Menulis, Bakat atau Kerja Keras?

Photo by JESHOOTS.COM on Unsplash
Sumber :
  • vstory

VIVA – Di Indonesia, konon katanya orang yang membaca itu lebih sedikit daripada yang tidak membaca. Dari segolongan kecil orang yang membaca itu sebagian kecil saja yang mencoba menulis sesuatu.

Mengenal Nostradamus, Sosok yang Ramal Kemunculan Hitler, Bom Hiroshima Hingga Bencana 2024

Dari yang mencoba menulis sesuatu itu, yang menghasilkan karya tertulis hanya sebagian kecil saja. Dan dari yang mampu menghasilkan karya nyata, hanya sedikit yang karyanya best seller, silakan survei sendiri.

Gendeng … jadi penulis best seller itu ibarat kutu ditumpukan jerami, langka …

Sastrawan dan Sosiolog Ignas Kleden Meninggal Dunia

Apanya yang Salah coba …?

Padahal orang Indonesia ini kan paling doyan ngobrol, ngomong ngalor ngidul, ada aja bahannya. Coba kalau bahan obrolan itu direfleksikan menjadi satu bahan tulisan, bisa bertajuk opini, saran, atau tinjauan umum bisa jadi itu akan merubah budya kita menjadi masyarakat yang gemar membaca.

Heri Chandra Santosa Menghidupkan ‘Pesantren’ Sastra di Lereng Medini

Barangkali karena budaya komunikasi lisan masih mendominasi dalam kehidupan sehari-hari di Indonesia, banyak orang yang belum apa-apa dan belum pernah mencoba menulis sudah buru-buru berkata bahwa saya tidak bakat menulis.

Apa iya menulis itu bakat?

Menurut saya itu hanya dugaan yang tidak berdasar? Kalau kita ingat-ingat, dari jaman SD, pendidikan di Indonesia kurang melatih muridnya untuk terbiasa menulis, atau untuk gemar menulis.

Mungkinkah sistem pendidikan kita menyebabkan siswa-siswa menjadi takut menulis, sehingga kalau diberi tugas menulis itu bawaannya udah horor duluan?

Atau bisa jadi juga dikarenakan dunia pekerjaan yang berkaitan dengan tulis-menulis itu hanya sedikit? Anehnya, di kalangan guru, dosen dan wartawan yang notabene pekerjaannya erat sekali dengan dunia tulis-menulis, menulis itu juga masih menjadi hantu yang cukup menyeramkan.

Pertanyaannya, bagaimana cara mengatasi itu semua?

Mulai saja dari diri sendiri, tumbuhkan strong why dalam hati kita secara mendalam.

Karena setiap orang pada umumnya punya bakat yang sama untuk menulis. seseorang yang sedang jatuh cinta, tiba-tiba ia mampu merangkai tulisan yang indah untuk kekasihnya.

Orang yang lagi gundah, tiba-tiba saja mampu menuangkan keluh kesahnya dalam buku hariannya. Orang  yang menemukan sesuatu yang luar biasa, tanpa perlu berpikir mampu mendeskripsikan apa yang dilihatnya. Terlebih di era digital sekarang, adanya FB, blog, twitter, WA, Kita bisa lancar berkomentar atau update status yang semuanya berbentuk tulisan.

Setelah muncul strong “why-nya” kemudian rawatlah hal itu dengan lingkungan yang mendukung, ikutilah kelompok-kelompok penulis lokal di kota kita, bergabunglah dengan komunitas-komunitas penulis online, rajin-rajinlah membaca berbagai tulisan.

Karena menulis tanpa kita sadari, sebenarnya merupakan proses mengkombinasikan kegiatan membuat sistematika pada proses berpikir, mencurahkan gagasan, memunculkan ide-ide kreatif, merefleksikan kejadian, menegakkan eksistensi, dan proses psikologi yang memiliki efek positif bagi energi jiwa.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya
Disclaimer: Artikel ini adalah kiriman dari pengguna VIVA.co.id yang diposting di kanal VStory yang berbasis user generate content (UGC). Semua isi tulisan dan konten di dalamnya sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis atau pengguna.