Janji Kapolri Baru Komisaris Jenderal Sutarman

Sertijab Kapolri Jenderal Pol Timur Pradopo ke Komjen Pol Sutarman
Sumber :
  • VIVAnews/Muhamad Solihin

VIVAnews - Jenderal Timur Pradopo menyerahkan tongkat komando Kapolri kepada Komisaris Jenderal Sutarman, Selasa 29 Oktober 2013. Banyak pekerjaan rumah menanti Sutarman memimpin kepolisian.

Usai serah terima jabatan Kapolri di Mako Brimob Kelapa Dua Depok, Sutarman berjanji akan menyelesaikan pekerjaan institusinya belum tuntas. Salah satunya, mengusut pelaku kasus-kasus teror atas polisi.

"Dari beberapa rangkaian kasus penembakan yang menimpa anggota polri kami sudah mengamankan 6 orang. Ini adalah jaringan teroris," kata Sutarman.

Kasus teror terakhir merenggut nyawa anggota Brimob Kedung Halang, Briptu M Syarif Mappa. Minggu 27 Oktober 2013, Syarif ditemukan tewas dengan luka tusukan di kawasan Pasar Minggu. "Dalam waktu singkat akan tertangkap. Yang jelas ini adalah teror," janji Sutarman.

Aksi teror belakangan memang menghantui anggota Polri. September lalu, seorang anggota Polri, ditembak orang tak dikenal di depan Gedung KPK. Sebelumnya teror terhadap anggota Polri juga terjadi di kawasan Ciputat dan Pondok Aren, Tangerang Selatan.

Beberapa hari lalu, Sutarman menjabarkan fokus utamanya sebagai kapolri, yakni dan membersihkan premanisme serta perjudian. Selain itu, ada beberapa janji-janji Sutarman lainnya. Ini diantaranya:

Pengamanan Pemilu 2014

Ini adalah pekerjaan rumah besar bagi Kapolri dalam waktu dekat. Rakyat Indonesia akan melaksanakan pesta demokrasi lima tahunan pada 9 April 2014. Secara khusus, Timur Pradopo meminta Sutarman fokus mempersiapkan pengamanan Pemilu 2014 ini. Pesan ini disampaikan Timur saat serah terima jabatan di Markas Komando Brimob.

Menanggapi permintaan itu, Sutarman mengaku telah menyiapkan sejumlah jurus pengamanan pemilu. Salah satunya, menempatkan pasukan khususnya di daerah rawan konflik. "Polri dengan kekuatan penuh siap mengamankan Pemilu," katanya.

Aplikasi Ini Bisa Bikin Penumpang Terhibur di Pesawat

Ia juga berjanji pasukannnya akan tetap netral, sehingga keamanan Pemilu tetap terjaga. Dia berjanji akan mengawal tahapan pemilu, baik legislatif maupun presiden.

Dengan demikian, masyarakat bisa memilih dengan nyaman dan dengan pikiran yang jernih. "Dia akan memilih siapa-siapa wakilnya yang paling baik untuk membawa kemajuan negara yang kita cintai," kata Sutarman.

Densus Antikorupsi
Saat masih menjalani uji kepatutan dan kelayakan, Sutarman mencetuskan rencana membentuk detasemen khusus (densus) antikorupsi. "Itu adalah bagian yang harus kami lakukan," kata Sutarman.

Menurutnya, densus antikorupsi ini berguna untuk mendukung penanganan kasus korupsi oleh Polri. "Operasionalnya harus kita tingkatkan. Itu tidak menyangkut institusi Polri saja, tapi sampai ke atas. Itu yang harus kami diskusikan. Kalau bisa dibentuk sangat luar biasa," kata dia.

Agar tidak ada benturan kepentingan, menurut Sutarman, Polri juga harus bersinergi dengan lembaga lainnya yang memiliki tugas sama, seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). "Tidak mungkin satu lembaga bisa menyelesaikan persoalan baik itu terkait narkotika, terorisme, maupun pemberantasan tindak pidana korupsi tanpa sinergi," jelasnya.

