Uji Materi Anggaran Dasar Partai Politik Menurut Penalaran Konstitusional

Bahrul Ilmi Yakup, Ahli Hukum Tata Negara dan Ilmu Perundang-Undangan (Foto/Dok.pribadi)
Sumber :
  • vstory

VIVA - “Terobosan hukum” yang dilakukan Yusril Ihza Mahendra berupa Permohonan Uji Materi (PUM) terhadap Anggaran Dasar (AD) Partai Politik (Parpol), mungkin mencengangkan bahkan mengangumkan bagi sebagian orang. Sebaliknya, dapat dicap sebagai tindakan konyol yang potensial mendegradasi citranya sebagai ahli hukum di mata sebagian pakar konstitusi dan hukum.

Pada tataran akademik, salah satu makna terminologi “Terobosan hukum” adalah upaya mengubah atau melanggar pakem aturan dan/atau tata cara yang berlaku. Oleh karena itu, terobosan hukum dapat berhasil, sebaliknya  dapat pula gagal. Suatu yang pasti, terobosan hukum bernilai positif oleh karena akan menggugah munculnya sikap kritis terhadap kejumudan status quo.

Terlepas dari tanggapan pro kontra, dalam konteks serta upaya membangun sistem peradilan yang konstitusional,  terobosan hukum yang dilakukan Yusri tetap memiliki sisi positif yaitu untuk memperoleh umpan balik yang bermanfaat dalam rangka  membangun sistem peradilan yang lebih berkeadilan dan bermartabat. Oleh karena itu, terobosan hukum Yusril tersebut layak dikritisi secara obyektif berdasarkan penalaran konstitusional-yuridis

Dalam konstruksi Indonesia sebagai negara hukum yang dimaksud Pasal 1 ayat (3) UUD 1945, setiap terobosan hukum niscaya harus dalam kerangka penalaran konstitusional yuridis, agar kritisasi bersifat obyektif, seraya melepaskan dimensi emosional yang bersifat instan dan profan. Oleh karena itu, abilitas untuk menyikapi suatu fenomena secara obyektif merupakan karakter utama para akademisi hukum.

Dalam dimensi penalaran konstitusional yuridis, Permohonan Uji Materi Anggaran Dasar (sebut “Pumad”) Parpol membentur seraya bertentangan dengan beberapa aspekkonstitusiona-yuridis.

Pertama,  Aspek Kewenangan Mahkamah Agung. Pasal 24 ayat (1) dan (2) menisbahkan bahwa Mahkamah Agung sebagai pemegang kekuasaan kehakiman yang merdeka yang berkewajiban menegakkan hukum dan keadilan. Idealnya Mahkamah Agung menegakkan hukum dan keadilan secara integratif dalam satu tarikan nafas. Namun dalam hal menyangkut prosedur dan tata cara, Mahkamah Agung wajib  mengedepankan penegakan hukum dalam arti normatif demi tercapainya kepastian hukum, sedangkan pada dimensi sosiologis dan/atau rasa keadilan, Mahkamah Agung dapat mengedepankan penegakan keadilan.

Sebagai pemegang kekuasaan kehakiman, Pasal 24A UUD 1945 telah mengatur seraya membatasi wewenang Mahkamah Agung dalam tiga ihwal, yaitu (1). Memeriksa dan mengadili perkara pada tingkat kasasi, (2). Menguji peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang terhadap undang-undang, dan (3). Memiliki wewenang lain yang diberikan oleh undang-undang.  

Dalam hirarki jenis peraturan perundang-undangan,  Pasal 7 ayat (1) dan Pasal 8 ayat (1) Undang-Undang (UU) No.12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan telah mengunci dan membatasi apa yang dimaksud peraturan perundang-undangan yaitu, UUD 1945, TAP MPR, UU, Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden, Peraturan Daerah Provinsi, Peraturan Daerah Kabupaten/Kota, dan Peraturan yang dibentuk oleh lembaga negara atau organ negara. Dengan demikian, dalam penalaran konstitusional yuridis, Anggaran Dasar Parpol tidak masuk kategori jenis peraturan perundang-undangan.

Lebih lagi bila dikaitan dengan norma Pasal 28D ayat (1) UUD 1945  yang menghendaki adanya  kepastian hukum (rechtzekerheids), sangat tegas bahwa Mahkamah Agung (MA) tidak berwenang menyatakan AD apalagi Anggaran Rumah Tangga Parpol sebagai jenis peraturan perundang-undangan, meskipun dengan menggunakan interpretasi ekstentif.

