Menggagas Gerakan Ekonomi Berbasis Masjid

sumber: wikipedia.com
Sumber :
  • vstory

VIVA - Seorang ibu rumah tangga bunuh diri karena utang di pinjaman online. Demikian kabar viral yang banyak dilansir media online  dan media cetak  serta televisi.

Sri Mulyani Kumpul Bareng Menkeu G20 hingga IMF di AS Bahas Dampak Konflik Israel-Iran 

Memang saat pandemi seperti sekarang ini di saat ekonomi susah  serta harga barang kebutuhan yang kian melambung, maka bisa membuat banyak orang untuk  secara gelap mata meminjam uang ke jasa pinjaman online atau pinjol.

Bak masuk ke “jebakan batman”  masyarakat yang meminjam uang lewat pinjaman online seolah jadi jalan keluar dari masalah keuangan, tapi malah mereka membuat masalah baru yang membuat  mereka terjerat utang ala rentenir.

Lebih Rendah dari Vietnam dan Filipina, Ekonomi Indonesia Diramal IMF Tumbuh Cuma 5 Persen

Banyak kasus aplikasi pinjaman online (pinjol) pada awalnya menawarkan bunga rendah dan waktu pembayaran yang longgar. Tapi begitu seorang konsumen masuk menjadi peminjam, maka dia akan dijebak dengan bunga yang tidak sesuai perjanjian dan tenggang waktu yang singkat. Hal itu sebagaimana kita lihat dan dengar  pada kesaksian mantan karyawan pinjol di televsi  swasta beberapa waktu yang lalu.

Jadi sebenarnya yang dibutuhkan masyarakat adalah pinjaman lunak tanpa bunga yang bisa mengangkat derajat ekonomi para rakyat bawah yang saat ini sedang tergoncang karena badai pandemi  Covid-19.

Ini 5 Dampak Serius Konflik Iran-Israel ke Ekonomi RI, Simak!

Karena bagaimanapun kalau masyarakat ingin bangkit secara ekonomi mereka butuh modal untuk menggerakan usaha. Tapi mereka  meminjam uang  di perbankan  terkendala dengan syarat  yang ketat dan bunga yang lumayan tinggi.

Banyak bukti  memperlihatkan bahwa usaha mikro dan industri kecil yang merupakan sektor ekonomi masyarakat bawah, sulit berkembang membesar, karena sering kali mereka terperangkap  dalam proses pemiskinan, karena seringkali terjadinya pengikisan modal usaha yang dialihkan untuk pembayaran utang, di samping untuk kebutuhan ekonomi rumah tangga sehari hari (Setyo, 2007).

                                                                                                                              Maraknya pinjaman online yang banyak menjerat  masyarakat  selain butuh  upaya pemerintah agar  memberantasnya  seperti dilakukan pihak aparat dengan melakukan operasi  pengrebegan di lokasi adanya pinjol berada di berbagai lokasi baru-baru ini , tetapi juga perlu memikirkan kredit lunak tanpa bunga kepada  masyarakat luas.

Di saat sekarang ini banyak digulirkan bantuan sosial tunai oleh pemerintah untuk masyarakat  berbagai kalangan masyarakat kecil. Di sini perlu juga digagas pinjaman lunak tanpa bunga oleh pemerintah atau pihak  masyarakat yang mempunyai modal besar. Jadi semacam  konsorsium masyarakat  yang mempunyai harta  untuk menolong saudara mereka dari kalangan masyarakat bawah.  

Apa yang dilakukan oleh seorang  influencer  dengan mendirikan gerakan  modal bergulir untuk masyarakat bawah patut diacungi jempol.  Serta gerakan ini harusnya didukung dan disebarluaskan ke berbagai kalangan masyarakat agar gerakan ini bergerak secara masif dan berhasil.

Sekarang ini  pada masa pandemi covid-19  sebagaimana banyak berita kekayaan sebagian masyarakat  kalangan atas naik secara signifikan, sedangkan pada masyarakat bawah tergerus oleh pandemi  Covid-19, sehingga akibatnya masyarakat  umumnya  mengalami “turun kelas” secara ekonomi dibanding sebelum  masa pandemi Covid-19.