Ada Luka Tembus Pelipis Anggota Satlantas Polresta Manado yang Ditemukan Tewas di Mampang

Usulan ini menimbulkan pro dan kontra. Mantan Ketua MK Mahfud MD menyayangkan jika sampai ada densus antikorupsi. "Menurut saya, lembaga khusus antikorupsi ya KPK," kata dia.

Sebagian lain menilai usulan ini akan mengerdilkan posisi KPK. Namun, anggapan ini dibantah Sutarman. Dia menjamin, densus antikorupsi itu tidak akan berbenturan dengan KPK. Sebab, dengan adanya densus itu, KPK dan Polri akan saling menguatkan. "Kalau Polri kuat, KPK bisa fokus di pencegahan," kata Sutarman.

Dia pun mengklaim Polri tidak akan mengerdilkan KPK dengan keberadaan densus tersebut. " Kami hanya ingin memberantas hulunya," kata Sutarman.

Meski demikian, Sutarman mengakui, Polri tidak bisa serta-merta membentuk lembaga baru. "Yang terkait kelembagaan, tidak hanya institusi polri sendiri, itu juga berkaitan dengan Kementerian PAN," kata dia.

Arema FC Semakin Jauh Dari Zona Degradasi

Kasus korupsi yang mangkrak
Indonesia Corruption Watch (ICW) mendaftar kasus-kasus korupsi yang mangkrak. Kasus-kasus tersebut ditangani Badan Reserse dan Kriminal, bagian Polri yang pernah Sutarman pimpin.

Sutarman sendiri berjanji akan terus mengusut kasus-kasus korupsi tersebut. "Kasus itu akan terus dijalankan seiring berjalan waktu," kata Sutarman.

Sutarman mengklaim, penyidik Polri telah bekerja menangani semua kasus tersebut. Namun, ia merasa punya kendala dalam koordinasi dengan penegak hukum lain, khususnya dengan Kejaksaan Agung. "Penyidik kami sebenarnya sudah bekerja, tapi berkas itu dikirim bolak-balik," ujarnya.

Sutarman berharap, kasus yang ditangani Polri ini bisa lebih mudah dikoordinasikan dengan lembaga lain, sehingga bisa lebih cepat selesai.

Sejumlah kasus yang mangkrak memang pernah diungkap oleh ICW ke media massa. Lembaga anti korupsi itu melansir sekitar 25 kasus korupsi yang menanti penuntasan dari Bareskrim Polri.  Berikut daftar kasus yang didata oleh ICW itu.

1. Kasus PT Jamsostek (2002).
Kerugian mencapai Rp 45 miliar. Mantan Direktur Utama T Jamsostek Akmal Husein dan mantan Direktur Keuangan Keuangan Horas Simatupang telah ditetapkan sebagai tersangka. Proses hukum selanjutnya tidak jelas.

2. Proyek fiktif dan manipulasi data di PT Darma Niaga (2003).
Kerugian mencapai Rp70 miliar. Polisi telah telah menetapkan sebagai tersangka Winarto (direktur utama), Wahyu Sarjono (direktur keuangan), dan Sudadi Martodirekso (direktur agrobisnis). Proses hukum selanjutnya tidak jelas.

3. Penyalahgunaan rekening 502 (2003).
Kerugian mencapai Rp20,98 miliar. Mantan Deputi Gubernur Bank Indonesia Miranda Gultom, pernah menjalani pemeriksaan di Mabes Polri. Polisi telah menetapkan sebagai tersangka mantan Gubernur Bank Indonesia Syahril Sabirin, mantan Ketua BPPN Putu Gede Ary Suta,  mantan Ketua BPPN Cacuk Sudaryanto dan Kepala Divisi Bill of Lading Totok Budiarso.  Proses hukum selanjutnya tidak jelas.

4. Karaha Bodas Company (2004).
Kerugian mencapai Rp50 miliar. Jumlah tersangka ada 20 orang dari pejabat Panas Bumi Pertamina dan pihak swasta. Beberapa di ntaranya Robert D. Mac Chunchen, Suprianto Kepala (Divisi Geotermal Pertamina), Syafei Sulaeman (staf Divisi Geotermal Pertamina). Hanya dua yang telah dilimpahkan ke pengadilan. Selebihnya proses hukumnya tidak jelas.

5. Kepemilikan rumah mantan Jaksa Agung, MA Rachman (2004).
Rumah senilai 800 juta belum dilaporkan ke Komisi Pemeriksa Kekayaan Penyelenggara Negara (KPKPN). Beberapa orang dipanggil sebagai saksi. Proses hukum selanjutnya tidak jelas.

6. Pengadaaan genset di NAD (2004).
Kerugian mencapai Rp40 miliar. Mabes telah tetapkan Wiliam Taylor dan Abdullah Puteh sebagai tersangka. Hanya Wiliam yang dilimpahkan ke pengadilan. Sedangkan proses hukum Abdullah Puteh selanjutnya tidak jelas.  Puteh hanya dijerat dalam kasus korupsi pengadaan Heli dan divonis 10 tahun penjara oleh pengadilan tipikor.

7. Penyewaan crane JICT (2005).
Kerugian mencapai Rp 83,7 miliar. Direktur PT Jakarta International Container Terminal Wibowo S Wirjawan telah ditetapkan sebagai tersangka. Proses hukum selanjutnya tidak jelas.

8. Proyek peningkatan akademik Departemen Pendidikan Nasional (2005).
Kerugian mencapai Rp6 miliar. Ditetapkan tiga tersangka utama, yaitu Dedi Abdul Halim, Pimpinan Bagian Proyek Peningkatan Tenaga Akademis di Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Depdiknas, dan dua stafnya, yakni Elan Suherlan dan Helmin Untung Rintinton. Proses hukum selanjutnya tidak jelas.

9. Proyek pengadaan jaringan radio komunikasi Mabes Polri (2005).
Kerugian ditaksir mencapai Rp240 miliar. Mabes telah memeriksa mantan Kepala Divisi Telematika Mabes Polri Irjen Pol Saleh Saaf. Mabes juga telah ditetapkan Henri Siahaan sebagai tersangka dan sempat ditahan. Proses hukum selanjutnya tidak jelas.

10. Penyaluran dana fiktif di Perusahaan Umum Percetakkan Uang Republik Indonesia (Perum Peruri) tahun 2005.
Kerugian ditaksir mencapai Rp2,3 miliar. Tiga Direksi Peruri telah ditetapkan sebagai tersangka (M. Koesnan Martono yang menjabat sebagai Direktur Utama, Direktur Logistik Marlan Arif, dan Direktur Pemasaran Suparman). Proses hukum selanjutnya tidak jelas.

11. Dana vaksinasi dan asuransi perjalanan jamaah haji periode 2002-2005 (2005).
Kerugian ditaksir mencapai Rp12 miliar. Penyidik telah memeriksa 15 saksi. Namun proses hukum selanjutnya tidak jelas.

12. Proyek renovasi Hotel Patra Jasa di Bali (2006).
Kerugian ditaksir mencapai Rp69 miliar. Polda Metro Jaya menetapkan tujuh tersangka dalam kasus dugaan korupsi Patra Jasa. Selain menetapkan mantan Direktur Utama Sri Meitono Purbowo atau Tony Purbowo, enam direksi lainnya ditetapkan sebagai tersangka. Namun, proses hukum selanjutnya tidak jelas.

13. Wesel Ekspor Berjangka Unibank  (2006).
Kerugian ditaksir mencapai US$ 230 juta. Diduga  melibatkan Komisaris PT Raja Garuda Mas, ST. Proses dilakukan oleh tim gabungan Mabes Polri dengan Kejaksaan Agung. Proses hukum selanjutnya tidak jelas.

14. Proyek Pembangkit Listrik Tenaga Gas dan Uap (PLTGU) Muara Tawar, Bekasi (2006) senilai Rp590 miliar.
Mantan Direktur Utama PT PLN Eddie Widiono telah ditetapkan sebagai tersangka. Proses hukum selanjutnya tidak jelas. Eddi Widiono juga dijerat dalam kasus korupsi proyek PLTU Borang, namun kasusnya dihentikan oleh Kejaksaan.

15. BPR Tripanca Setiadana Lampung pada tahun 2008.
Mabes telah menetapkan sebagai tersangka pemilik BPR, Sugiarto Wiharjo alias Alay, Laila Fang (sekretaris pribadi Alay), Yanto Yunus (Kabag Perkreditan BPR Tripanca), Pudijono (Direktur Utama BPR), Indra Prasetya dan Fredi Chandra (staf analisis kredit BPR), Nini Maria (Kasi Administrasi BPR), dan Tri hartono (Bagian Legal BPR). Proses hukum selanjutnya tidak jelas.

16. Dana Tak Tersangka (DTT) di Provinsi Maluku Utara (2008) senilai Rp6,9 miliar.
Kasus ini diduga melibatkan sejumlah pejabat dan mantan gubernur di lingkup Pemerintah Provinsi Maluku Utara. Sebelumnya ditangani Polda Malut, dan telah menetapkan dua tersangka yakni bendahara di Pemprov Malut bernisial RZ dan Karo Keuangan Pemprov Malut berinisial JN. Proses hukum selanjutnya tidak jelas.

17. Pengadaan jasa konsultan di BPH Migas (2009).
Dugaan korupsi pengadaan jasa konsultan di Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) dengan anggaran sebesar Rp126 miliar untuk tahun anggaran 2008, dan Rp82 miliar untuk tahun anggaran 2009, yang diduga dilakukan oleh pejabat di lingkungan BPH Migas.

18. Pengelolaan dana PNBP sebesar Rp2,4 triliun.
Dugaan korupsi di BPH Dirjen Postel Kementerian Kominfo atas pengelolaan dana PNBP Rp2,4 triliun yang didepositokan di BRI dan Bank Bukopin. Dana ini seharusnya digunakan untuk proyek infrastruktur (Uso) namun justru didepositokan sedangkan proyek diserahkan kepada pihak ketiga (Telkomsel) dengan membayar sewa layanan multimedia.

19. Makelar sejumlah proyek di PT Telkom dan anak perusahaannya Telkomsel  (2009).
Dugaan korupsi makelar sejumlah proyek di PT Telkom dan anak perusahaan Telkom yaitu PT Telkomsel (sedikitnya 30 proyek) yang bernilai triliunan rupiah sejak tahun 2006-2009. Pekerjaan tersebut banyak tidak diselesaikan tetapi tetap dibayar lunas oleh direksi PT Telkom maupun Telkomsel karena sarat dengan KKN.

20. Pembelian saham PT Elnusa di PT infomedia senilai Rp300 miliar (2009).
Dugaan korupsi atas pembelian saham perusahaan PT Elnusa di PT nfomedia yang dimark-up dan diduga dilakukan oleh pejabat di lingkungan PT Telkom sebesar Rp 590 miliar.

21. Dugaan kasus korupsi alat kesehatan (Alkes) atau pengadaan barang di Kemenkes dan Kemendiknas tahun 2009 dan 2010.
Kasus ini dilaporkan ke Polri dan KPK. Kabareskrim Ito Sumardi mendatangi KPK dan meminta agar kasus Alkes ditangani Polri. Tapi sejak awal 2011, kasus ini belum bergerak. Kerugian negara masih dihitung BPKP. Dalam proyek 2009 PT Duta Graha Indah menanamkan modal Rp169 miliar dan 2010 sebanyak Rp245 miliar. Dalam kasus ini Nazaruddin sebagai pemilik disebut-sebut terlibat dalam pengadaan alat kesehatan untuk RSUD Dharmasraya, Sumatera Barat.

