Alasan Pengadilan Membuka Kembali Kasus Prita

VIVAnews - Kasus pencemaran nama baik terhadap Rumah Sakit Omni Internasional dengan terdakwa Prita Mulyasari telah dihentikan dalam putusan sela oleh Pengadilan Negeri Tangerang. Namun, putusan sela itu dibatalkan oleh Pengadilan Tinggi Banten.

Dengan pembatalan putusan sela itu, dengan demikian sidang kasus pencemaran nama baik dengan dengan terdakwa Prita Mulyasari bakal dilanjutkan kembali. Putusan Pengadilan Tinggi Banten terjadi atas atas banding yang dilakukan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Riyadi dan Rahmawati Utami.

Lalu apa sebenarnya alasan hukumnya, sehingga Pengadilan Tinggi Banten membuka kasus itu kembali untuk disidangkan.

Menurut Ketua Pengadilan Tinggi Baten, Sumarno terdapat kekhilafan Pengadilan Negeri Tangerang dalam pertimbangan putusan sela.

Sumarno mengatakan, ada perbedaan persepsi antara majelis hakim Pengadilan Tinggi Banten dengan Majelis Hakim PN Tangerang terkait pasal 27 ayat 3 Undang-Undang Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi Transaksi Elektronik (ITE) yang menyatakan belum bisa diberlakukan 2 tahun setelah ditetapkan.

"Kuncinya ada di pasal 54 ayat 1 yang menyatakan undang-undang itu diberlakukan sejak diundangkan. Sedangkan ayat 2 paling lambat 2 tahun. Bukannya setelah 2 tahun baru bisa diberlakukan," jelas Sumarno.

Dikatakan Sumarno, pembatalan putusan PN Tangerang yang menghentikan kasus Prita itu diputuskan pada tanggal 27 Juli 2009.

Selain karena perbedaan persepsi tentang Undang-Undag ITE, Pengadilan Tinggi Banten juga menilai Majelis Hakim PN Tangerang tidak memperhatikan dakwaan lain, yakni pasal 310 dan 311 KUHP tentang pencemaran nama baik.

"Seharusnya majelis hakim PN Tangerang juga mengemukakan alasan penghetian kasus yang berkaitan dengan pasal 310 dan 311. Tapi ini kan tidak," paparnya.

Sumarno menyatakan, dengan dibatalkannya putusan penghentian kasus Prita tersebut, maka Pengadilan Tinggi Banten mengembalikan perkara kepada Pengadilan Negeri Tangerang untuk dilanjutkan kembali. "Kami meminta PN Tangerang untuk melakukan pemeriksaan kembali," tukasnya.

Kasus bermula saat Prita memeriksakan kesehatannya di RS Omni Internasional pada 7 Agustus 2008. Prita mengeluhkan pelayanan yang diberikan oleh RS Omni Internasional dan juga dokter yang merawatnya melalui surat elektronik kepada sejumlah rekannya.

RS Omni Internasional kemudian merasa nama baiknya tercemar lantaran surat Prita tersebar di banyak milis. Tak hanya diwajibkan membayar Rp 261 juta, karena kalah dalam kasus perdata, Prita juga sempat menjalani penahanan selama 21 hari sejak 13 Mei 2009.

Kasus ini menuai reaksi keras publik, Komisi Kesehatan Dewan Perwakilan Rakyat bahkan merekomendasikan pencabutan ijin Rumah Sakit Omni pada Senin 8 Juni 2009.

Ekonomi Global Diguncang Konflik Geopolitik, RI Resesi Ditegaskan Jauh dari Resesi

Ingin memberikan dukungan terhadap kasus yang dialami Prita Mulyasari. silakan klik di sini.

Mahfud MD

Mahfud MD Blak-blakan Soal Langkah Politik Berikutnya Usai Pilpres 2024

Mahfud MD, buka-bukaan mengenai langkah politik dia selanjutnya, usai pelaksanaan dari Pilpres 2024. Mengingat mantan Menkopolhukam RI tersebut bukan kader partai politik

img_title
VIVA.co.id
27 April 2024