Pertamina: "Kenaikan" Elpiji Biru Tak Pengaruhi Konsumsi

Elpiji 12 kg
Sumber :
  • ANTARA/Oky Lukmansyah
VIVAnews
Cegah Informasi Simpang Siur, Jemaah Haji Diimbau Tak Bagikan Kabar Tidak Benar di Media Sosial
- PT Pertamina (Persero) mengungkapkan pengalihan biaya distribusi dan pengisian tidak mempengaruhi tingkat konsumsi elpiji nonsubsidi jenis tabung 12 kg.

Usulan Kejaksaan Izinkan Lima Smelter Perusahaan Timah Tetap Beroperasi Disorot

Wakil Presiden Komunikasi Korporat Pertamina Ali Mundakir di Jakarta, Senin 30 Desember 2013, mengatakan hingga akhir 2013, konsumsi elpiji tabung biru ini diperkirakan mencapai 997.000 ton. "Hampir satu juta ton," katanya.
Mahfud MD Blak-blakan Soal Langkah Politik Berikutnya Usai Pilpres 2024


Volume konsumsi tersebut, menurut dia, lebih tinggi dibandingkan realisasi tahun-tahun sebelumnya yang berkisar 900.000-920.000 ton. "Data saat ini menunjukkan pengalihan biaya distribusi dan pengisian tidak mempengaruhi konsumsi. Bahkan, saat liburan Natal dan Tahun Baru ini konsumsi elpiji 12 kg masih tetap tinggi," ujarnya.


Per 1 Desember 2013, harga elpiji 12 kg di Jawa-Bali mengalami kenaikan Rp375-700 per kg sebagai dampak pengalihan beban distribusi dan biaya pengisian kepada konsumen.


Sementara, di luar Jawa–Bali, kebijakan pengalihan tersebut telah lama diberlakukan. Namun, konsumsi elpiji 12 kg ternyata tetap tinggi atau tidak terpengaruh kebijakan tersebut.


Migrasi biru ke hijau

Pengamat energi ReforMiner Institute Komaidi Notonegoro menilai, dengan masih tingginya konsumsi elpiji 12 kg tersebut, menunjukkan konsumen sebenarnya tidak terlalu sensitif dengan kenaikan harga. "Konsumen elpiji 12 kg merupakan kalangan menengah yang orientasinya lebih pada keberlanjutan pasokan dan kualitas. Harga memang menjadi pertimbangan, namun bukan yang utama. Asalkan, harganya masih wajar dan rasional, akan diterima mereka," katanya.


Namun, ia meminta, Pertamina benar-benar serius mengatasi migrasi konsumen elpiji 12 kg ke tabung hijau 3 kg yang masih disubsidi. "Kalau
gap
-nya terlalu tinggi, maka potensi migrasi makin besar. Ini harus jadi perhatian Pertamina," ujar Komaidi.


Menurut Ali, untuk mengantisipasi migrasi konsumen elpiji 12 kg ke 3 kg akibat kenaikan harga tersebut, Pertamina telah mengembangkan Sistem Monitoring Penyaluran Elpiji 3 Kg secara bertahap mulai Desember 2013.


Dengan sistem itu, Pertamina dapat memonitor penyaluran elpiji 3 kg hingga level pangkalan.


Sementara itu, Wakil Presiden Elpiji dan Produk Gas Pertamina Gigih Wahyu Hari Irianto mengatakan, kerugian Pertamina dari bisnis elpiji 12 kg bakal di atas Rp6 triliun. Ia memaparkan, faktor utama kerugian adalah harga keekonomian elpiji yang mencapai rata-rata US$880 per ton. "Bahkan, dalam dua bulan ini meningkat tinggi hingga 1.172 dolar per ton," katanya.


Dampaknya, Pertamina mesti menanggung kerugian lebih tinggi lagi. "Kalau biasanya, Pertamina menanggung Rp.6000 per kg, tapi khusus Desember ini bisa sampai Rp9.000 per kg. Harga pokok penyediaan sudah di atas Rp10.000 per kg," katanya. Sedangkan harga jual Pertamina tetap Rp4.900 per kg.


Gigih juga mengatakan, pada 2014, konsumsi elpiji 12 kg direncanakan sekitar 1 juta ton. "Kami kendalikan kalau  harganya masih seperti sekarang," ujarnya.


Pertamina terakhir kali menaikkan harga elpiji 12 kg pada Oktober 2009 sebesar Rp100 per kg dari sebelumnya Rp5.750 menjadi Rp5.850 per kg.


Sementara, biaya produksi elpiji naik dari Rp7.000 pada 2009 menjadi Rp10.000 per kg. Dengan biaya produksi Rp10.000 per kg dan harga jual ke agen hanya Rp4.912 per kg, maka ada selisih Rp5.000 per kg yang musti ditanggung Pertamina. (eh)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya