Tiga Partai Terbesar Tolak Revisi UU Pilpres

Martin Hutabarat (Gerindra).
Sumber :
  • Antara/ Yudhi Mahatma

VIVAnews - Sampai saat ini belum ada kesepakatan di Dewan Perwakilan Rakyat untuk merevisi Undang-undang Pemilihan Presiden. Badan Legislasi DPR memutuskan menunda pembahasan revisi RUU Pilpres hingga masa sidang berikutnya.

Lima fraksi menolak agar Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden itu direvisi. Anggota Badan Legislasi dari fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Honing Sani mengatakan, ada beberapa alasan mengapa UU itu tidak perlu direvisi. Pertama, waktu pembahasan sangat sempit sehingga dikhawatirkan rumusan pasal-pasal di dalam RUU tersebut tidak maksimal.

"Pembahasan RUU tersebut sebaiknya dilaksanakan tidak mendekati pemilu anggota DPR RI tahun 2014 apalagi mendekati pemilihan presiden dan wapres 2014," kata Honing dalam rapat Baleg membahas RUU Pilpres, Rabu 10 April 2013.

Kedua, banyak anggota dewan yang tidak konsentrasi membahas RUU ini karena sedang menghadapi pemilihan umum. "Dari data, hampir semua anggota DPR RI mencalonkan diri kembali," ujar dia.

Politisi dari Golkar, Demokrat, PAN dan PKB memiliki pendapat yang sama dengan PDIP.

PKS, Gerindra, PPP Dukung Revisi

Sementara, PKS berkukuh Undang-undang Pilpres itu diubah. Pertimbangannya, pada Pilpres 2009 lalu, ditemukan kelemahan-kelemahan.

"Sikap kami dari PKS bahwasanya perubahan Undang-undang pilpres adalah sebuah keniscayaan. Adanya judicial review terhadap beberapa pasal yang dipenuhi oleh MK dan mencabut beberapa pasal ini adalah sebuah fakta yang tidak bisa dielakkan," kata Indra, politikus PKS yang duduk di Badan Legislasi.

Alasan lain, kata Indra, PKS ingin Pilpres ke depan adalah pilpres yang efektif, efisien, dan murah. PKS sangat berharap perubahan Undang-undang Pilpres bisa melahirkan seorang presiden yang representatif, berwibawa dan berkualitas.

Hal yang sama diutarakan juga oleh Gerindra. Revisi UU itu nantinya bisa membuat masyarakat bisa menemukan sosok presiden yang bisa membawa perubahan. "Kalau kita membuat satu batasan ambang batas presidential threshold yang sangat kaku dan ketat maka hanya akan mungkin akan muncul dia atau tiga pasang capres," ujar Martin Hutabarat, politikus Gerindra.

Jangan Malas, Olahraga Bisa Jaga Kesehatan Jantung Hingga Turunkan Risiko Kanker Lho!

UU Pilpres yang berlaku saat ini mengatur syarat yang berat untuk bisa mencalonkan seorang presiden. Calon presiden harus diajukan partai atau gabungan partai yang memiliki 20 persen suara Pemilu atau 25 persen kursi DPR.

Sementara, anggota baleg dari fraksi PPP, Ahmad Yani, juga mengatakan bahwa UU Pilpres harus diubah. Sebab, ada beberapa hal baru yang perlu diatur dalam UU itu.

"Contoh pasal jabatan rangkap presiden. Menurut PPP adalah suatu keharusan untuk membatasi rangkap jabatannya karena presiden harus konsentrasi untuk mengurus negara."

"Akan tetapi PPP memahami konfigurasi politik pagi ini, walaupun PPP menginginkan betul ini dibawa ke paripurna karna forum tertinggi ada di paripurna untuk pengambilan keputusan," ujar dia.

Namun, karena berbagai pertimbangan itu, pembahasan RUU itu ditunda. "Dengan masukan-masukan itu kan secara otomatis UU-nya belum sempurna, masih perlu diperbaiki dan didalami. Oleh sebab itu saya sampaikan hasil kesimpulan kita RUU perubahan UU No 42/2008 ini ditunda untuk didalami kembali," kata Dimyati Natakusuma, politikus PPP, yang memimpin rapat tersebut. (umi)

Timnas Indonesia Sedang Berkembang, Pemain Vietnam Malah Pesta Narkoba
Turnamen PBSI Sumedang Open 2024

Sukses Digelar, Turnamen PBSI Sumedang Open 2024 Diharap Lahirkan Atlet Terbaik

Turnamen Bulutangkis PBSI Sumedang Open 2024 sukses digelar di GOR Sampurna Sumedang, Indra Jayaatmaja, Ketua PBSI Sumedang berharap ajang ini lahirkan atlet terbaik.

img_title
VIVA.co.id
10 Mei 2024