Seni Baca Al-Qur'an dan Menyikapi Fenomena Sawer terhadap Qariah

Sumber foto: Republika.co.id
Sumber foto: Republika.co.id
Sumber :
  • vstory

Dalam pandangan Islam, membaca Al-Qur’an terlebih dibaca dengan suara indah dan merdu merupakan bagian dari sarana dakwah, agar kemudian muncul rasa cinta terhadap Al-Qur’an. Rasulullah sendiri sangat suka mencari sahabat yang mau membacakan Al-Qur’an untuknya. Lalu Nabi Saw memperhatikan bacaan itu secara seksama. Sahabat Ibnu Mas’ud berkata: Nabi berkata kepadaku: “Bacakan Al-Qur’an kepadaku!” “Aku membacakan Al-Qur’an kepada engkau sedangkan Al-Qur’an diturunkan kepadamu?” balasku. Nabi kemudian bersabda aku senang mendengarkan bacaan Al-Qur’an dari selain diriku.” (HR. Bukhari).

Melalui dakwah, kesalahan atau kekeliruan dalam memahami agama khususnya Al-Qur’an dapat diperbaikai, juga merupakan usaha kolektif dalam rangka fastabiqul khairat. Dakwah tidaklah sama dengan pertunjukan atau hiburan. Bila hiburan lebih kepada interaksi atau hubungan sosial antar manusia, lain halnya dengan dakwah yang merupakan interaksi manusia dengan Tuhannya. Allah SWT-lah yang akan memberikan penghargaan kepada hamba-Nya yang senantiasa menggeluti dirinya dalam usaha dakwah.

Selain sebagai dakwah, pada dasarnya membaca ataupun mendengarkan lantunan ayat suci Al-Qur’an merupakan ibadah, karena itu, kita mesti memperhatikan etika yang baik saat mendengarkan bacaan Al-Qur’an. As-Suyuthi dalam Al-Itqan fi Ulum Al-Qur’an menyebutkan bahwa: Disunnahkan untuk mendengarkan Al-Qur’an dengan seksama, tanpa membuat gaduh dan bicara sendiri. Karena Allah berfirman: “Dan ketika Al-Qur’an dibacakan, maka dengarkanlah, agar supaya kalian mendapat rahmat”.

Mengacu dari keterangan di atas, maka menyawer qari’/qari’ah tidak elok dilakukan karena dapat mengganggu kekhusyukan dan menghilangkan sakralitas pembacaan ayat suci Al-Qur’an. Jika betul-betul ingin memberikan hadiah kepada pembaca, tunggu setelah selesai pembaca melantunkan ayat Al-Qur’an yang dibaca.

Selama ini, telah dimaklumi khususnya di kalangan qari’ dan masyarakat umum, belum ada perbincangan kritis mengenai budaya sawer ini, setelah kemudian fenomena yang terjadi baru-baru ini kepada seorang qari’ah yang bersangkutan. Itu artinya tidak terdapat permasalahan yang berarti terkait budaya ini, bahkan terkesan selama ini kita menikmatinya.

Namun ternyata setelah dikaji, memang terdapat bagian-bagian atau celah yang dapat kita kritisi, khususnya terkait etika yang semestinya kita tunaikan kepada Al-Qur’an, terlebih ini yang dialami oleh pembaca perempuan atau qari’ah. Lama-kelamaan dikhawatirkan yang pada awalnya pembacaan Al-Qur’an dengan seni dan keindahan sebagai sebuah dakwah akan bergeser hanya menjadi acara hiburan semata, bahkan dapat menimbulkan kemaksiatan.

Jika kita perhatikan, satu hal menarik yang dapat disorot dari kejadian ini adalah pada reaksi seorang qari’ah itu ketika disawer. Mengutip pengakuannya yang telah beredar di media sosial, qari’ah mengetahui bahwa praktik sawer tersebut tidak patut dilakukan, walau demikian yang bersangkutan tidak segera menhentikan bacaannya, tidak juga menunjukkan ketidaksetujuannya, sebab dia sedang membaca Al-Qur’an dan menyelesaikan bacaannya dengan baik dan benar serta tidak terbawa emosi. Ini menunjukkan adab tersendiri yang memang mesti dijaga.

Halaman Selanjutnya
img_title
Disclaimer: Artikel ini adalah kiriman dari pengguna VIVA.co.id yang diposting di kanal VStory yang berbasis user generate content (UGC). Semua isi tulisan dan konten di dalamnya sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis atau pengguna.