Andaikan gerakan pinjaman lunak tanpa bunga ini bergulir atas inisiatif  masyarakat maka  secara teoritis dapat  mengurangi masyarakat untuk  menggunakan jasa pinjol untuk memenuhi kebutuhannya. Karena  gerakan mereka  adalah antitesis dari apa yang selama ini dilakukan pinjiol.

Salah satu potensi yang selama ini belum digerakkan adalah ekonomi berbasis masjid. Kita bisa mencontoh apa yang dilakukan oleh sebuah masjid  yang sangat terkenal  di Yogyakarta (DIY) di mana bisa mengerakkan ekonomi masyarakat  sekitar, kas masjid selalu diusahakan kosong, karena digunakan untuk  operasional masjid serta kesejahteraan masyarakat sekitar. Di sekitar masjid ada tempat masyarakat bawah untuk  berjualan  memenuhi kebutuhan  masyarakat.

Kalau gerakan yang dilakukan oleh masjid terkenal di kota yang  dijuluki kota pendidikan itu  menyebar ke masyarakat luas, maka masyarakat akan banyak tertolong  dengan adanya  keberadaan masjid.  Pada setiap hari jumat kita sering dengar atau lihat pengumuman  ada sekian ratus juta  di kas masjid.

Seandainya itu sebagiannya saja dijadikan  dana bantuan  untuk memutar roda ekonomi masyarakat  sebagaimana  masjid di Yogyakarta tersebut,  maka  akan terjadi  sebagaimana  zaman dulu bahwa  masjid selain  tempat  beribadah juga pusat ekonomi  masyarakat.

Oleh karena itu gagasan gerakan ekonomi berbasis  masjid untuk masyarakat bawah agar tidak terjerat pinjol  yang bunga “mencekik leher” menjadi semakin relevan.  Dengan jumlah  muslim  Indonesia sebagaimana dicatat World Population Review pada 2020 sebanyak 229 juta jiwa atau  87, 2 persen dari total penduduknya sebanyak 273,5 juta jiwa. Dengan jumlah masjid dan mushala tercatat  741.991, maka suatu potensi untuk bisa menolong masyarakat yang ekonominya sedang susah dijerat oleh pinjol.  

Oleh karena itu daripada dana masjid untuk membangun masjid yang megah, walapun ini bukan dilarang tapi alangkah lebih elok apabila dana masjid digunakan untuk  membuat gerakan ekonomi masyarakat bawah yang terdampak  pandemi Covid-19,  menjadi berdaya dengan  mengulirkan bantuan  kepada mereka. Tentunya dengan mekanisme sesuai dengan peraturan  hukum agama  yang berlaku.

Tentu saja  gerakan ini harus didukung oleh semua kalangan  sehingga  gerakan yang murni atas inistiaf masyarakat bisa seperti  apa yang dilakukan oleh masjid terkenal  di kota  Yogyakarta  sebagaimana  dijelaskan di  atas.  Memang butuh  komunikasi dengan semua pihak  sehingga andai gerakan ini meluas tidak  bernasib seperti gerakan pasar dinar dan dirham  yang sebenarnya tidak menjadi persoalan  secara hukum negara karena  sebagaimana kita ketahui sang penggagas gerakan tersebut  sudah di putuskan  bebas demi hukum di pengadilan, tapi nasib  gerakan ini tentunya  seperti “layu sebelum berkembang”.         

Jadi usul saya gerakan  ekonomi berbasis masjid  bagi masyarakat bawah harus kita rintis agar  masyarakat tidak terjerat dengan pinjol sehingga orang bunuh diri akibat pinjaman pinjol bisa di cegah. Terutama bagi masjid-masjid yang mempunyai kas keuangan masjid yang besar. Dengan demikian kas menjadi  produktif. Bukankah ini termasuk dakwah ekonomi  yang selama ini mungkin belum tergarap lewat  masjid.

Mari kita mulai sebelum terjadi banyak korban akibat  pinjol di kalangan masyarakat ekonomi lemah. Oleh karena dukungan pemerintah, pengurus  masjid dan  masyarakat  kelas atas diharapkan saling bersinergi dengan program gerakan ekonomi berbasis masjid tersebut. (Untung Dwiharjo, Pengamat Sosial  Alumnus Fisip Unair)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya
Disclaimer: Artikel ini adalah kiriman dari pengguna VIVA.co.id yang diposting di kanal VStory yang berbasis user generate content (UGC). Semua isi tulisan dan konten di dalamnya sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis atau pengguna.