Peta Koneksitas Konglomerat

Konglomerat Indonesia (Foto/AWSome Studio)
Sumber :
  • vstory

VIVA - Seolah-olah sekarang kondisinya seperti bencana hujan badai, ditambah petir. Aparat penegak hukum (APH) ini sekarang takut salah.

Konglomerat Sugiman Halim Investasi Jumbo Saham BOAT, Kepemilikannya Naik Jadi 10,51 Persen

Mau tangkap Aiptu Ismail Bolong, salah. Dibiarkan salah. Blak-blakan soal Pusaran Tambang Ilegal di Kaltim, Aiptu Ismail Bolong ungkap peran ratu batu bara Tan Paulin.

Artinya ada tangan-tangan kekuasaan kapital yang bermain. Karena tangan-tangan tersebut bermain di atas jadi mirip momok gondoruwo, yang menyambar mirip petir.

Sosok Mirzan Meer, Suami Pevita Pearce, Seorang Konglomerat yang Berpengaruh di Malaysia

Sekali salah, gosong kita.

Awan kelabu, awan hujan badai ini harus dibuka. Supaya sinar matahari menembus bumi pertiwi.

3 Pria Beruntung Jadi Menantu Konglomerat, Ada yang Dikasih Jabatan

Aparat penegak hukum perlu diberi paparan peta medan pertempuran. Ini perang bukan perang granat, perang bedil, tank, pesawat jet, rudal.

Ini perang kapital. Perang kapital ini adalah perang lawan gajah. Zaman old pengusaha dikumpulin di Tapos mengangguk-angguk. Mereka sekarang sudah jadi cucu naga.

Jangankan lawan gajah, seperti pengacara Kamarudin lawan anak-anaknya Eka Tjipta Widjaja. Mungkin dia sukses membela barada E, tapi yah, ini mirip liliput di negeri raksasa. Bawa ketapel.

Lawan mafia kelas Pontianak saja kita seperti ikan cupang. Cuma bisa mangap.

Aparat penegak hukum ini perlu minum viagra. Extra joss ditambah Kratingdaeng. Hanya mukizat tangan Tuhan yang bisa menolong kita.

Bagaimana caranya mengendalikan peta perang kapital?

1. Gunakan positioning, targeting, dan segmenting.

Jangan diukur dari sisi uang. Misalnya si A hartanya Rp700 trilyun, penyidik dan penuntut bisa keder. Segan. Takut salah.

Namanya kekuasaan kapital, jangan diukur dari uang. Tapi ukurannya beda. Misalnya atlet olimpiade, mereka atlet jangan diukur kecepatan lari. Ukurannya adalah test urine. Titik.

Sebab bilamana Anda segan lihat atlet olimpiade, kagum dengan Susi Susanti, Alan Budikusuma, Anda juga ngefans. Tapi test urinenya bagaimana.

Misal Sinarmas Group. Segment mereka apa saja, developer, dll. Masalahnya developer apa? Walaupun masalahnya kecil, tapi bisa jadi totok nadi kelumpuhan fatal.

Contohnya, developer selalu pakai tenaga security guard outsourcing, ada 10 juta buruh dan outsourcing tidak dibayar iuran BPJS kesehatan. Ini pasal pidana.

2. Positioning artinya, mereka cluster apa? Misalnya tadi Sinarmas Group ada di cluster sawit, temannya masalah mafia tanah HGU.

Dari positioning tersebut ternyata Franky Widjaja tercokok KPK gratifikasi izin HGU. Terbukti salah, sekarang di tangan KPK. Ini persis test urine tadi.

3. Targeting itu misalnya, kejaksaan agung ingin tahu siapakah tokoh konglomerat T, misalnya. Nah, gak bakal kita tahu masalah dan kesalahan Mr T, bukan?

Seperti gelas, kita lihat objek gelas ini sempurna. Tapi ada kaitannya dengan masalah tertentu yang bisa jadi pintu masuk.

Pintu masuk tersebut adalah kuncinya.

Tanpa ada pintu masuk, ya seperti lihat permainan sepakbola dilihat dari luar stadion. Cuma riuhnya saja heboh.

Jadi dibuat dulu peta koneksitas. Artinya si A hubungannya dengan B, juga terkait dengan C, D, E dan seterusnya, setelah semua digambar ada jelas cluster-nya.

Cara memandang peta perang kapital adalah mirip the missing puzzle. Ada puzzle yang hilang.

Katakan gambar kodok, tetapi ada beberapa puzzle bagian mata atau mulutnya hilang sehingga peta perang kapital tidak bisa terlihat jelas.

Mirip peta google map. Kalau dilihat wilayah Serpong, Cisauk, Parung Panjang bisa ruwet, tapi dilihat jalan raya, jalan penghubung satu titik ke titik lainnya. Terlihat bentuk peta perang kapital.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya
Disclaimer: Artikel ini adalah kiriman dari pengguna VIVA.co.id yang diposting di kanal VStory yang berbasis user generate content (UGC). Semua isi tulisan dan konten di dalamnya sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis atau pengguna.