Capaian Pembangunan Manusia Indonesia pada IPM 2022

Dimensi pendidikan dalam IPM
Sumber :
  • vstory

VIVA – Indeks Pembangunan Manusia Indonesia (IPM) tahun 2022 mencapai 72,91, meningkat 0,62 poin atau 0,86 persen dibandingkan tahun 2021 (72,29). Selama 2010-2022, IPM Indonesia rata-rata meningkat sebesar 0,77 persen per tahun. Dalam penghitungan IPM ini ada 3 dimensi dan 4 indikator, apa saja dimensi dan indikator yang ada di IPM dan bagaimana sejarah penetapan dimensi dan indikator tersebut terbangun? Berikut uraian penjelasannya.  

Pembangunan Manusia dan Sadar Vaksinasi

Mengacu laporan Human Development Report (HDR) yang dipublikasikan oleh United Nations Development Programme (UNDP) pada tahun 1990, selain konsep dan definisi dari pembangunan manusia, juga bagaimana Indonesia dan negara lain melakukan pengukuran pembangunan manusia agar bisa saling dibandingkan satu negara dan negara lain. Konsep pengukuran pembangunan manusia yang dibuat UNDP inilah yang disebut dengan Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Publikasi IPM secara berkala sejak tahun 1990 oleh UNDP dalam laporan tahunan HDR. IPM  menjelaskan bagaimana penduduk dapat mengakses hasil pembangunan dalam bentuk pendapatan, kesehatan,  pendidikan,  dan aspek lain dalam kehidupan.

Pada HDR 1990 diperkenalkan tiga dimensi pembentuk IPM yaitu umur panjang dan sehat, pengetahuan, dan standar hidup layak. Ketiga dimensi tersebut diwakili dengan empat indikator yang digunakan dalam penghitungan IPM, yaitu umur harapan hidup saat lahir (UHH), Angka Melek Huruf (AMH), Angka Partisipasi Kasar (APK), dan Produk Domestik Bruto (PDB) per kapita. Di mana metode agregasi yang dilakukan untuk menghitung IPM menggunakan metode rata-rata aritmatik.

Disparitas Pembangunan Manusia Papua dan Jakarta

Secara berkala UNDP melakukan perbaikan dan penyempurnaan dalam penghitungan IPM. Setelah 20 tahun berlalu, kemudian pada tahun 2010 UNDP melakukan perubahan yang cukup signifikan dalam penghitungan IPM dengan tetap menggunakan tiga dimensi yang sama tetapi merubah indikator yang digunakan, yaitu: 1) agregasi AMH dan kombinasi APK diubah menjadi agregasi Rata-rata Lama Sekolah (RLS) dan Harapan Lama Sekolah (HLS); 2) PDB per kapita diubah menjadi angka Produk Nasional Bruto (PNB) per kapita.

Selain perubahan pada indikator, UNDP juga merubah penghitungan agregasi IPM dari rata-rata aritmatik menjadi rata-rata geometrik, sedangkan agregasi untuk indeks pendidikan diubah dari rata-rata geometrik menjadi rata-rata aritmatik.

Duet Prabowo-Sandi Kokoh di Sumatera

Mengapa metode penghitungan IPM berubah? Alasannya adalah bahwa suatu indeks komposit  harus mampu mengukur apa yang diukur. Dengan pemilihan metode dan variabel yang tepat, maka indeks yang dihasilkan akan relevan. Selain itu, 2 alasan utama yang menjadi dasar perubahan metodologi penghitungan IPM adalah: 1) beberapa indikator sudah tidak tepat untuk digunakan dalam penghitungan IPM. Angka Melek Huruf (AMH) sudah tidak relevan lagi dijadikan indikator perkembangan pendidikan karena tidak dapat menggambarkan kualitas pendidikan.  

Di mana apabila dengan penghitungan lama, AMH di sebagian besar negara sudah tinggi, sehingga tidak dapat membedakan tingkat pendidikan antarnegara dengan baik. Dalam konsep pembentukan indeks komposit, indikator yang tidak sensitif  membedakan akan menyebabkan indeks komposit menjadi tidak relevan, sehingga indikator AMH perlu diganti dengan indikator  lain yang representatif. Indikator lainnya yang diganti adalah PDB per kapita.

Indikator ini pada dasarnya merupakan proksi terhadap pendapatan masyarakat. Namun disadari bahwa PDB diciptakan dari seluruh faktor produksi yang turut menyertakan tenaga kerja dan investasi dari dalam  dan luar negeri dalam penghitungan.

Oleh karena itu, PDB per kapita kurang dapat menggambarkan pendapatan masyarakat atau bahkan kesejahteraan masyarakat suatu wilayah; 2) Alasan kedua, penggunaan rata-rata aritmatika dalam penghitungan IPM menggambarkan bahwa capaian yang rendah di suatu dimensi ditutupi oleh capaian yang tinggi dari dimensi lain. Sementara itu, konsep yang diusung dalam pembangunan manusia adalah pemerataan dimensi dan menghindari ketimpangan. Penggunaan rata-rata aritmatika memungkinkan adanya transfer capaian dari dimensi dengan capaian tinggi ke dimensi dengan capaian rendah (BPS, 2015), sehingga perlu diganti dengan rata-rata geometrik.

IPM metode baru yang disempurnakan pada tahun 2014 memiliki beberapa keunggulan antara lain: a) menggunakan indikator yang lebih tepat dan dapat membedakan dengan baik; penggunaan rata-rata lama sekolah dan angka harapan lama sekolah, bisa memberikan gambaran yang lebih relevan tentang dimensi pendidikan dan perubahannya; penggunaan PNB yang menggantikan PDB dapat lebih menggambarkan pendapatan masyarakat pada suatu wilayah; b) menggunakan rata-rata geometrik yang tidak serta merta dapat menutupi kekurangan pada suatu dimensi dengan dimensi lain yang unggul. Dengan kata lain, untuk mewujudkan pembangunan manusia yang baik diperlukan keseimbangan antardimensi yang sama pentingnya.

Dimensi umur panjang dan hidup sehat diukur dengan indikator angka harapan hidup saat lahir. Umur Hapan Hidup saat lahir (UHH) merupakan rata-rata perkiraan lamanya waktu (dalam tahun) yang dapat dijalani oleh seseorang selama hidupnya. UHH mencerminkan derajat kesehatan suatu masyarakat. Berdasarkan data tahun 2022, UHH penduduk Indonesia sebesar 71,85 tahun.

Artinya gambaran dari perkiraan rata-rata usia yang akan dijalani oleh seorang bayi yang dilahirkan hidup di Indonesia pada tahun 2022 hingga akhir hayatnya selama 71, 85 tahun, dengan asumsi pola kematian menurut umur pada saat kelahiran (kohor) sama sepanjang usia bayi. Bayi yang lahir pada tahun 2022 di Provinsi DIY memiliki harapan hidup hingga usia 75,08 tahun, di mana UHH di DIY adalah tertinggi se-Indonesia. Sedangkan UHH di Kabupaten Gunungkidul sebesar 74,23 tahun. Secara umum, peningkatan UHH menggambarkan kualitas kesehatan penduduk yang semakin baik. Hal ini tidak terlepas dari faktor ketersediaan infrastruktur kesehatan yang semakin baik dan merata, akses pelayanan yang semakin mudah serta ketersediaan tenaga kerja kesehatan yang semakin berkualitas dan ke depan perlu diterus ditambah dan ditingkatkan.

Dimensi pengetahuan direpresentasikan oleh indikator Rata-rata Lama Sekolah (RLS) penduduk usia 25 tahun ke atas dan Harapan  Lama Sekolah (HLS) pendduk usia 7 tahun. Pada tahun 2022 RLS penduduk usia 25 tahun ke atas di Indonesia sebesar 8,69 tahun, artinya rata-rata penduduk usia 25 tahun ke atas di Indonesia menyelesaikan sekolah dalam waktu 8,69 tahun atau setara dengan kelas VIII (kelas 2 SMP).

Sementara itu, angka HLS di Indonesia pada tahun 2022 sebesar 13,10 tahun yang berarti bahwa untuk anak berusia 7 tahun ke atas pada tahun 2022 diharapkan mampu bersekolah hingga 13,10 tahun atau setara Diploma II. Sedangkan RLS dan HLS di DIY masing-masing sebesar 9,75 tahun (setara kelas 3 SMP) dan 15,65 tahun (setara Diploma 4 atau S1). Adapun RLS dan HLS di Gunungkidul masing-masing sebesar 7,31 (setara kelas 1) dan 13,33 tahun (setara Diploma II).

Untuk meningkatkan dimensi pengetahuan membutuhkan proses investasi dalam jangka panjang dan tidak instan.  Kerja sama pemerintah, LSM (NG’O), dan  masyarakat dalam meningkatkan literasi dan minat baca masyarakat, anak usia sekolah, serta ada pengaturan jam belajar masyarakat. Ke depan HLS dab RLS semakin meningkat dan semakin baik.

Dimensi standar hidup layak direpresentasikan oleh indikator pengeluaran riil per kapita (atas dasar harga konstan 2012) yang disesuaikan. Pada tahun 2022, pengeluaran riil per kapita yang disesuaikan masyarakat Indonesia mencapai Rp 11,48 juta per tahun. Capaian ini meningkat 2,90 persen dibandingkan tahun 2021, seiring dengan pemulihan ekonomi Indonesia yang terus berlanjut. Pengeluaran riil per kapita pada tahun 2021 dan 2022 terus meningkat setelah pada tahun 2020 mengalami penurunan karena beban covid-19.

Akhirnya dari 3 dimensi dan 4 indikator tersusun angka IPM Indonesia pada tahun 2022 sebesar 72,91 (masuk kategori tinggi). DKI Jakarta dan D.I. Yogyakarta menjadi provinsi dengan status capaian pembangunan manusia yang “sangat tinggi”  (IPM >=80).

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya
Disclaimer: Artikel ini adalah kiriman dari pengguna VIVA.co.id yang diposting di kanal VStory yang berbasis user generate content (UGC). Semua isi tulisan dan konten di dalamnya sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis atau pengguna.