22. Rekening gendut Gayus Tambunan.
Tahun 2010, mantan Kabareskrim Komjen Susno Duadji menyebutkan bahwa rekening Gayus Tambunan, tersangka kasus pajak telah dicairkan dua jenderal polisi. Gayus disebutkan mempunyai uang Rp25 miliar di rekeningnya plus uang asing senilai Rp60 miliar dan perhiasan senilai Rp14 miliar di brankas bank atas nama istrinya.

Dalam perkembangan selanjutnya Gayus sempat melarikan diri ke Singapura beserta anak istrinya sebelum dijemput kembali oleh Satgas Mafia Hukum di Singapura. Sebanyak 12 Pegawai Dirjen Pajak termasuk seorang direktur, yaitu Bambang Heru Ismiarso dicopot dari jabatannya dan diperiksa. Lalu dua petinggi Kepolisian Brigjen Pol Edmon Ilyas dan Brigjen Pol Radja Erizman dicopot dari jabatanya dan diperiksa.

Istri Gayus, Milana Anggraeni diduga ikut menerima aliran dana sebesar Rp3,6 miliar. Diketahui ada transfer dana ke rekening Milana dalam lima kali transfer, antara 4 Desember 2009 hingga 11 Januari 2010. Hingga kini kasusnya masih mengambang, Gayus sudah diadili tapi jenderal polisi yang disebut-sebut Susno menerima aliran dana Gayus tidak diproses.

23.Korupsi Korlantas.
Pada 12 November 2012: KPK menerima tembusan Surat Perintah Dimulainya Penyidikan (SPDP) kasus dugaan korupsi Pelat Nomor Kendaraan Bermotor (PNKB). Karena Polri sudah lebih dulu menyidik, KPK tidak akan mengusut indikasi tindak pidana korupsi di Korps Lalu Lintas (Korlantas) Polri itu.

Padahal, KPK sempat menelaah laporan mengenai proyek pelat mobil yang masuk ke direktorat pengaduan masyarakat (Dumas) tersebut. SPDP itu sendiri sudah diserahkan Bareskrim Polri kepada Kejaksaan Agung sejak Oktober 2012 lalu. Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Andhi Nirwanto pernah mengakui bahwa pihaknya sudah menerima SPDP tersebut. Namun hingga kini kasus PNKB itu mangkrak di Bareskrim Polri.

24. Depo BBM Balaraja.
Oktober 2012: Kasus dugaan korupsi, penipuan dan penggelapan sertifikat tanah lokasi proyek Depo BBM Pertaminadi Balaraja Tangerang, Banten mandek. Setelah tiga tahun kasus ini masuk ke ranah hukum dan ditangani Kepolisian hingga kini masih belum jelas penyelesaiannya. Sertifikat tanah HGB nomor 031 yang menunjukkan bukti kepemilikan tanah lokasi proyek Depo BBM Pertaminadi Balaraja  seluas 20 hektar dilaporkan hilang oleh PT Jakarta Depot Satelit (JDS), calon kontraktor pembangunan depot BBM tersebut.

25. Rekening gendut polisi.
Pada 20 Mei 2013, Kabareskrim Komjen Pol Sutarman pernah menegaskan, siapa saja yang menerima aliran dana dari (bintara polisi di Papua pemilik aliran dana Rp1,5 triliun) bisa dipidana. Ternyata, hingga saat ini kasus tersebut tidak dituntaskan. Padahal, sedikitnya ada 33 pejabat Polri penerima dana Labora. Data yang diperoleh Ind Police Watch (IPW) dari Januari 2012 hingga Maret 2013, Aiptu Labora Sitorus memberi setoran kepada 33 pejabat Polri, mulai dari kapospol, kapolsek, kasat, kapolres, propam, direktur, ajudan kapolda, Kapolda Papua sampai kepada pejabat di Mabes Polri. Total uang Labora yang mengalir ke para pejabat Polri selama 15 bulan itu mencapai Rp10.950.450.000. Aliran dana tersebut diberikan dengan dua cara, melalui tunai dan transfer.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya