Menelaah Pidato Presiden Jokowi: Apakah Kita Benar-benar Merdeka?

Upacara kemerdekaan Republik Indonesia. Sumber : pixabay.com
Sumber :
  • vstory

VIVA – Tanggal 17 Agustus 2022, Negara Kesatuan Republik Indonesia telah berada di usia 77 tahun. Pada ulang tahun ke-77 ini, masih banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan pemerintah dan rakyat Indonesia secara bersama-sama.

Bea Cukai Lakukan Uji Coba Modul Vehicle Declaration dalam Sistem CEISA 4.0

Mulai dari kemiskinan, pengangguran, kriminalitas, korupsi, kebodohan, dan masih banyak lagi hal lainnya. Meskipun ini merupakan masalah sosial yang tak hanya terjadi di Indonesia, namun sesuai dengan amanat Pembukaan UUD 1945 bahwa Indonesia berkewajiban untuk memajukan kesejahteraan umum dan melindungi segenap tumpah darah Indonesia.

Menelusuri pidato kenegaraan yang disampaikan Presiden Joko Widodo pada 16 Agustus 2022, apakah Indonesia sudah benar-benar merdeka dan mampu menyejahterakan seluruh rakyatnya tanpa terkecuali?

Kemenkeu Monitor Dampak Konflik Israel-Iran ke Ekspor RI

Berdasarkan pidato Presiden Joko Widodo termuat 11 poin bahasan, di antaranya: capaian vaksinasi, inflasi yang dapat dikendalikan, surplusnya APBN, mulai diindustriliasinya sumber daya alam, kepercayaan internasional terhadap Indonesia, pemerataan ekonomi Indonesia, prioritas pemberantasan korupsi, reformasi agraria, dukungan terhadap UMKM, pembangunan Ibukota Negara (IKN), dan persiapan pemilu 2024. Mari kita bahas beberapa poin diantaranya.

Dalam pidatonya, Presiden Jokowi biasa disebut, menjelaskan bahwa progres vaksinasi Covid-19 di Indonesia merupakan yang tertinggi kelima di dunia. Berdasarkan data yang dilansir pada portal covid19.go.id menyatakan bahwa sebanyak 58,2 juta penduduk Indonesia telah mendapatkan vaksinasi dosis ketiga.

Ribuan Produk Kerajinan RI Bakal Banjiri Pasar Kanada

Bila dibandingkan dengan jumlah penduduk Indonesia pada pertengahan 2022 menurut Badan Pusat Statistik diketahui bahwa sebanyak 21,10 persen penduduk Indonesia sudah menerima vaksin dosis ketiga. Di antara negara ASEAN lainnya, Indonesia masuk pada ranking 1 capaian vaksinasi covid-19. Angka ini tentu sejalan dengan banyaknya penduduk Indonesia yang juga terbanyak di negara ASEAN. Tentu vaksinasi Covid-19 pun harus digenjot sedemikian rupa. Namun, apakah 21,10 persen penduduk Indonesia yang telah menerima vaksin dosis ketiga dapat dikatakan sebuah prestasi?

Poin kedua yang disampaikan Presiden Jokowi adalah inflasi yang terkendali. Inflasi per Juli 2022 berdasarkan rilis Badan Pusat Statistik sebesar 4,94 persen (y-o-y), 0,64 persen (m-to-m), dan 3,85 persen (Januari-Juli 2022).

Angka ini dominan dipengaruhi harga makanan dan minuman, transportasi, dan kebutuhan rumah tangga (air, listrik, dan bahan bakar). Menurut Bank Indonesia, inflasi Indonesia ini masih tergolong rendah, namun terdapat negara lain yang mengalami inflasi tinggi. Lebanon misalnya, mengalami inflasi hingga 211,43 persen. Bahkan penyebab Negara Sri Lanka mengalami collaps salah satunya karena inflasi.

Pada laporan semester-I 2022, Sri Mulyani selaku Menteri Keuangan menyebutkan bahwa APBN Indonesia per semester-I 2022 mengalami surplus artinya pendapatan negara lebih tinggi dibandingkan pengeluaran negara. Tercatat bahwa pendapatan negara sebesar 52,3 persen berasal dari penerimaan perpajakan.

Surplusnya APBN ini membawa ingatan kita kembali pada 10 tahun yang lalu di mana APBN Indonesia mengalami surplus dikarenakan bertumbuhnya komoditas sawit di Indonesia.

Meskipun APBN Indonesia selama 5 bulan terakhir ini mengalami surplus, namun masih dibayang-bayangi Presidensi G20 yang akan diselenggarakan pada Bulan November 2022 ini. Nusa Dua Bali dipilih sebagai lokasi terselenggaranya forum yang dihadiri 19 negara dan Uni Eropa dengan perekonomian besar di dunia. Tak sedikit masyarakat Indonesia yang pesimis tentang acara ini. Akankah Presidensi G20 menjadi berkah ataukah akan menjadi beban bagi APBN Indonesia yang sedang “sehat” ini?

Poin selanjutnya adalah hilirisasi komoditas unggulan Indonesia. Sebagaimana kita ketahui bahwa Indonesia merupakan eksportir beberapa komoditas terbesar di dunia, namun tahapannya masih pada level bahan mentah atau bahan baku. Dalam wawancaranya pun, Presiden Joko Widodo menyebutkan bahwa ekspor bahan mentah sudah terjadi sejak zaman VOC.  Akibatnya, manfaat yang didapat dari komoditas tersebut belum maksimal karena nilai tambah yang diberikan nyaris nol.

Komoditas super ekspor Indonesia yang sempat menjadi huru-hara adalah CPO (Crude Palm Oil) atau yang lebih dikenal minyak kelapa sawit. Sebagai negara produsen dan eksportir CPO terbesar di dunia, Indonesia masih pada level ekspor bahan mentah, sehingga ketika harga CPO dunia naik, kebutuhan minyak goreng pasar domestik juga ikut merangkak naik.

Berdasarkan publikasi Analisis Kinerja Industri Kelapa Sawit yang dirilis Kementerian Perindustrian, ambisi pemerintah Indonesia adalah menjadi “raja hilir” CPO dunia. Proses hilirisasi ini sudah mulai berjalan, terlihat dari konsumsi minyak goreng domestik naik menjadi 13,5 juta ton pada tahun 2016.

Minyak kelapa sawit merupakan minyak yang paling banyak digunakan di dunia, membuka harapan cerah bagi Indonesia menjadi leading pada komoditas ini. Tersedianya tenaga kerja, dukungan kondisi alam, serta lahan yang begitu melimpah memberikan peluang untuk dimanfatkaan sebesar-besarnya. Akankah ambisi pemerintah menjadi “raja hilir” CPO dapat terwujud di masa depan?

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya
Disclaimer: Artikel ini adalah kiriman dari pengguna VIVA.co.id yang diposting di kanal VStory yang berbasis user generate content (UGC). Semua isi tulisan dan konten di dalamnya sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis atau pengguna.