Irasionalitas Pendekatan Militeristik di Tanah Papua

Ilustrasi keberadaan tentara di Papua
Sumber :
  • ANTARA/Hans Arnold Kapisa

VIVA – Konflik-konflik masif yang terjadi di bumi Cendrawasih seolah begitu rumit untuk menemukan titik terang penyelesaian. Beragam akar konflik memicu perang tak berkesudahan.

Idrus Marham: Fakta atau Omon-Omon?

Pemicu konflik nyata yang menyayat hati rakyat Papua amatlah beragam dan kompleks. Diskriminatif, rasisme, pengerukan sumber daya alam yang tak memberikan kemakmuran secara kompleks, arah pembangunan infrastruktur yang tidak disesuaikan dengan latarbelakang rakyat Papua, sejarah pelanggaran HAM yang tak diusut tuntas dan beragam persoalan lainnya diyakini sebagai akar persoalan.

Persoalan-persoalan tersebut harusnya dapat dimitigasi melalui lahirnya Otsus (Otonomi khusus) pada tahun 2001, namun sejauh ini Otsus masih belum mampu menjadi “benang merah” dalam me-resolusi konflik tak berkesudahan di tanah Papua.

Pembelajaran Berdiferensiasi dan Upaya Menumbuhkan Potensi Peserta Didik

Kemerdekaan Indonesia sepenuhnya masih belum mampu melahirkan keadilan bagi rakyat Papua hingga dewasa kini.

Ironisnya, dalam upaya penyelesaian konflik di tanah Papua, pemerintah justru mempertahankan pendekatan militeristik yang sudah sejak lama digunakan dan nihil membuahkan hasil yang win-win solution.

Terima Penghargaan karena Menangkan Capres 5 Kali Beruntun, Denny JA Beri Pesan Politik

Pada bulan Mei 2021 lalu misalnya, pemerintah justru menambah pasukan militer sebanyak 400 personel yang tergabung dalam Satgas Pamrawah untuk dikirimkan ke bumi Papua.

Pendekatan militeristik semacam ini harusnya dihindari karena ditakutkan hanya akan memancing agresifitas dan reaksioner tinggi dari rakyat Papua. Rakyat Papua dinilai akan ketakutan dan merasa tidak aman juga nyaman dalam melakukan aktivitas sosial. Seolah kekayaan alam, sosial dan budaya di Papua begitu kontradiktif dengan tingkat keamanan manusia di sana.

Jika langkah pendekatan militeristik ini terus dipertahankan, bukan tidak mungkin bahwa penyelesaian merupakan ilusi berkepanjangan. Sudah sebaiknya pemerintah lebih fokus dan memilih langkah yang lebih kultural dan humanis dalam menyelesaikan konflik.

Pendekatan-pendekatan secara humanis akan lebih meredam tensi emosional antara rakyat Papua dengan pemerintah Indonesia.

Di sisi lain, aspek-aspek yang menjadi tuntutan dan merupakan hak bagi rakyat Indonesia khususnya Papua dapat diperhatikan secara komperhensif.

Pembangunan infstruktur kesehatan dan pendidikan seharusnya juga menjadi lebih penting untuk diperhatikan bukan hanya soal bisnis sumber daya alam semata. Kurang lebih dengan begitu dapat meredam akar konflik yang tak berkesudahan di bumi Cendrawasih Indonesia tercinta. (Zainul Rahman, Staf Kemenpolhukam BEM Universitas Muhammadiyah Malang)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya
Disclaimer: Artikel ini adalah kiriman dari pengguna VIVA.co.id yang diposting di kanal VStory yang berbasis user generate content (UGC). Semua isi tulisan dan konten di dalamnya sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis atau pengguna.