengganti orang-orang yang telah lama menabur cinta untuk mereka. Tak nampak lagi komunikasi harmonis antara orang tua dan anak.

Yang ada pada sebagian besar dari mereka adalah perasaan sebal karena beban mengajar seolah ditumpukan pada orang tua.
Pikiran dan kesibukan terpecah antara mencari uang dan memikirkan pelajaran. Rasa jengkel atau “sewot” kini menjadi semacam kebiasaan baru.

Orangtua sewot karena juga harus mengurus pelajaran anak, sementara sang anak sewot pula karena beban tugas yang makin deras diberikan guru-gurunya. Lepas itu, gadget menjadi pelipur lara. Harus diam di rumah usai pembelajaran online memaksa siapapun stay at home. Tak ada pilihan hingga muncullah "phubbing" yang makin nyata.

Begini Bengisnya AB dan R Aniaya Santri di Jambi hingga Tewas

Dunia maya menjadi keakraban berikutnya. Ada orang di rumah tapi tak ada tawa canda ramah. Sunyi, dengan kesibukan jari penghuni pada gadget yang dipunya. Ironi yang tak hanya nampak di kota metropolis, juga muncul di pelosok kampung.

Pesantren Sebagai Solusi
Hal-hal di atas adalah contoh ekses negatif yang ditimbulkan pembelajaran online di rumah. Itulah sebabnya model pendidikan terkonsentrasi di sebuah tempat dengan tatap muka menjadi sebuah alternatif pilihan terbaik. Pola pendidikan berbasis pesantren dengan asrama "boarding school" menjadi solusi terbaik pendidikan pada masa pandemi ini.

Santri Dianiaya hingga Tewas di Jambi, Kepala dan Rusuk Korban di Pukul Kayu

Aturan ketat bahwa penghuni lembaga tidak boleh keluar menjadi acuan yang direkomendasikan. Tentu saja orangtua harus pandai memilih lembaga yang akan dimasuki anaknya. Harus yang benar-benar save dengan kata "aman", baik dari sisi kesehatan maupun lingkungan belajar. Lembaga yang memberikan rasa aman dan nyaman untuk peserta didik maupun orangtua.

Pilihan pada lembaga dengan label “pesantren salafiyah” merupakan eksekusi terbaik. Mengingat kontrol protokol kesehatan ketat yang akan didapatkan bila menjadi bagian dari lembaga tersebut. Karena bagaimanapun buah hati adalah amanah Allah kepada orangtua yang harus dipastikan proses pembelajaran tetap berjalan dengan baik pada era yang tak menentu ini. Dua persoalan akan diselesaikan bila menempatkan anak di lembaga pendidikan semacam ini.

Polisi Tetapkan 2 Tersangka Kasus Meninggalnya Santri di Tebo Jambi

Dari sisi kesehatan, orangtua tak perlu was-was dan dari sisi keberlangsungan pendidikan orangtua boleh tenang. Dalam khazanah keilmuan Islam, syarat mutlak adalah ada adanya proses tatap muka anak dan guru secara intens, biasa dikenal talaqqi. Sehingga nilai-nilai agung dalam text book, ditampilkan oleh para ustadz dan guru, kemudian diserap dan diamalkan oleh murid. Sehingga hal-hal negatif yang ditimbulkan dari pemakaian gadget yang out of control bisa diminimalisir.

Pesantren dengan label salaf akan menjadikan orangtua tenang. Inilah yang saat ini dibutuhkan. Inilah solusi cerdas pada masa pandemi. Apalagi label tangguh yang tersemat itu telah melalui proses ketat, sehingga merupakan garansi yang membuat orangtua tak perlu risau lagi. Memasukkan anak di lingkungan pesantren adalah pilihan bijak untuk saat ini.

Mendapat ilmu pengetahuan yang dibutuhkan tanpa hambatan jarak maupun kelangkaan tatap muka juga mendapatkan tempat yang aman dan nyaman karena layanan yang diberikan. Wajib mengikuti protokoler ketat ala pandemi, tenaga medis yang siap melayani, tempat tinggal yang representatif, mentor pendamping yang kompeten adalah beberapa alasan yang menjadikan pesantren tangguh sebagai opsi paling memungkinkan pada saat ini untuk kelangsungan studi buah hati.

Untuk pendidikan terbaik pada masa pandemi ini, pilihlah pesantren tangguh. Tak perlu ragu lagi bila ingin memasukkan buah hati mengenyam pendidikan di tempat ini. Orangtua tenang, anak pun merasa senang dan nyaman.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya
Disclaimer: Artikel ini adalah kiriman dari pengguna VIVA.co.id yang diposting di kanal VStory yang berbasis user generate content (UGC). Semua isi tulisan dan konten di dalamnya sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis atau pengguna.