Oknum Keamanan Arogan dan Tukang Bubur

Bubur Ayam (foto Nur Terbit)
Sumber :
  • vstory
<
p>
VIVA
- Di televisi, ada sinetron tentang "Tukang Bubur Naik Haji". Di dunia nyata, ada kisah tukang bubur yang tak bisa naik haji.  Kejadiannya tadi pagi, tentang penjual bubur ayam di komplek perumahan mewah di Bekasi. 

Tiba-tiba seorang oknum petugas keamanan komplek, datang dan mendadak menghentikan motornya di samping gerobak tukang bubur. Mesin motor tetap dihidupkan. 

"Bungkusin buburnya satu Bang untuk sarapan pagi Saya," kata si oknum petugas.  "Wah maaf Pak, buburnya sudah habis," jawab tukang bubur. Seperti kesal, si oknum petugas memainkan gas motornya. Ngung..nguuiiuunngg...ngung..

Motor yang meraung-raung itu, seolah ingin menerjang gerobak bubur, tapi tertahan oleh pedal rem yang dia mainkan sendiri secara bergantian dengan pedal gas. 

Sastrawan Nasional - Internasional Meriahkan Festival Sastra Terbesar di Asia Tenggara UWRF Ke-19

"Kalau begitu, mentahnya aja deh Bang, untuk beli rokok," kata si petugas. 

Si tukang bubur pun, seperti sudah terbiasa, dan mahfum. Terbayang pengalaman sebelumnya. Dia pernah dilarang berjualan bubur di komplek perumahan ini. Hanya karena menolak memberi "upeti".

Pelatihan Menulis Cerpen, Mengapa Remaja Perlu Menulis Sastra?

"Mulai besok, jangan jualan di sini lagi deh," kata si oknum. "Tapi,...Pak, baru buka nih. Belum ada penglaris," rengek si tukang bubur. "Ya udah. Mau ngasih apa kagak nih?," desak si oknum. Nadanya sudah mulai meninggi.

Sesaat kemudian, si tukang bubur sudah menyodorkan lembaran uang kertas Rp 5000. Lebih murah Rp 2000 dari harga semangkuk bubur ayam.  Selanjutnya si oknum petugas keamanan yang tengik itu, berlalu sambil memacu kencang motornya. Tanpa basa-basi, ba..bi..bu, atau sekedar berterima kasih.

Nostalgia Peristiwa Pengadilan Puisi 1974

"Kelakuan mereka sudah lama begitu, Pak," kata tukang bubur, sambil berusaha tenang, sabar dan menyimpan rasa kesal.

Ini sih masih mending karena cuma minta dibungkusin bubur ayam, tapi karena buburnya sudah habis, dia minta "mentah"-nya saja. Alias nge-mel, nodong minta duit kontan.

Biasanya mereka datang 3 sampai 4 orang, dan semuanya minta dibungkusin bubur. "Semua gratiss....," kata tukang bubur. 

Saya lalu teringat kembali cerita si tukang bubur yang naik haji, di sinetron televisi. 

Di perumahan tadi, si tukang bubur bakal lama penantiannya jika ia juga menabung dan berniat naik haji. 

Selain quota haji memang terbatas, kalau pun mau daftar tahun ini, maka harus tabah menunggu berangkat 20 tahun lagi. Itu pun kalau bisa terus menabung dari hasil jual bubur ayam.

Lah ini, duit tabungan boro-boro cukup, belum apa-apa juga duitnya sudah "dikompas" terus-menerus sama oknum petugas keamanan. Tragis...(Nur Terbit)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya
Disclaimer: Artikel ini adalah kiriman dari pengguna VIVA.co.id yang diposting di kanal VStory yang berbasis user generate content (UGC). Semua isi tulisan dan konten di dalamnya sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis atau pengguna.