Di Balik Kokohnya Pundak Sang Ayah

Ayah, pahlawan bertulang baja berhati sutra
Sumber :
  • vstory

VIVA – Kokoh tidaknya sebuah bangunan bergantung pada seberapa kuatnya pondasi yang dibangun. Seringkali orang memandang takjub megahnya sebuah gedung, tanpa tahu seberat apa beban yang ditanggung pondasinya. Karena, yang terpenting baginya ialah gedung yang menjadi tangunggannya tersebut tetap kokoh berdiri dengan megah.

Pemuda Kena Tipu hingga Puluhan Juta saat Hendak Beli Mobil untuk Ayahnya

Membiarkan segala pujian jatuh pada sang gedung, padahal pondasilah yang menjadi asas penting megahnya ia. Gambaran ini hanyalah potongan kecil tentang sosok pahlawan tanpa nama, bertulang baja berhati sutra, dialah ayah.

Mengingat nama ayah agaknya membuat sebuah rasa yang bernama rindu menganga tiada tara. Mengenang kembali segala perjuangannya mengasuh dan mendidik kita dengan cara tersendiri. Tidak selembut ibu, bahkan seringkali ia tak menampakkan kasih sayang itu sehingga terkadang kita menganggapnya tidak peduli.

Ayah Lee Sun Kyun Meninggal Dunia Tiga Bulan Setelah Kematiannya

Namun, sebenarnya begitulah cara yang ia pilih. Ia lebih mirip seperti udara di dunia. Tidak terlihat wujudnya, namun manfaatnya begitu terasa setiap detiknya. Sewaktu kecil, mungkin anak memang lebih dekat dengan sang ibu, karena ibulah yang memandikan, menyuapi dan menyiapkan segala kebutuhan. Lalu ayah?

Bukannya ia tidak peduli, ia pun ingin selalu mendampingi putri kecilnya, menyaksikan setiap fase tumbuh kembangnya tanpa terlewat sedikitpun.  Namun, ia harus menahan keinginan tersebut, kewajibannya untuk mencari nafkah bagi keluarga menuntutnya tetap fokus bekerja.

Top Trending: Jayabaya Ramal Satrio Piningit hingga Sosok Jenderal Bintang 1 Andalan KSAD

Ketika ia pulang dalam larutnya malam, ia segera menanyakan sang istri dengan banyak pertanyaan tentang perkembangan putrinya, memandang sang putri dengan sayang sambil merapalkan doa dan berharap yang terbaik bagi putrinya. Lalu sesampai di kantor, dengan bangga ia menceritakan pada rekan-rekannya tentang tingkah menggemaskan putrinya.

Ketika ia mulai belajar merangkak, membuat coretan pada dinding, menyukai segala makanan yang manis, dan bagaimana ia mulai belajar meneriakkan nama “Ayah” dengan nada yang masih terbata-bata. Momen seperti itulah yang memacu semangatnya untuk terus bekerja, agar putrinya bisa hidup berkecukupan tanpa kekurangan sesuatu apapun.

Ketika anak beranjak remaja, dan anak tumbuh dengan berbagai macam kenakalan yang ada, ayah akan segera mengambl tindakan tegas untuk menegurnya. Tak peduli, sang anak menangis atau menganggapnya tidak berbuat adil. Di lubuk hati terdalam, sungguh ayah tidak tega melakukan hal tersebut. Namun tiada pilihan lain karena ayah tidak mau putrinya semakin terjerumus dengan berbagai jenis kenakalan yang akan merugikan putrinya di kala dewasa nanti.

Menginjak usia dewasa, sang putri harus beranjak ke kota lain guna menempuh pendidikan di perguruan tinggi. Masa yang cukup berat, baik bagi anak maupun orangtua. Karena harus berpisah dalam jangka waktu yang lama. Tiada kontak fisik melainkan hanya dari media saja.

Kala itu, dengan pelukan erat dan derai air mata ibu melepaskan kepergian sang anak dengan berat hati. Bagaimana tidak? Di hadapannya kini, telah hadir wanita dewasa yang dulunya ia rawat sepenuh hati harus berpisah dengannya. Tidak jauh berbeda dengan ibu, ayah pun merasakan hal yang sama.

Namun, ia begitu pandai menata emosinya. Hanya wajah tegar penuh senyuman yang menguatkan dan tatapan teduhlah yang ia sajikan. Tiada air mata dan kesedihan di sana. Apa alasannya? Ayah ingin menyalurkan ketegarannya pada sang putri. Ia takut jika raut kesedihan itu nampak pada wajahnya, sang putri akan semakin merasa berat akan perpisahan itu. Karena ia tahu bahwa perpisahan ini adalah tangga menuju kesuksesan yang dicita-citakan putrinya selama ini.

Selama masa perpisahan itu, mungkin ibulah yang paling sering menelepon sang putri. Entah hanya ingin menanyakan kabar atau yang lainnya. Tapi, percayalah bahwa semua itu berkat ayah. Ayah yang selalu mengingatkan ibu untuk menelepon putri mereka. Ayahlah yang selalu mengkhawatirkan sang putri nan jauh di sana.

Mungkin ibulah yang lebih bisa memberikan kata-kata mutiara guna memberi nasihat bagi putrinya. Karena memang begitulah cara seorang ibu memberikan kasih sayang pada anaknya. Tutur lembut dan perilaku luhur. Berbeda dengan ayah yang hanya melontarkan nasihat seadanya dengan nada ketegasan yang tak pernah luntur. Namun begitulah keunikannya, bak mutiara di balik kerasnya kerang.

Hingga waktu wisuda pun datang. Sang ayah hanya bisa memandang takjub jagoan kecilnya di balik toga kehormatan wisudawati. Dengan senyum merekah. Ia bangga sekali, sunggguh, seakan ialah pria paling beruntung di dunia. Didikannya selama ini berhasil membawa jagoan kecilnya pada titik ini.

Percayalah, tidak ada hal yang bisa membuat ayah sebahagia itu, selain kesuksesan dari anaknya. Tidak peduli berapa pun kesulitan yang harus ia bayar demi kesuksesan sang putri. Sampai suatu hari, saat seorang pemuda datang bersimpuh di hadapan ayah guna meminang putrinya.

Kala tu, ayah benar-benar meneliti secara detail tentang pemuda itu. Karena ia sadar bahwa kepada pemuda itulah ia akan menyalurkan estafet kewajibannya dalam menjaga sang putri. Di saat sang putri telah bersanding di pelaminan dengan pemuda pilihannya. Ayah akan berucap lega karena berkurang sudah tanggung jawabnya dalam mengasuh sang putri. Ia telah mempercayakan putrinya pada pemuda tersebut.

Jika saja anak bisa memberikan seluruh harta miliknya pada sang ayah, sungguh tidak akan cukup untuk membalas kebaikannya, dan sungguh ayah pun tidak akan sudi menerimanya. Karena, baginya kebersamaan dengan anak-anaknyalah harta paling berharga yang ia inginkan di dunia ini. Hormatilah ia selagi maut belum memisahkan. Karena ketika masa itu telah datang. Kalian akan mengerti apa itu kerinduan dan penyesalan yang sesungguhnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya
Disclaimer: Artikel ini adalah kiriman dari pengguna VIVA.co.id yang diposting di kanal VStory yang berbasis user generate content (UGC). Semua isi tulisan dan konten di dalamnya sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis atau pengguna.