Kebijakan Penyangga Agraria Sultan di Yogyakarta

Pedagang kaki lima (PKL) di kawasan Malioboro, Yogyakarta.
Sumber :
  • VIVA.co.id/ Cahyo Edi (Yogyakarta)

VIVA - Seorang mahasiswa Universitas Gadjah Mada (UGM) mengajukan permohonan uji materi mengenai keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta ke Mahkamah Konstitusi yang membuat warga Indonesia keturunan Tionghoa tidak bisa mendapat hak kepemilikan tanah di Yogya.

Pakar Hukum Agraria, Ryan Rudyarta Sebut Non Eksekutabel Sebelum Inkrah

Apa yang diajukan?
Dalam permohonan yang diterima MK pada 15 November 2019, Felix Juanardo Winata, seorang mahasiswa Fakultas Hukum UGM, mengajukan permohonan pengujian Pasal 7 ayat (2) Huruf d Undang-undang (UU) Nomor 13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) yang mengatur kepemilikan tanah ke Mahkamah Konstitusi.

Asal masalah

Suswono Pilih Dialog Hadapi Konflik Agraria di Jakarta

Tahun 2000 tiba tiba seluruh pembeli tanah di Yogyakarta tidak bisa dioper nama SHM ke pembeli Tionghoa.

Gusti putri HB X pernah menjelaskan bahwa sejarah perang Sultan Agung dulu pecinan ikut pro kesultanan, tapi kemudian perang Diponegoro, pecinan berpihak ke Belanda.

Peringati Hari Sumpah Pemuda, Keraton Surakarta Bentangkan Bendera Merah Putih 1.000 Meter

Zaman now

Perang militer sudah usang. Yang ada adalah perang kapital. Sultan HB X dalam hal ini membuat policy agraria dalam bentuk buffer penyangga, yaitu sepanjang Malioboro, seluruh pedagang menyewa tanah Sultan ground.

Dengan demikian, di pusat kota, harga nya murah, cukup bayar sewa 30 tahun ke sultan.

Dipikir Sultan ini menghindari gorengan mafia developer, seperti di Solo harganya tanah menggila. Dibanding harganya di Yogyakarta seperti siang dan malam.

Apa akibat dari policy buffer agraria di Yogyakarta?

Pemilik tanah tidak bisa memetik capital gain jual beli tanah. Bisa dibilang Sultan ingin memeratakan sosial ekonomi. Tapi apa jadinya, jumlah kemiskinan di Yogyakarta tertinggi di Nusantara. Wilayah Kulonprogo pun terimbas, kemiskinan tinggi.

Dari mana datangnya kemakmuran?

Anda tidak bisa menciptakan kemakmuran dengan ribuan penjual gudeg. Berapa harganya gudeg?

Oleh karena itu, mungkin penduduk jual ukiran kayu. Berapa jumlah suplai kayu jati? Ahasil kemakmuran di Yogyakarta terendah. Masyarakat ingin dagang batik. Berapa harganya batik? Ada yang mahal, tapi pembelinya cari Ane Avanti, atau batik Semar. Sangat terbatas. Jual sapi? Apalagi.

Sedang di Solo, sebaliknya. Masyarakat jual sepetak tanah dapat lima ratus juta. Semiliar! Persis durian runtuh. Real estate di Solo baru, jadi kota baru, lebih cepat daripada IKN Nusantara.

Kuncinya kemakmuran

Bukan pada tanah, tapi uang. Percuma tanah se Malioboro ratusan hektar, tapi uangnya tidak bisa masuk. Terhalang SHM.

Otomatis ya pemilik tanah di Yogyakarta ratusan ribuan meter jadi kolam ikan. Kolam bebek. Ya hanya buat kebun dan ingon bebek.

Sebenarnya apa yang dilakukan Sultan sudah benar, persoalannya Sultan tidak serius bangun industri lain yang memastikan rakyat banyak terlibat

Dalam hukum alam ada berlaku kontradiktif. Pada saat di wilayah kesultanan ada berier, bagaimana caranya air (uang) masuk?

Risiko berier terhadap investment aseng asing pun banyak di Indonesia. Sehingga tingkat FDI foreign direct investment Indonesia hanya Rp200 triliun tiap tahun 2023-2024. Dibanding FDI Singapore yang Rp 350 triliun 2023. Padahal Singapore negara kecil wilayahnya sebesar Jabodetabek.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya
Disclaimer: Artikel ini adalah kiriman dari pengguna VIVA.co.id yang diposting di kanal VStory yang berbasis user generate content (UGC). Semua isi tulisan dan konten di dalamnya sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis atau pengguna.