Secara konstitusional, norma Pasal 24A ayat (1) memang mengatur MA memiliki wewenang lain yang bersifat enumeratif. Namun wewenang lain tersebut bersifat bersyarat, yaitu harus diberikan undang-undang. Permasalahanya, sampai saat ini tidak ada undang-undang yang memberi wewenang kepada MA untuk memeriksa dan mengadili Pumad Parpol. Dengan demikian, secara yuridis-substansial, MA tidak  berwenang  memeriksa dan mengadili Pumad Parpol.

Kedua, Aspek Anggaran Dasar Parpol sebagai Obyek Judicial Review.  Pasal 28D ayat (1) UUD 1945  dan Pasal 7 ayat (1) dan Pasal 8 ayat (1) Undang-Undang No.12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan telah mengunci dan membatasi bahwa AD Parpol bukan merupakan jenis peraturan perundang-undangan. Eksempsi demikian memang niscaya secara konstitusional, sebaba Parpol adalah badan hukum non lembaga negara atau organ negara.

Ketiga,  Aspek Legal Standing Pemohon Prinsipal.  Pasal 15 ayat (1)  Undang-Undang No.2 Tahun 2008 tentang Partai Politik telah mengatur bahwa kedaulatan parpol berada di tangan anggota dan dilaksanakan menurut AD dan Anggaran Rumah Tangga (ART) Parpol. Dengan demikian, hanya anggota sah suatu parpol yang memiliki kedudukan hukum untuk mempersoalkan atau menjadikan  AD Parpol sebagai obyek sengketa. Secara a contrario, mantan anggota parpol tidak memiliki hak konstitusional maupun yuridis untuk mempersoalkan AD suatu Parpol.

Keempat,Aspek Mekanisme Perubahan AD Parpol. Pasal 5  (1) UU No.2 Tahun 2011 mengatur bahwa  AD dan ART suatu Parpol dapat diubah sesuai dengan dinamika dan kebutuhan Partai Politik. Selanjutnya, ayat (2) UU No.2 Tahun 2011 mengatur  mengatur Perubahan AD dan ART dilakukan berdasarkan hasil forum tertinggi pengambilan keputusan Partai Politik. Dengan demikian, secara konstitusional-yuridis, AD Parpol hanya dapat diubah berdasarkan asas Contrarius Actus.

Dengan demikian,  Mahkamah Agung tidak memiliki wewenang substantif untuk mengubah AD Parpol.  Eksemsi demikian sinkron dan harmonis dengan norma Pasal 24A 1 UUD 1945 dan Pasal 7 ayat (1) serta Pasal 8 ayat (1) UU No.12 tahun 2011 yang tidak memberi wewenang kepasa MA untuk memeriksa dan mengadili AD Parpol.

Kelima, Aspek Hukum Acara Uji Materi AD Parpol. Demi mewujudkan kepastian hukum dan keadilan kepada semua pihak pencari keadilan (justitiabelen) setiap ihwal pelaksanaan wewenangnya, khususnya wewenang untuk memeriksa dan mengadili suatu perkara, termasuk Pumad Parpol, MA harus bertindak berdasarkan Hukum Acara yang baku yang sudah ditetapkan sebelum perkara tersebut muncul. Ihwal yang harus diatur secara baik dan rinci dalam hukum acara antara lain, para pihak berperkara, obyek perkara, jangka waktu pemeriksaan, upaya hukum, dan lainnya. Secara faktual, sampai saat ini, MA sama sekali belum mengatur hukum acara Pumad Parpol.

Bobby Nasution Bilang Ada Partai Berikan Tugas ke Dia Maju di Pilgub Sumatera Utara

Mengacu penalaran konstitusional yuridis terhadap Pumad Parpol, DPR sebagai pemegang wewenang legislasi sebagaimana diatur Pasal 20 ayat (1) UUD 1945 semestinya mampu mencermati  dan mengkritisi akan adanya urgensi untuk mengatur ihwal mekanisme perubahan AD Parpol melalui pengadilan guna mengurangi atau menghilangkan kejumudan Parpol dewasa ini. (Bahrul  Ilmi Yakup, Ahli Hukum Tata Negara dan Ilmu Perundang-Undangan, Ketua Asosiasi Advokat Konstitusi, dan Dosen Pascasarjana Ilmu Hukum)

Ketua Harian DPP Partai Gerindra, Sufmi Dasco Ahmad

Gerindra Siapkan Kader Internal yang Potensial Menang di Pilkada Jakarta

Gerindra masih merahasiakan kader yang akan diusung untuk Pilkada Jakarta.

img_title
VIVA.co.id
17 April 2024
Disclaimer: Artikel ini adalah kiriman dari pengguna VIVA.co.id yang diposting di kanal VStory yang berbasis user generate content (UGC). Semua isi tulisan dan konten di dalamnya sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis atau pengguna.