Sastra Siber: Siapa yang Diuntungkan dan Dirugikan?

foto berasal dari dokumen pribadi
Sumber :
  • vstory

VIVA –  Modernisasi pada zaman sekarang bagaikan laju lokomotif yang sudah tidak terbendung lagi. Teknologi dalam perkembangan arus produksi, konsumsi  dan  distribusi  informasi memegang peranan penting. Urgensi peranan teknologi membantu mengubah pola  komunikasi  yang dibatasi oleh ruang dan waktu menjadi pola  komunikasi informasi tanpa batas.

Kemenkominfo Mengadakan Kegiatan Talkshow "Promosi Budaya Indonesia Lewat Konten Digital"

Hampir seluruh kalangan masyarakat beralih ke media digital, tidak terkecuali sastra yang mengikuti perkembangan zaman tanpa mengurangi ke khasan sastra itu sendiri. Warren (2016: 3) mengatakan, Sastra merupakan proses kreatif untuk menuangkan pikiran menjadi karya.

Sastra adalah lembaga sosial yang menggunakan bahasa sebagai media. Bahasa merupakan ciptaan sosial yang tumbuh karena kegiatan sosial. Sastra juga merupakan suatu kegiatan yang telah mengeluarkan ragam karya seni. Sebagai fungsinya, sastra memberikan hiburan yang menyenangkan bagi penikmat dan pembacanya, sastra juga mampu mendidik karena terdapat nilai-nilai kebenaran yang terkandung di dalamnya.

Kemenkominfo Mengadakan Kegiatan Nobar Kreatif di Dunia Digital Sejak Dini

Sastra beralih mengikuti perkembangan zaman, ditandai dengan munculnya sastra siber. Diperkenalkan pada akhir 1980-an, ada yang mengatakan bahwa sastra siber ini dimulai pada abad ke-20. Sastra siber merupakan sebuah revolusi. Sebelum munculnya sastra siber, dunia sastra Indonesia sendiri memiliki beberapa kekhasan terkait dengan keberadaan teknologi media. Sastra majalah, sastra koran, dan sebagainya.

Melalui sastra siber yang menggunakan media digital menjadi tonggak baru dunia sastra yang sifatnya bebas, serta memudahkan dalam mengekspos hingga seluruh belahan dunia. Sepanjang ini penulis-penulis pendatang baru merasakan karya-karya yang mereka buat serta kirim tidak terekspos dunia sastra cetak, dan didominasi oleh karya-karya dari sastrawan ternama saja. Perihal ini menunjukkan periode sastra cetak mulai runtuh. Akan tetapi, perlu diakui, koran serta media cetak yang lain memiliki andil dalam membesarkan nama-nama sastrawan.

Jokowi Ungkap Skandal Pencucian Uang Lewat Kripto hingga Rp 139T

Ironisnya, tantangan  Indonesia justru bersumber dari dunia sastra itu sendiri. Sastra siber yang sifatnya  bebas dituding oleh beberapa pihak hanya sebagai ajang main-main, sehingga karya-karyanya pastilah tidak bermutu. Namun seiring berjalannya waktu, keberadaan sastra siber semakin diakui terutama oleh masyarakat umum, namun mungkin masih dipandang sebelah mata oleh beberapa kalangan penikmat sastra yang lain.

Banyak pemerhati sastra yang menilai karya sastra yang kurang menarik mudah terpublikasikan. Sangat mustahil peristiwa ini terjadi pada sastra cetak yang mana dilakukan secara selektif, minimal harus lolos dari persyaratan ketat yang telah ditetapkan oleh redaktur.

Menimbang kualitas sastra bukanlah perihal yang mudah, karena tidak bisa hanya didasarkan oleh satu aspek saja, melainkan harus dilihat secara keseluruhan. Oleh sebab itu karya sastra yang hanya bagus dalam satu aspek saja belum dapat dikatakan sebagai karya sastra dengan kualitas yang baik.

Biaya penerbitan semakin mahal, kehadiran sastra koran dan majalah, yang diyakini telah membentuk kekuasaannya sendiri. Telah muncul di internet. Komunitas sastra virtual sudah mulai berkembang. Dengan menggunakan teknologi seperti milis (mailing list), website, forum diskusi, dan sekarang blog. Internet menyediakan lingkungan yang bebas tanpa sensor. Setiap orang dapat memamerkan karya mereka dan semua orang dapat menghargainya.

Sebenarnya, sastra digital dan sastra cetak hanya berbeda dalam penggunaan medianya saja. Sastra cetak mengenal batasan-batasan yang dikendalikan oleh otoritas redaktur, yang tidak bisa semaunya dalam membuat karya, harus ada kisah yang diambil kemudian dituangkan dalam sebuah karya sastra, dan penulis harus menyesuaikan dengan minat selera yang ada di pasar jual. Sedangkan sastra digital tidak mengenal batasan-batasan sastra itu sendiri, siapa saja boleh menulis dan siapa saja boleh membaca.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya
Disclaimer: Artikel ini adalah kiriman dari pengguna VIVA.co.id yang diposting di kanal VStory yang berbasis user generate content (UGC). Semua isi tulisan dan konten di dalamnya sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis atau pengguna.