Menggapai Peluang di Masa Covid-19

Ilustrasi masa pandemi.
Sumber :
  • vstory

VIVA – Ada adagium “Gelar Sarjana itu penting tetapi gelar dagangan itu lebih penting”. Sejak pandemi Covid-19 melanda dunia termasuk Indonesia, banyak usaha yang gulung tikar. Apakah pengusaha kelas kakap mapun kelas teri. PHK merebak di mana-mana. Pengangguran meningkat.

Kapten Vincent Kena Flu Singapura Sampai Bernanah: Lebih Sengsara dari COVID!

Banyak yang punya gelar banting setir. Jualan apa saja yang penting ada pendapatan. Namun ada juga usaha yang moncer. Misalnya, distribusi barang dan bidang kesehatan terutama perlengkapan dan obat-obat kesehatan. Ringkasnya ada ancaman juga ada peluang.

Kini kita masuk era digital. Tercatat per Januari 2020, jumlah penduduk Indonesia sekitar 272 juta. Tapi pemilik hand phone (HP) sekitar 338 juta, lebih banyak dari jumlah penduduknya. Pengguna internetnya sekitar 175 juta orang. Yang aktif di media sosial sekitar 160 juta.

KPK Cecar Fadel Muhammad soal Dugaan Kasus Korupsi APD di Kemenkes RI

Kalau dirinci lebih detil,   plaform yang paling terbanyak digunakan warga Indonesia adalah Youtube (88%), diikuti Whatsapp (84%), kemudian Facebook (82%), Instagram (79%), dan peringiat kelima adalah Twitter (56%). Tentu banyak aplikasi lain yang digunakan warga untuk media sosial. Ada Tik Tok, Linkedin, FB Messenger, dan lain-lain.

Kalau diteliti lebih dalam lagi, misalnya, Facebook (FB). Aplikasi ini, dari data per Januari 2020, pemilik akun ini ada sekitar 130 juta penduduk Indonesia, dengan  penggunanya didominasi oleh usia 13 tahun ke atas (62%). Yang melihat iklan di FB itu di dominasi pria (55,6%) dan wanita (44,4%). Data-data ini semua adalah peluang. Peluang untuk apa antara lain untuk yang sedang tren sekarang  dan ke depan yaitu  digital marketing.

Cerita Anne Avantie Bangkrut, Temukan Kebahagiaan di Tempat Tak Terduga

Sekarang lagi “booming” digital marketing atau bisnis online. Alberto Leonardo, seorang milenial, mengunggah pesan di media sosial: “Lima miliar dalam waktu kurang dari dua bulan hanya dengan jualan kaos”. Lengkap dengan tayangan youtube-nya. Ada Atina Maulia, pemudi cantik berhijab. Punya kisah sukses. Awalnya Atina memulai bisnis hijab on line seorang diri. Tetapi karena sang kakak, Intan Kusuma Fauzia, yang kedapatan tugas membuat bisnis sebagai syarat kelulusannya, maka kakak-adik ini melahirkan Valina Hijab. Pemudi yang menjalani usaha sejak usia 20 tahun ini memproduksi sendiri hijabnya. Setiap bulan, setidaknya sekitar 3500 potong hijab habis terjual oleh para pembelinya.

Itu salah satu contoh kecil saja bagaimana bisnis di masa Covid. Di masa Covid ini, bisnis off line melemah. Sebaliknya bisnis on line tumbuh berkembang pesat. Bisnisnya bisa dimulai dengan modal yang relatif rendah. Mudah di-deliver melalui ekspedisi. Dan intinya, bisnis model ini “harus” berkolaborasi.

Apalagi kini pemerintah sangat mendorong tumbuh berkembangnya bisnis. Ada kemudahan perizinan. Gampang dapat sertifikat halal. Banyak akses permodalan. Tidak sulit untuk memperoleh Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI). Dan kemudahan-kemudahan lainnya. Memang ada yang belum maksimal diberikan: akses pasar dan kemampuan memasarkan produk.

Itu tantangannya. Tapi, dibalik itu, ada peluang bisnis. Untuk itu, perlu perubahan pola pikir (mind set), meningkatkan online skill, membangun jaringan, kolaborasi, mengidentifikasi produk yang cocok yang dibutuhkan pasar, dan kecepatan eksekusi. Apa mazhab usahanya ? Bisa jadi produsen atau pedagang/trader (reseller). Kalau jadi produsen; bikin merek sendiri, urus perizinan, mesti punya stok yang cukup, modal yang memadai, merekrut tim yang kreatif termasuk tim marketing yang kreatif, rata-rata persiapannya lama, tentu dengan berharap mendapat keuntungan yang besar.

Sedangkan trader; harus membangun jaringan, memperkuat tim marketing, memperkuat sistem, mencari dan menambah produk yang akan dipasarkan, tidak perlu stok yang banyak, persiapannya rata-rata lebih singkat, dan relatif tanpa modal.

Lantas mulai darimana kita berbisnis ? Mulai dari sekarang. Mulai dari yang kecil-kecil. Mulai dari yang ada di hadapan kita. Mulai dari barang yang paling dekat dengan kita. Jangan lupa mulai dari bismillah.

Bagaimana caranya ? Banyak jalan menuju Roma. Bergabung dengan orang-orang yang telah sukses. ATM (Amati, Tiru, dan Modifikasi). ATP (Amati, Tiru, Plek-plek). Bergabung dengan rekan se-visi. Bergabung dengan komunitas usaha. Belajar bisnis dari sekarang. Belajar bisnis sambil bekerja atau kuliah.

Bagaimana membesarkan usaha kita ? Carilah mentor yang cocok. Belajarlah yang banyak dari orang-orang yang telah berhasil baik secara offline maupun online. Carilah akses pasar (jaringan) dan akses produk. Jangan malu atau gengsi untuk bertanya. Harus ulet dan giat. Jangan malas termasuk tentu berdoa. Deputi Bidang Produksi dan Pemasaran Kementerian Koperasi dan UKM, Victoria Simanungkalit, mengatakan “2021, UMKM harus konsolidasi, digitalisasi, kreatif, dan inovatif berbasis riset”.

Di Indonesia, jumlah Usaha Kecil Menengah (UKM) per tahun 2021 sekitar 64 juta. UKM e-commerce-nya terdaftar sampai tahun 2021 ini sekitar 12 juta. Ada peluang potensi ekonomi digital sampai 2025 sebesar 133 miliar dollar Amerika Serikat. Silakan hitung sendiri kalau misalnya katakanlah satu dollar setara dengan Rp 10.000. Dan ada dana pemulihan ekonomi nasional UKM sekitar 123,5 triliun rupiah (Sumber: Kemenkokupkm, Kemenkeu, Bank Indonesia. Data 2019, 2020, 2021). 

Saya teringat ucapan Bob Sadino yang dianggap salah satu pengusaha yang fenomenal, yang lebih senang bercelana pendek kemana-mana. Dia mengatakan: “Jangan pernah berprinsip ‘harus ada uang untuk memulai usaha”, coba dibalik “harus ada usaha untuk menghasilkan uang”. Selamat mencoba. /*

Iskandar Siregar – Pemred Nuansa Persada / Ketua DPP LDII

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya
Disclaimer: Artikel ini adalah kiriman dari pengguna VIVA.co.id yang diposting di kanal VStory yang berbasis user generate content (UGC). Semua isi tulisan dan konten di dalamnya sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis atau pengguna.