- VIVAnews/ Muhamad Solihin
VIVAnews - Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) secara resmi menyampaikan surat rekomendasi mengenai usulan pembatasan transaksi tunai maksimal Rp100juta kepada Kementerian Keuangan dan Bank Indonesia.
"Saat ini, kabarnya masih dalam proses pengkajian," kata Wakil Ketua PPATK, Agus Santoso kepada VIVAnews Senin, 17 Desember 2012.
Agus menuturkan, rekomendasi pembatasan transaksi tunai saat ini masih dikaji di Badan Kebijakan Fiskal, Kemenkeu di bawah pimpinan Bambang Brodjonegoro dan Deputi Sistem Pembayaran BI di bawah Deputi Gubernur BI, Ronald Waas.
Sebelumnya, Agus menuturkan, latar belakang usulan PPATK ini adalah melihat kecenderungan modus tindak pidana pencucian uang (TPPU) dengan tindak pidana asal yakni korupsi sudah marak dilakukan dengan cara tunai.
"Karena itu sudah mendesak untuk dilakukan pengaturan pembatasan transaksi tunai maksimal Rp100juta, sedangkan selebihnya dapat diselesaikan melalui transfer antarrekening," ujar Agus.
Menurut mantan Deputi Direktur Hukum BI itu, aturan pembatasan transaksi tunai ini bukanlah aturan yang membatasi hak-hak rakyat. Tapi mengarahkan masyarakat agar bertransaksi menggunakan rekening bank.
Sebab itu, lanjut Agus, ketentuan pembatasan ini tidak perlu menjadi muatan Undang-undang, namun cukup diatur dalam Peraturan BI (PBI) yang mengatur bank-bank agar tidak melayani setoran/penarikan tunai di atas Rp100juta.
Agus mengatakan bahwa pembatasan ini, juga sejalan dengan program BI untuk menjalankan program financial inclusion dan less cash society. Financial inclusion adalah BI mencoba membangun bank mindedness di masyarakat agar seluruh lapisan masyarakat terlayani oleh bank.
Sementara itu, program less cash society, BI mendorong agar transaksi pembayaran sebanyak mungkin menggunakan kartu (card base transaction). "Jadi usulan pembatasan transaksi tunai Rp100juta ini sejalan dengan program BI," tandasnya.