Memaknai Ulang Hari Ibu sebagai Hari Perjuangan Pergerakan Wanita
- vstory
VIVA – Peringatan setiap tanggal 22 Desember yang kerap kali dimaknai sebagai Hari Ibu ternyata memiliki akar historis perjuangan kaum perempuan melawan kolonialisme. Namun, seiring perjalanannya waktu, makna itu mengalami pergeseran karena faktor politik yang mendominasi.
Awal mula disahkannnya Hari Ibu berasal dari penyelenggaraan kongres perempuan pertama yang dilaksanakan di Yogyakarta pada 22 Desember tahun 1928. Hal ini menjadi penanda penting dalam sejarah gerakan perempuan selama periode kolonial.
Pada kongres ini, mereka membahas isu-isu perempuan yang mengemuka seperti pendidikan utama bagi perempuan, hak-hak perkawinan, perlindungan perempuan dan anak, perilaku diskriminasi terhadap perempuan hingga membahas pentingnya kedudukan sebagai ibu. Kemudian pada tahun 1946, badan ini menjadi KOWANI (Kongres Wanita Indonesia) yang berkiprah sesuai dengan semangat zaman.
Pasca kemerdekaan, tepatnya pada tahun 1950-an wajah politik Orde Lama telah berhasil menumbuhkan organisasi pergerakan bagi kaum perempuan seperti Gerwani (Gerakan Wanita). Organisasi ini gencar melakukan beragam kegiatan aktif mulai dari pembentukan kursus bagi kalangan perempuan, tak terkecuali di bidang politik hingga aksi pemberantasan buta huruf. Mereka juga giat dalam mendorong pemerintah untuk menjerat para pelaku yang melakukan pemerkosaan dan melakukan perubahan terhadap undang-undang perkawinan yang di masa itu perempuan masih didiskriminasi.
Berakhirnya pemerintahan Orde Lama kemudian berdampak besar terhadap sejarah politik Indonesia khususnya pada pergerakan perempuan. Orde Baru menerapkan kebijakan otoriter yang disebut pula sebagai domestikasi perempuan hingga berhasil merombak organisasi perempuan secara akbar. Salah satunya ialah dengan mengelompokkan perempuan dari istri pegawai negeri yang disebut Dharma Wanita dan Dharma Pertiwi untuk istri tentara. Dua kelompok ini akhirnya tetap cenderung berfokus pada kegiatan sosial dan dukungan suami. Setelah memasuki Era Reformasi, beragam hal berhasil diubah dan masyarakat diberikan kebebasan untuk memutuskan. Upaya untuk memaknai ulang Hari Ibu harus senantiasa digaungkan agar negara dapat mengembalikan spirit tekad yang sesungguhnya yakni memperkenalkannya sebagai Hari Pergerakan Perempuan Indonesia.
Maka sudah semestinya, peringatan Hari Ibu di Indonesia bukan sekadar selebrasi belaka terhadap kaum perempuan yang sudah memiliki anak. Namun juga mengacu pada jasa perempuan hebat lainnya baik yang muda, dewasa, lajang, menikah, lansia, tidak punya anak dan sebagainya. Perhelatan ini merupakan tonggak sekaligus bukti dari perjuangan, sejarah, dan cita-cita perempuan Indonesia untuk mencapai keadilan yang sebenarnya.
Pada akhirnya, pemaknaan dalam peringatan Hari Ibu ini tidak bisa dilepaskan dari semangat kebangsaan sebagaimana yang telah tertuang dalam dekrit Presiden Soekarno No. 316 tahun 1959. Penetapan Hari Ibu dijadikan momentum sebagai hari nasional. Oleh karena itu, sudah selayaknya sebagai seorang perempuan untuk terus melanjutkan perjuangan dan cita-cita ini dengan tetap bersuara, berpikir kritis, dan berpartisipasi aktif dalam mempertahankan negara.