Penegakkan UU ITE dan Pelanggaran Etika di Media Sosial

Ilustrasi Menggunakan Media Sosial (Foto: komunikasulut.com)
Sumber :
  • vstory

VIVA – Pada era digital seperti ini kepekaan terhadap nilai-nilai etika yang digaungkan dalam UU ITE nampaknya belum berjalan secara masksimal. Masyarakat dumay atau yang sering kita sebut sebagai netizen, masih acuh tak acuh terhadap isi dari UU ITE tersebut.

Kemenkominfo Mengadakan Kegiatan Talkshow "Promosi Budaya Indonesia Lewat Konten Digital"

Bisa dikatakan sosialisasi UU ITE yang berkaitan tentang beretika atau sopan santun dalam bermedia sosial belum sempurna. Mereka para netizen masih sering terlihat menggunakan kata-kata sarkasme (kasar) ketika berkomentar ataupun membuat konten-konten "nyinyir" di media sosial seperti di Tik-Tok, Instagram, ataupun di Facebook.

Dari hal ini jelas bahwa isi dari Undang Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) tahun 2008 masih harus dikaji lebih lanjut dan direvisi. Menurut Siberkreasi, Kominfo, Japelidi 2021 bahwa ada 4 pilar dalam menerapkan literasi digital, yaitu cakap digital (digital skill), budaya digital (digital culture), etika digital (digital etchics), keamanan digital (digital safety).

Kemenkominfo Mengadakan Kegiatan Nobar Kreatif di Dunia Digital Sejak Dini

Dari keempat pilar ini, ada dua pilar yang penting dalam membentuk jati diri bangsa Indonesia, yaitu budaya dan etika.  Literasi budaya yang dimaksud adalah kemampuan diri  dalam membaca, menguraikan, membiasakan, memeriksa, dan membangun wawasan kebangsaaan, nilai pancasila, dan bhineka tunggal ika dalam kehidupan sehari-hari. Kemudian dilanjutkan dengan literasi etika yang diharapkan ialah kemampuan diri dalam menyadari, mencotohkan, menyesuaikan diri, merasionalkan, mempertimbangkan, dan mengembangkan tata kelola digital (attitude) dalam pergaulan setiap hari.

Nenek moyang dan orang tua kita sebenarnya dari sejak dulu juga sudah mengajarkan bahwa belajarlah bersikap sopan santun terhadap orang yang lebih tua. Pada masyarakat jawa dikenal dengan sikap "unggah-ungguh", "andhap ashor",  dan "ngajeni". 

Heru Budi Bakal Tingkatkan Pengawasan Buntut Kasatpel Numpang Mobil Dishub ke Puncak

Harusnya budaya warisan itu bisa kita pertahankan sampai sekarang di era digital ketika bermedsos. Sehingga kita tidak akan kehilangan ruh sebagai warga NKRI yang sejak dulu dikenal dengan etika kesantunan dalam berbahasa.

Pakar bahasa Markhamah dan Atiqa Sabardila (2013:153) menyatakan bahwa kesantunan merupakan suatu cara yang dilakukan penutur saat berkomunikasi supaya penutur tidak merasa tertekan, tersudut, dan tersinggung. Tapi, kalau masyarakat kita tetap ngotot tidak bisa beretika dan santun dalam bermedsos siap-siap saja dijemput oleh pihak berwajib.

Hal ini dikarenakan melanggar Pasal 27 Ayat (3) yang menyebutkan bahwa setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik dan Pasal 45 UU ITE, yang berbunyi : (1) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1), ayat (2), ayat (3), atau ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

Solusi Meredam Pelanggaran UU ITE 

Banyak jejak-jejak digital terekam tentang kasus-kasus penghinaan nama baik atau kehormatan yang berakhir dijeruiji besi dari mulai artis, pejabat negara hingga rakyat biasa. Salah satunya peristiwa bulan Juni yang bisa jadi bahan renungan bagi para netizen, yaitu kasus tahun 2020 yang lalu tentang pemilik akun facebook Oliver Leaman berinisial SM ditangkap kepolisian atas dugaan penghinaan terhadap wakil presiden RI Ma'ruf Amin. Statusnya yang menuliskan "Jangan kau jadikan dirimu Ulama tetapi kenyataannya kau penjahat agama. Di usia Senja Banyaklah Berbenah untuk ketenangan di Alam Barzah. Selamat melaksanakan Ibadah Shalat Jumat." 

Kemudian dalam unggahannya juga ditampilkan kolase foto Wakil Presiden RI dengan foto aktor film porno asal Jepang, Shigeo Tokuda alias Kakek Sugiono. Hal ini harusnya juga bisa menjadi pelajaran berharga untuk para netizen dan masyarakat kita ketika menggunakan media sosialnya harus taat kepada hukum yang berlaku. 

Solusi terbaik untuk meredam pelanggaran etika digital bermedsos bisa kita mulai dengan menggunakan media sosial tersebut seakan-akan seperti orang tua kita yang bisa mendidik, merawat, dan mengawasi kita. Sehingga ketika kita ingin menuliskan status ataupun berkomentar yang kasar, pedas, ataupun mengujat dengan otomatis akan "eling"  bahwa kita diawasi oleh orang tua kita sendiri dan durhaka jika melanggarnya. Karena kalau hanya hukum UU ITE yang bertindak tidaklah cukup perlu adanya kesadaran diri sendri untuk menjadi pribadi yang baik dan santun.

Dilanjutkan peran orang-orang terdekat yang berpengaruh dan mengawasi dalam pergaulan mereka termasuk orang tua dan keluarganya.Kemudian peran pemerintah pusat dan pejabat negara serta tokoh-tokoh nasional yang populer untuk berperan dalam menegakkan hukum UU ITE di negara ini dengan memaksimalkan tindakan-tindakan lebih nyata di lapangan dan pendekatan edukatif dalam beretika di medsos dari mulai kalangan remaja hingga dewasa. Sehingga julukan netizen "julid" dan "nyinyir" akan sirna dan tenggelam dengan adanya penegakkan UU ITE ini. (M. Lukman Leksono, S.Pd., M.Pd., Dosen dan Penggiat Literasi Digital Banyumas)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya
Disclaimer: Artikel ini adalah kiriman dari pengguna VIVA.co.id yang diposting di kanal VStory yang berbasis user generate content (UGC). Semua isi tulisan dan konten di dalamnya sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis atau pengguna.