Anak Usaha Pertamina Dinilai Paling Pas Caplok PLTP Chevron

Ilustrasi sumur PGE.
Sumber :
  • VIVA.co.id/Ikhwan Yanuar

VIVA.co.id – PT Pertamina Geothermal Energy, anak usaha PT Pertamina dinilai memiliki peluang paling besar untuk memenangi lelang dua pembangkit listrik milik Chevron Geothermal Indonesia Ltd, dengan total kapasitas terpasang 632 megawatt, dibandingkan lima perusahaan lain. 

Genjot Vaksinasi COVID-19, Puluhan Karyawan Chevron Jadi Relawan

Sebab, PGE memiliki kemampuan dan rekam jejak yang bagus dalam pengembangan Pembangkit Listrik Tenaga Panas bumi (PLTP) di Tanah Air di luar Chevron Geothermal, selain ditopang kemampuan finansial oleh induk usaha yang bisa diandalkan.

Ketua Masyarakat Energi Terbarukan Indonesia (METI), Surya Dharma mengatakan, dari enam perusahaan yang ikut dalam lelang tersebut, PGE adalah perusahaan yang paling ideal untuk mengelola aset panas bumi Chevron. 

Pesan Jokowi ke Pertamina Usai Alih Kelola Blok Rokan

Apalagi, PGE merupakan pemilik dari wilayah kerja panas bumi yang dikelola Chevron saat ini. Selain itu, pengalaman mengelola dan mengembangkan panas bumi PGE sangat panjang dan sudah teruji, baik hulu maupun hilir. 

"Konsistensi PGE dalam mengembangkan panas bumi yang tidak pernah terhenti dalam keadaan sesulit dan dalam kondisi krisis apapun telah terbukti," kata Surya dikutip dari keterangan resminya, Senin 31 Oktober 2016. 

Begini Nasib 2.689 Pekerja Eks Chevron Usai Alih Kelola Blok Rokan

Sebagai informasi, saat ini, ada enam perusahaan yang bersaing mendapatkan dua PLTP yang dikelola Chevron, yaitu PLTP Salak Kabupaten Bogor, Jawa Barat dengan kapasitas  377 MW dan PLTP Darajat di perbatasan Kabupaten Bandung dan Garut, Jawa Barat dengan kapasitas 255 MW. 

Selain PGE, ada lima perusahaan lain yang tertarik mengakuisisi dua aset PLTP Chevron. Kelima perusahaan tersebut adalah PT PLN, PT Medco Power, dan PT Star Energy, serta dua perusahaan asal Jepang, yaitu Mitsui dan Marubeni.

Menurut Surya Dharma, PGE juga memiliki kemampuan pendanaan yang sangat baik, maupun melalui pinjaman yang mendapat kepercayaan yang baik dari lender. 

PGE juga memiliki SDM dan pengembangannya yang berkelanjutan sebagai sumber daya yang mendukung pengembangan panas bumi. Tidak hanya itu, Pertamina melalui PGE juga sudah memiliki road map pengembangan panas bumi yang tertata. Serta, sebagai BUMN yang dapat diberikan tugas khusus oleh pemerintah sesuai peraturan yang berlaku.

"Jika dibandingkan dengan perusahaan lain yang tersebut seperti PLN, Star Energy, Medco, Marubeni, dan Mitsui, mereka masih banyak kekurangannya, karena tidak selengkap jika dibandingkan PGE," kata dia. 

Menurut Surya, aset yang akan dijual Chevron adalah aset hak untuk mengoperasikan sebagai pemegang Kontrak Operasi Bersama. Sedangkan aset sesungguhnya adalah milik negara melalui PGE yang punya WKP. 

"Jadi, yang ditransfer dan dijual oleh Chevron adalah hak untuk mengoperasikan seluruh KOB antara Chevron dengan PGE," katanya.

Direktur Panas Bumi Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM, Yunus Saefulhak mengatakan, pada November mendatang, keenam perusahaan akan mengajukan dokumen penawaran kepada Chevron, termasuk program kerja dan harga. Setelah itu, proses berikutnya adalah evaluasi. 

"Kemungkinan, pemenang diumumkan akhir tahun ini atau awal 2017," ujarnya.

Menurut dia, Kementerian ESDM hanya melakukan kontrol agar penjualan tersebut tidak lantas menurunkan produktivitas terhadap kedua aset PLTP Chevron. Dengan demikian, penjualan listrik ke PLN tetap stabil, baik sebelum maupun sesudah akuisisi.

Sementara itu, Direktur Hulu Pertamina Syamsu Alam  menjelaskan, komitmen Pertamina untuk mengembangkan panas bumi tercermin dari, beberapa proyek sudah dapat diselesaikan tahun ini dan lebih cepat dari target. 

"Untuk PLTP Chevron, tim kami sudah melakukan evaluasi sesuai dengan tahapan yang ditentukan dalam proses bidding," kata dia. 

Seperti diketahui, total kapasitas terpasang PLTP yang dikelola PGE saat ini tercatat 457 MW. Pasokan produksi listrik panas bumi tersebut berasal dari lima unit PLTP Kamojang dengan total kapasitas 235 MW di wilayah kerja panas (WKP) bumi Kamojang-Darajat, Jawa Barat. 

Kemudian, empat unit PLTP Lahendong berkapasitas 100  MW di WKP Lahendong, Sulawesi Utara, dan dua unit PLTP Ulubelu berkapasitas 110 MW di WKP Gunung Way Panas, Lampung, serta  PLTP Sibayak di WKP Gunung Sibayak-Gunung Sinabung, Sumatera Utara berkapasitas 12 MW. (asp)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya