Menyoal Opini BPK atas APBD DKI Jakarta

Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok)
Sumber :
  • VIVAnews/Ikhwan Yanuar

VIVA.co.id - Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok kembali meradang. Kali ini, bukan terkait dengan pedagang kaki lima, Haji Lulung, ataupun DPRD DKI Jakarta, namun sebuah lembaga tinggi negara, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

Ahok mendadak begitu sangat marah kepada BPK. Kondisi itu dipicu pemberian opini wajar dengan pengecualian (WDP) terhadap pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) DKI Jakarta tahun 2014 oleh BPK.

"Tidak puas, kami pemerintah pasti maunya 'tanpa pengecualian' bukan 'dengan pengecualian'," kata Ahok usai mendapat nilai yang jauh dari impiannya itu.

Usai mendapatkan opini WDP dari BPK, Ahok masih bersemangat untuk meraih opini wajar tanpa pengecualian (WTP) pada tahun anggaran 2015.

Tapi, itu tak berlangsung lama. Semangat Ahok perlahan berubah menjadi amarah ketika BPK memaparkan serangkaian kalalaian-kelalaian yang dilakukan Pemprov DKI. Menurut BPK, temuan itu dapat berisiko pada pengamanan dan keamanan aset Pemda.

Anggota V BPK RI, Moermahadi Soerja Djanegara, menyampaikan, dari hasil pemeriksaan 2014, BPK masih menemukan beberapa hal yang belum ditindaklanjuti secara tuntas oleh Pemprov DKI.

"Masalah signifikan pengecualian masih berulang. Permasalahan lain, pengendalian, dan pengamanan aset, serta kemitraan dengan pihak ketiga sebesar Rp3,58 triliun belum memadai. Tidak didukung dengan dokumen sumber berisiko pada keamanan aset," Moermahadi memaparkan.

BPK menemukan adanya beberapa poin kelalaian Pemprov DKI Jakarta dalam mengurusi aset yang dimilikinya, seperti aset tanah seluas 30 hektare di Mangga Dua yang belum diawasi dengan baik.

Moermahadi menambahkan, BPK juga menemukan adanya kelebihan biaya premi asuransi Rp3,6 miliar dan dana biaya operasional pendidikan Rp3,05 miliar.

Ketua BPK: Pernyataan Ahok di Media Hanya Bikin Gaduh

Selanjutnya... Ahok mulai meradang...

Ahok mulai meradang

Saran Lulung ke Ahok, Tuntut BPK ke Pengadilan

Ahok heran dengan penilaian WDP yang diberikan oleh BPK terhadap DKI Jakarta dan juga sejumlah daerah tetangga lainnya.

Menurut Ahok, opini dari BPK tersebut tidak akan memengaruhi kepemimpinannya di Jakarta. Namun, dia mempermasalahkan penilaian yang dilayangkan BPK itu.

"Di Indonesia itu ada provinsi yang melakukan banyak korupsi, tetapi malah dikasih WTP. Ada juga daerah yang dulu WDP, karena masalah aset yang sampai sekarang belum diperbaiki, tapi malah dapat WTP," ujar Ahok, Kamis 9 Juli 2015 di Balai Kota, Jakarta Pusat.

Ahok menyesalkan, saat DKI Jakarta justru sedang gencar memperbaiki di banyak bidang, BPK justru memberikan penilaian WDP terhadap ibu kota ini.

Mantan wakil gubernur DKI Jakarta di era gubernur Joko Widodo itu pun mulai meradang dan menyoroti satu per satu apa yang dipermasalahkan, termasuk temuan BPK tentang proses pengadaan lahan untuk pembangunan Rumah Sakit Sumber Waras yang dinilai BPK bermasalah.

Sebelumnya, BPK menyatakan adanya temuan dalam proses pengadaan lahan seluas 3,8 hektare untuk pendirian rumah sakit di kawasan Jakarta Barat tersebut dianggap berindikasi merugikan keuangan daerah sebesar Rp191 miliar.

"Yang saya tidak terima adalah kasus RS Sumber Waras. Saya mau tanya, bisa enggak beli tanah dengan harga NJOP (Nilai Jual Objek Pajak) di tengah kota dan sudah siap bangun? Itu yang terjadi saat RS Sumber Waras mau jual," kata Ahok.

Menurut Ahok, BPK menggunakan dan membandingkan NJOP tanah perumahan warga di belakang rumah sakit dengan NJOP tanah rumah sakit yang dekat dengan jalan raya.

"Kami (DKI) mau beli utuh, tapi dia tidak mau dan jual setengahnya, dengan perjanjian harus ada jalan masuk menghadap jalan raya. Maka dibeli pakai NJOP, prosedur juga tidak pakai appraisal," Ahok menjelaskan.

Ditambahkan Ahok, BPK tidak bisa begitu saja membandingkan harga antara dua daerah yang sangat berbeda jauh peruntukannya.

"Pertanyaan saya, kalau begitu Anda harus periksakan kami ke polisi, apa kami sengaja menaikkan NJOP atau tidak. Kalau kami sengaja menaikkan NJOP untuk keuntungan berarti kami salah," katanya.

Selanjutnya... BPK bagai Yang Maha Kuasa...

Ditantang Berkelahi Sampai Mati, Ahok Malah Suka



BPK bagai Yang Maha Kuasa

Kesabaran Ahok untuk mendapatkan opini WTP memang masih terus diuji. Bagaimana tidak, BPK tak hanya menyatakan temuan masalah pada aset Pemprov DKI.

Tapi, BPK juga meminta Ahok untuk melaporkan mengenai uang makan sehari-hari yang dikeluarkan melalui anggaran daerah.

Dari keterangan yang diberikan, BPK mengharuskan Ahok menghitung secara detail hingga ke jumlah pembelian bumbu dapur yang digunakannya seperti cabai, bawang, garam, dan lada.

"Ini gila, uang makan saya sekarang diutak-atik sama BPK. Kemarin, dia bisik-bisik ke saya harus laporin, berapa uang cabai, bawang, garam, sayur. Saya mau tanya sama menteri-menteri, uang makan mereka sampai ke cabai itu harus dilaporin nggak?" ujar Ahok dengan nada meninggi.

Ahok beranggapan, permintaan BPK tersebut sangat menghinanya. Seakan-akan Ahok melakukan korupsi hingga ke pembelian bumbu dapur melalui anggaran daerah.

Menanggapi hal ini, Ahok meminta balik kepada BPK agar memeriksa seluruh pemakaian anggaran setiap pejabat publik yang ada di DKI, dan juga Indonesia secara mendetail seperti yang dilakukan kepadanya.

Ia mengaku tidak takut jika BPK akan memeriksa khusus kepada DKI. Dia juga mempersilakan BPK menginvestigasi.

"Mulai sekarang silakan saja periksa DKI sekencang mungkin. Kalau perlu bikin sampai saya masuk penjara. Tapi, saya akan tuntut balik semua kabupaten/kota dan seluruh provinsi se-Indonesia untuk ikut diaudit dengan dasar pemeriksaan yang sama. BPK jangan kayak Yang Maha Kuasa di negeri ini," kata Ahok.

Ketua BPK Harry Azhar Aziz.

Ketua BPK Ibaratkan Ahok Beli Bajaj Seharga Mercedes

DKI menggunakan perhitungan NJOP tanah Jalan Kyai Tapa.

img_title
VIVA.co.id
16 April 2016