- ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan
VIVA – Menteri Keuangan Sri Mulyani mengungkapkan, kinerja neraca perdagangan yang surplus pada Juni 2018 setelah empat kali defisit dalam enam bulan terakhir, akan terus dipertahankan tetap positif.
Dia menjelaskan, agar neraca perdagangan dapat terus surplus, maka fokus pemerintah adalah memperkuat struktur industri yang berorientasi ekspor, serta terus berusaha mengurangi impor bahan baku, barang modal, maupun barang antara.
"Ini yang sedang terus dilakukan dan instrumen APBN kita akan digunakan secara lebih aktif untuk membantu tumbuhnya industri-industri manufaktur yang bisa meningkatkan ekspor," ungkap dia di gedung DPR, Selasa, 17 Juli 2018.
Demi menggenjot hal itu juga, kata dia, pemerintah akan berusaha mengatur kembali mengenai hambatan ekspor-impor maupun mendorong kemudahan bagi industri seperti pajak, bea masuk, maupun logistik perdagangan.
Sri Mulyani pun mengakui, pada dasarnya surplus neraca perdagangan pada Juni 2018 bukan disebabkan baiknya geliat ekspor, melainkan karena adanya penurunan impor akibat telah berlalunya masa Lebaran, sehingga impor telah banyak dilakukan importir di masa sebelumnya.
"Kalau kondisi yang surplus sekarang ternyata ada growth dari ekspor secara keseluruhan satu semester sampai dengan Juli ini cukup tinggi, dan impor tidak sekuat bulan kemarin," ungkap dia.
Sebelumnya, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, neraca perdagangan Indonesia pada Juni 2018 mengalami surplus US$1,74 miliar. Surplus itu terlihat dari nilai ekspor yang sebesar US$12,99 miliar, sedangkan impor US$11,25 miliar.
Meski begitu, data BPS menunjukkan bahwa surplus itu disebabkan laju pertumbuhan ekspor dan impor mengalami penurunan pada Juni 2018, namun laju impor mengalami penurunan tajam dibanding ekspor sehingga neraca perdagangan mampu mengalami surplus.
Sementara itu, meski pada Juni 2018 mengalami surplus, kumulatif neraca perdagangan selama Januari-Juni 2018 tetap mengalami defisit sebesar US$1,03 miliar. Di mana total ekspor tercatat sebesar US$88,01 miliar dan impor US$89,04 miliar.