5 Tips Tetap Kompak sebagai Orang Tua usai Bercerai

- vstory
VIVA - Perkawinan adalah ikatan batin antara seorang pria dan wanita sebagai suami dan istri, dengan tujuan membentuk keluarga yang bahagia dan kekal. Akan tetapi tidak semua orang bisa menciptakan keluarga sesuai dengan harapan serta cita-cita yang direncanakan sejak awal karena adanya perceraian, entah itu cerai mati, cerai talakĀ atau cerai atas putusan hakim.
Dampak dari perceraian antara orang tua adalah anak. Karena bagaimana pun yang tadinya anak selalu bersama dengan kedua orang tuanya, tiba-tiba anak tersebut berpisah rumah dengan salah satu orang tuanya.
Satu hal yang menjadi concern untuk orang tuanya adalah bagaimana agar mereka tetap menjadi sosok orang tua yang utuh walaupun sebenarnya mereka sudah tidak bersama-sama lagi. Alhasil karena sudah memiliki anak yang tadinya status mereka āsuami-istriā berganti menjadi āteman baikā yang sama-sama memiliki tujuan yaitu pengasuhan anak.
Pola komunikasi yang intens perlu dilakukan orang tua untuk memudahkan kegiatan pengasuhan anak. Dengan adanya pola komunikasi yang intens akan menimbulkan komunikasi yang efektif sehingga tidak timbul suatu kesalahpahaman. Akibat perceraian akan menimbulkan keadaan yang asing bagi sang anak karena mereka akan tinggal dengan salah satu orang tuanya atau bahkan bergantian.
Tentu pola asuh yang diterima pun akan berbeda di saat anak tersebut sedang tinggal bersama ibunya dan di saat sedang tinggal bersama ayahnya. Peran komunikasiĀ antara orang tua dan anak di sini amatlah penting agar anak pun bisa tetap tumbuh dan berkembang dengan baik di lingkungan sekitarnya.
Komunikasi dalam keluarga bisa berlangsung secara timbal balik dan silih berubah. Dapat dari orangtua ke anak, anak ke orangtua, ataupun dari anak ke anak. Sumber terbentuknya komunikasi karena ada suatu pesan yang ingin diinformasikan.
Dengan pola komunikasi yang efektif akan tercipta pola asuh yang baik. Aktivitas pengasuhan anak hendak sukses bila pola komunikasi yang terbentuk dengan cinta serta kasih sayang dengan memposisikan anak selaku subjek yang wajib dibina, dibimbing, serta dididik,