Peringatan Dini: Upaya Pengurangan Risiko Bencana

Pemasangan Landslide Detector di Kecamatan Ulubelu, Lampung
Sumber :
  • vstory

VIVA – Kedatangan bencana alam selalu diiringi dengan daya destruktif (penghancur), mulai dari skala kecil hingga skala besar. Daya destruktif tersebut tentu saja memberikan dampak bagi kehidupan manusia, dan umumnya berupa dampak negatif seperti korban jiwa, gangguan kesehatan dan mental, serta kerugian ekonomi.

Curah Hujan Tinggi, Pemerintah Siapkan Posko Antisipasi Banjir Jabodetabek

Guna meminimalkan dampak negatif yang ditimbulkan oleh terjadinya bencana alam dan melindungi masyarakat dari ancaman bencana alam, maka diperlukan serangkaian upaya mulai dari penetapan kebijakan pembangunan yang berisiko menimbulkan bencana, kegiatan pencegahan bencana, tanggap darurat, dan rehabilitasi, atau yang lebih dikenal sebagai penyelenggaraan penanggulangan bencana.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, penyelenggaraan penanggulangan bencana dapat berupa upaya mitigasi bencana.

Menteri Abdul Mu'ti Beberkan Arahan Presiden Prabowo Soal Nataru dan Antisipasi Bencana

Dewasa ini, tingkat kesadaran masyarakat terhadap bencana, sebagai salah satu bentuk penyelenggaraan penanggulangan bencana, mulai meningkat. Peningkatan kesadaran terhadap bencana ini diindikasikan dari meningkatnya kegiatan-kegiatan mitigasi bencana yang dilakukan oleh masyarakat seperti simulasi tanggap bencana, safety induction di tempat-tempat kritis (area tambang, gedung-gedung tinggi), tersedianya crisis center di destinasi wisata dan sebagainya.

Istilah mitigasi bencana pun semakin familier dan sering digunakan dalam percakapan masyarakat. Mitigasi bencana sendiri merupakan serangkaian upaya untuk mengurangi atau memperkecil risiko bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana (Ulum, 2014).

Wakil Ketua DPR Sebut Tanggap Darurat Banjir Bandang di Sukabumi Berjalan Optimal

Sebenarnya selain upaya mitigasi bencana, terdapat upaya lain dari penyelenggaraan penanggulangan bencana. Hanya saja upaya ini belum familier bagi masyarakat awam, hanya pihak-pihak berwenang dan pihak-pihak terkait (technical side) saja yang mengenal. Upaya yang dimaksud adalah peringatan dini atau early warning.

Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, menjelaskan bahwa peringatan dini merupakan serangkaian kegiatan pemberian peringatan sesegera mungkin kepada masyarakat tentang kemungkinan terjadinya bencana pada suatu tempat oleh lembaga yang berwenang.

Peringatan dini tersebut dilakukan sebagai dasar pengambilan tindakan cepat dan tepat dalam rangka mengurangi risiko terkena bencana serta mempersiapkan tindakan tanggap darurat, yang terdiri dari: (a) Pengamatan gejala bencana; (b) Analisis hasil pengamatan gejala bencana; (c) Pengambilan keputusan oleh pihak berwenang; (d) Penyebarluasan informasi tentang peringatan bencana; dan (e) Pengambilan tindakan oleh masyarakat. Kelima kegiatan sebelumnya dapat disederhanakan menjadi 2 (dua) bagian utama yaitu bagian hulu yang merupakan upaya-upaya pengemasan data menjadi informasi yang tepat (poin a sampai c), dan bagian hilir yang merupakan upaya-upaya penyampaian informasi kepada masyarakat secara cepat (poin d dan e).

Pada dasarnya peringatan dini harus memenuhi prinsip-prinsip berikut agar bisa bermanfaat secara maksimal (BNPB, 2012):

  • Diterima        : mudah diakses oleh masyarakat
  • Dipahami       : pesan yang disampaikan harus jelas, padat, disajikan sesuai dengan konteks sosial dan budaya setempat
  • Dipercaya      : pesan dikeluarkan oleh pihak-pihak berwenang dan memiliki reputasi yang baik dalam memberikan informasi
  • Ditindaklanjut: pesan yang diterima dapat digunakan untuk melakukan tindakan yang berguna dalam menghindari maupun mengurangi risiko

Secara konvensional, masyarakat mengenal peringatan dini bencana yang disampaikan dalam bentuk sirine atau kentongan. Peringatan dini tersebut dilakukan dengan harapan masyarakat dapat merespon pemberitahuan tersebut dan menyelamatkan diri sehingga dampak negatif bencana dapat diminimalkan. Seiring dengan kompleksitas pencetus bencana alam, metode konvensional ini sudah jauh dari kata efektif mengingat sifat dasar dari bencana alam sendiri adalah dinamis dan cepat seperti bencana gempa, tanah longsor, tsunami, dan sebagainya.

Oleh karena itu mulailah digunakan teknologi dalam peringatan dini, mulai dari pengumpulan dan analisis data yang sistematis, prediksi dan peramalan munculnya bencana berdasarkan hasil pemantauan, hingga penyebarluasan dan komunikasi kepada masyarakat secara real time. Untuk meningkatkan efektivitas peringatan dini, teknologi yang digunakan harus disesuaikan dengan karakteristik bencana.

Hingga saat ini cukup banyak teknologi peringatan dini yang dikembangkan di bagian hulu, khususnya dalam pengumpulan dan analisis data, serta pemantauan dan prediksi bencana. Sebagai contoh peringatan dini banjir menggunakan sensor ultrasonic berbasis mikrokontroler (Valentin dkk, 2021); peringatan dini longsor menggunakan sensor accelerometer dan sensor kelembaban tanah berbasis android (Artha dkk, 2018); peringatan dini letusan gunung api menggunakan sensor suhu berbasis sistem informasi geografis (Budiyanto dkk, 2012); dan sebagainya.

Untuk bencana gempa dan tsunami, secara nasional Indonesia sudah memiliki Sistem Peringatan Dini Tsunami Indonesia (Indonesia Tsunami Early Warning System – InaTEWS) yang bisa diakses melalui https://inatews.bmkg.go.id/. Selain pengembangan teknologi peringatan dini di bagian hulu, yang tidak kalah penting adalah pengembangan teknologi peringatan dini di bagian hilir yang langsung bersentuhan dengan masyarakat secara luas.

Saat ini Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), dengan dukungan dari Kementerian ESDM (Energi dan Sumber Daya Mineral), Kementerian PU-Pera (Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat), dan BMKG (Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika) serta lembaga lain terutama dalam penyediaan data, telah membangun aplikasi inaRISK Personal sebagai salah satu upaya penyebarluasan informasi bencana kepada masyarakat yang bisa juga diakses melalui https://inarisk.bnpb.go.id/. (Fatin Adriati, Dosen Teknik Sipil Universitas Bakrie)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya
Disclaimer: Artikel ini adalah kiriman dari pengguna VIVA.co.id yang diposting di kanal VStory yang berbasis user generate content (UGC). Semua isi tulisan dan konten di dalamnya sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis atau pengguna.