Mengapa Pasca Pandemi Daya Beli Masyarakat Lesu?

Suasana mal di Surabaya, Jawa Timur (Foto/antaranews)
Sumber :
  • vstory

VIVA  - Pada saat mulai terjadi pandemi Covid-19, masyarakat menahan diri, bersiap menabung takut akan risiko. Semua rencana liburan batal, rencana beli mobil batal. Masing-masing takut.

Kartu kredit semua ditutup, atau ikut penanggulangan Covid-19, minta diskon dan cicilan setahun tanpa bunga.

Kemudian pandemi berjalan di tahun kedua. Tahun 2021 orang makin takut. Tabungan naik. Tidak bisa belanja. Di rumah saja. Tidak bayar hotel, tiket pesawat. Tidak liburan.

Kemudian pandemi berjalan dan akhirnya selesai.

Sekarang orang mulai beli HP. Belanja lagi. Beli mobil. Utang kartu kredit melonjak.

Tabunngan masyarakat habis gara gara potongan gaji WFH. Selama dua tahun tidak terima insentif bonus. Tabungan habis semua. Masyarakat terjerat utang kartu kredit lagi. Mau belanja tapi penghasilan belum naik.

Solusi bagi kita dan peran pemerintah

1. Hadapi kenyataan.

Bilamana mall sepi artinya ada penurunan daya beli, bukan gara bisnis shifting ke online.

Pernahkah kita tahu, seandainya seluruh bisnis Coca cola shifting ke online, maka gudang-gudang J&E jebol tumpah ruah botol coca cola di jalanan.

Pernahkah kita berpikir, bilamana seluruh bansos sembako shifting ke J&E maka berapa banyak beras yang dikubur akibat stok expired.

Hadapi kenyataan, bilamana 2000 kios hand phone satu perusahaan sepi artinya penurunan daya beli. Bukan berarti shifting ke Shopee.

2. Lakukan transformasi bisnis.

Bilamana mall sepi, restaurant sepi, artinya harus ada perubahan bisnis. Bukan berarti dari restaurant Pizza Mazzotta jadi cloud kitchen, atau take away only. Itu fiction (mimpi).

3. Bila mall sepi, berarti restaurant dan termasuk Giant, hypermarket tutup. Berarti jumlah restaurant harus dikurangi 60 persen.

KPK Periksa Anggota DPR Fraksi PDIP Ihsan Yunus soal Dugaan Korupsi APD di Kemenkes

4. Terjadinya great reset artinya bubble economy kempis; masyarakat tidak betul betul butuh gaya hidup Hypermarket. Masyarakat Indonesia tergolong negara berkembang, bukan negara maju, artinya kita negara menengah, sedikit ke bawah.

5. Bilamana jumlah Carrefour di Indonesia melebihi jumlah Carrefour di Tiongkok, melebihi jumlah di Korea selatan, artinya bisnis hypermarket di indonesia hanyalah fiction (mimpi).

PYCH Binaan BIN Buat Kegiatan Rutin di Papua: Pengembangan Wisata hingga Usaha

Peran pemerintah

Adalah mengatasi penurunan daya beli ini sebagai kenyataan.

Ajak Warga Sumut Sukseskan PON 2024, Usung Tagline 'Apa yang Kau Bisa Mainkan'

1. Bilamana daya beli masyarakat Indonesia ini muncul gara gara gaya hidup utopia, biar miskin asal sombong, kenyataannya miskin, bukan sombong. Sombong adalah fiction (mimpi).

2. Sebagai negara berkembang dengan GDP per capita rata rata $10 per day, artinya tidak mungkin negara survive dari masalah utang diselesaikan dengan tambah utang.

3. Bilamana jumlah pekerjaan di Indonesia hanya ada 10 juta orang, maka tidak bisa diatasi dengan bansos untuk 150 juta orang.

Ibarat satu keluarga ada 10 anak, lowongan bekerja hanya 1 yang 9 hanya nunggu.

Seperti kata Nunung kenapa dia harus kerja tidak bisa berhenti sudah jadi artis 30 tahun? Karena dia menghidupi 30 orang adik, paman, tante, keponakan.

4. Kenapa jumlah lowongan kerja di Indonesia hanya 10 persen jumlah penduduk, artinya iklim usaha tidak sehat.

Iklim usaha, iklim bisnis di Indonesia tidak sehat. Kolamnya keruh. Kurang jernih, banyak sampah.

5. Bilamana iklim usaha di Indonesia rusak gara gara mafia tanah, ya dibersihkan mafianya. Bukan berarti Polri dilarang hedon.

6. Bilamana iklim usaha di Indonesia rusak gara gara mafia korupsi, ya dipecat pejabat koruptor nya, bukan berarti Polisi tidak boleh tilang,

Ibarat rumah tangga, banyak tikus, lalu dibuat tindakan tidak boleh ditilang, ya tikus-tikus tetap berkeliaran. Rumahnya ya kotor, bau pesing, kotor.

7. Bilamana iklim usaha di Indonesia rusak gara gara mafia pajak, ya pengemplang pajak, penggondol anggaran, mafia anggaran beras, gula, impor bawang putih diberantas. Bukan polisi dilarang pungli. Ini kan masalah runtuhnya industri hukum, wajahnya jelek lalu dibuat bedak pupur.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya
Disclaimer: Artikel ini adalah kiriman dari pengguna VIVA.co.id yang diposting di kanal VStory yang berbasis user generate content (UGC). Semua isi tulisan dan konten di dalamnya sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis atau pengguna.