Nostalgia Peristiwa Pengadilan Puisi 1974

- vstory
VIVA – Pengadilan puisi merupakan peristiwa dalam dunia sastra Indonesia yang melibatkan kritikus dan sastrawan. Pengadilan puisi tersebut dilaksanakan di Aula Universitas Parahyangan, Bandung, Jawa Barat, pada tanggal 8 September 1974.
Pengadilan ini bertujuan untuk mengadili puisi Indonesia mutakhir. Seluk beluk acara pengadilan puisi ini bermula dari pernyataan Darmanto Jatman pada tahun 1972 dalam Karangannya yang berjudul "Tentang Pengadilan Puisi".
Terdapat pernyataan akan ketidakpuasan terhadap kehidupan puisi Indonesia saat itu. Ketidakpuasan tersebut berkaitan dengan (1) sistem penilaian terhadap puisi Indonesia modern, (2) kritikus sastra Indonesia, (3) media yang memuat sastra Indonesia, serta (4) penyair mapan dan epigon.
Darmanto pula menyatakan ada tiga hal yang mengharuskan kita melakukan pengadilan puisi, yakni. Pertama, pengadilan itu harus mengesahkan hak hidup puisi Indonesia. Dengan disahkannya hak hidup puisi Indonesia itu para penyair sudah tidak lagi dikejar-kejar pernyataan tuntutan: relevankah kehadiran puisi tersebut di Indonesia.
Kedua, pengadilan puisi dapat menentukan mana yang boleh ditulis atau dipuisikan dan mana yang tidak boleh dipuisikan. Hal itu bermanfaat untuk mencegah terjadinya kerusuhan-kerusuhan dalam masyarakat yang diakibatkan oleh adanya hal-hal yang tidak perlu dipuisikan. Jika terjadi penulisan puisi yang tidak perlu dipuisikan itu, tentu saja akan terjadi efek yang negatif terhadap masyarakat.
Ketiga, pengadilan puisi ini berhak menjatuhkan hukuman kepada penyair-penyair yang suka mengacau; hukuman yang diberikan adalah hukuman mental. Pernyataan tersebut melatarbelakangi kecemasan terhadap sajak-saja anti kemapanan yang bermunculan saat itu.
Pernyataan Darmanto itu tidak sia-sia. Dilaksanakanlah pengadilan puisi. Dalam pengadilan tersebut yang bertindak sebagai Hakim Ketua adalah Sanento Yuliman; Hakim Anggota adalah Darmanto Jatman.; Jaksa Penuntut Umum adalah Slamet Sukimanto; Pembela adalah Taufiq Ismail, Sapardi Djoko Damono (absen), dan Hendrawan Nadesul (absen): Saksi yang meringankan adalah Saini K. M. (Bandung), Andri Darmadji (Jakarta), Wing Kardjo (Bandung), Abdul Hadi W. M. (Bandung), Umbu Landu Paranggi (Yogya, absen), dan Yudhistira Ardi Noegraha (Jakarta); Saksi yang memberatkan adalah Sutardji Calzoum Bachri (Bandung) dan Sides Sudyanto D. S. (Jakarta).