KIP Aceh Sebut UU Pemilu Rusak Aturan Pemerintah Aceh

Komisioner KIP Aceh saat menggelar jumpa pers tentang persyaratan pendaftaran partai politik lokal di Banda Aceh pada Rabu, 18 Oktober 2017.
Sumber :
  • VIVA.co.id/Dani Randi

VIVA.co.id - Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, atau UU Pemilu terus menjadi sorotan beberapa kalangan. Kali ini, sorotan datang dari beberapa komisioner, atau penyelenggara pemilu di Provinsi Aceh, yaitu Komisi Independen Pemilihan Aceh.

Ketua MK Sebut UU Pemilu dan UU Cipta Kerja Paling Sering Digugat

Kuasa Hukum Komisioner KIP Aceh, Irfan Fahmi menyatakan, sejumlah komisioner KIP mempersoalkan Pasal 557 ayat 1 huruf a dan b, Pasal 557 ayat 2 dan Pasal 571 UU Pemilu.

Dalam Pasal 557, lanjut Irfan, norma lembaga penyelenggara pemilu di Aceh, baik KIP dan Panitia Pengawas Pemilihan (Panwaslih) diharuskan menyesuaikan diri dengan UU Pemilu.

Demokrat Tetap Mendesak Bahas Revisi UU Pemilu

"Dengan demikian, UU Pemilu ini dapat memangkas kewenangan Pemerintah Aceh, yang diatur dalam UUPA (UU Pemerintahan Aceh). Karena, ada aturan dalam UU Pemilu ini, agar semua terkait penyelenggaraan pemilu itu menjadi kewenangan KPU RI maupun Bawaslu RI untuk Panwaslih-nya," kata Irfan kepada VIVA.co.id, usai menghadiri sidang di Mahkamah Konstitusi, Jakarta Pusat, Selasa 24 Oktober 2017.

Selain itu, tambah Irfan, di dalam ketentuan Pasal 571 huruf d UU Pemilu, pasal tersebut telah menghilangkan ketentuan Pasal 57 dan Pasal 60 UU Pemerintah Aceh yang mengatur tentang mekanisme pelibatan DPR Aceh dalam proses pemilihan serta penetapan para penyelenggara pemilu di Aceh, yaitu KIP dan Panwaslih.

Demokrat Tanya Alasan Jokowi Konsen Revisi UU ITE daripada UU Pemilu

"Nah, ini yang menjadi persoalan bagi masyarakat Aceh. Pemerintah pusat tidak boleh lupa, bahwa di dalam UU Pemerintah Aceh, Aceh memiliki kekhususan tentang penyelenggaraan pemilu. Di sana ada partai lokal dan ada penyelenggara pemilu untuk di lokal Aceh, dan itu semua diatur dalam UU PA yang sebenarnya bagian dari keistimewaan Provinsi Aceh yang diberikan oleh pemerintah pusat," ujarnya.

Lebih jauh, ia menjelaskan, selama ini, mekanisme penyelenggaraan pemilu di Aceh tidak berbeda dengan UU Pemilu maupun Peraturan Komisi Pemilihan Umum yang menjadi acuan konstitusi dalam sistem pemilu di Indonesia.

Hanya saja, kata Irfan, selama ini pemerintah Aceh telah membuat Qanun, atau Peraturan Pemerintah Daerah Aceh tentang penyelenggaraan pemilu yang dijadikan patokan karena keistimewaan Provinsi Aceh yang diberikan oleh pemerintah pusat.

"Termasuk, dengan mekanisme pemilihan KIP, Panwaslih, dan verifikasi partai lokal di Aceh. Itu semua ada Qanun (Peraturan Daerah)-nya," ujarnya.

Ia menilai, UU tentang Pemilu Nomor 7 tahun 2017 ini, telah menyasar kewenangan Pemerintah Aceh yang diatur dalam UU Pemerintah Aceh. Sebab, proses pemilihan anggota KIP dan Panwaslih Aceh yang semula dipilih melalui proses seleksi DPR Aceh akan diambil-alih oleh KPU dan Bawaslu sebagai penyelenggara pemilu secara nasional.

"Jadi, Undang-undang Pemilu yang terbaru menyatakan seluruh KPU Daerah dan Kabupaten/Kota itu adalah bagian hierarki dengan KPU RI, termasuk Aceh. Saya menduga kalimat hierarki dalam UU Pemilu itu sebenarnya mensasar UU Pemerintahan Aceh. Jadi, nanti proses pemilihan KIP dan Panwaslih akan diambil alih oleh tim seleksi KPU dan Bawaslu, tidak lagi melibatkan DPR Aceh sebagaimana yang diatur dalam UU Pemerintah Aceh," tuturnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya