Kesehatan Mental, 3 Dimensi Gejala Skizofrenia

Ilustrasi foto: Pinterest
Sumber :
  • vstory

VIVA – Menurut World Health Organization (WHO), isu kesehatan mental di negara berkembang masih jadi topik yang terpinggirkan. Akibatnya, 4 dari 5 penderita gangguan mental belum mendapatkan penanganan yang sesuai. Pihak keluarga pun hanya menggunakan kurang dari 2% pendapatannya untuk penanganan penderitanya.

Pentingnya Deteksi Dini: Gejala Awal serta Faktor Risiko Kanker Serviks yang Harus Diwaspadai

Seperti yang kita tahu, ada berbagai masalah kesehatan mental dan salah satunya yaitu skizofrenia. Istilah skizofrenia sering disamakan dengan orang gila, padahal stigma ini tidak akurat sama sekali. Hanya saja ada beberapa gejala yang muncul pada dirinya, sehingga dia tidak berperilaku selayaknya orang normal.

Skizofrenia menyerang sekitar lebih dari 23 juta orang di dunia. Sementara di Indonesia, pengidap skizofrenia mencapai 400.000 ribu orang dengan prevalensi 6,7% per 1000 rumah tangga.

5 Fakta Penting tentang Penyakit FLUTD pada Kucing

Kurangnya pemahaman masyarakat tentang penyakit ini, menjadikan orang dengan skizofrenia (ods) tidak mendapatkan pengobatan yang tepat dan menjadi penyakit yang disalahpahami serta dicap negatif saat ini. Namun sebelum kita membicarakan ini lebih lanjut, apa itu skizofrenia?

Skizofrenia adalah penyakit mental serius yang memengaruhi kemampuan seseorang untuk berpikir jernih, mengatur emosi, dan berperilaku dengan baik yang berefek pada hilangnya kemampuan membedakan antara imajinasi dan realitas.

61 Kasus Flu Singapura Ditemukan di Surabaya, Kenali Gejala-gejalanya

Skizofrenia dapat menyerang semua kalangan, tetapi lebih cenderung pada usia remaja hingga awal 20-an bagi pria, dan akhir 20-an hingga awal usia 30-an bagi wanita. Umumnya bersifat kronis dan merupakan gangguan otak yang membutuhkan perawatan seumur hidup.

Gangguan skizofrenia memiliki gejala yang berbeda-beda bagi penderitanya, dan dibagi menjadi 3 dimensi yaitu :

1. Gejala positif

Gejala positif adalah indikasi yang hanya ditemukan pada penderita skizofrenia dan tidak ditemukan pada orang sehat. Gejala positif diantaranya :

• Delusi: Sebuah keyakinan kuat terhadap sesuatu yang tidak sesuai dengan kenyataan dan tidak dapat terbantahkan oleh orang sekitarnya. Sebagai contoh, dia menganggap bahwa tayangan televisi sedang membicarakan tentang dirinya dan merasa bahwa dirinya bisa membaca pikiran orang ataupun sebaliknya.

• Halusinasi: Gangguan persepsi pada pengendalian. Misalnya adanya stimulus atau rangsangan melihat, mencium, merasakan, mendengar sesuatu yang sebenarnya tidak ada.

• Gangguan pikiran: di mana seseorang kesulitan berpikir secara logis dan menimbulkan pembicaraan yang sukar dimengerti.

• Gangguan gerakan: Umumnya memiliki perubahan gerakan tubuh yang tidak biasa, seperti termenung di tempat yang gelap tanpa lampu.

2. Gejala negatif

Aspek gejala negatif merupakan kemampuan yang biasanya dimiliki oleh orang sehat namun menurun atau menghilang pada orang dengan skizofrenia. Ditandai dengan berkurangnya respons dari wajah penderitanya, serta memiliki ekspresi perasaan yang cenderung datar. Gejala negatif di antaranya:

• Kehilangan minat pada aktivitas yang biasanya disenangi.

• Kehilangan motivasi hidup dengan cenderung banyak diam.

• Anti sosial atau menarik diri dari lingkungan sekitarnya.

3. Gejala kognitif

Gejala kognitif meliputi gangguan pada ingatan dan konsentrasi, sehingga memerlukan bantuan dari orang-orang sekitarnya. Aspek ini sangat memengaruhi nalar dan proses berpikir untuk mengembangkan kemampuan rasional. Gejala kognitif di antaranya:

• Memorinya kesulitan dalam pengambilan keputusan.

• Mudah kehilangan konsentrasi.

• Kesulitan menyimpulkan sebuah informasi.

Setelah mengetahui gejala-gejala skizofrenia, perlu dingat bahwa kita tetap tidak boleh mendiagnosis seseorang dengan semaunya. Maka dari itu, diperlukannya assessment atau pemeriksaan lebih lanjut oleh pakarnya, seperti sejauh mana gejala-gejala ini muncul pada seseorang dan apakah gejala ini benar-benar menggangu fungsi kerja sehari-hari.

Jika Anda merasa memiliki masalah kesehatan mental, jangan membiarkan siapa pun tahu bahwa anda tidak memiliki penyakit mental. Katakanlah aku sakit, aku perlu pengobatan, aku perlu berbicara dengan dokter, jangan sampai terlambat. Now or too late. (Nadilla Nurfazriah, Mahasiswa Fakultas Ilmu Kesehatan, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya
Disclaimer: Artikel ini adalah kiriman dari pengguna VIVA.co.id yang diposting di kanal VStory yang berbasis user generate content (UGC). Semua isi tulisan dan konten di dalamnya sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis atau pengguna.