Debat Agus, Ahok, Anies Belum Yakinkan Publik

Usai Debat, Paslon Cagub Cawagub DKI Melakukan Swa Foto
Sumber :
  • VIVA.co.id/Muhamad Solihin

VIVA.co.id – Debat perebutan kursi gubernur dan wakil gubernur Jakarta, telah berlangsung pada Jumat lalu, 13 Januari 2017. Ketiga pasangan calon gubernur dan wakil gubernur, Agus Harimurti Yudhoyono-Silvyana Murni, Basuki Tjahaja Purnama-Djarot Saiful Hidayat, dan Anies Baswedan-Sandiaga Uno telah memaparkan visi misi dan programnya.

Bukan Cuma Demokrat, PAN Juga Sudah Siapkan Kadernya Buat Pilgub DKI

Topik yang diperdebatkan, yakni sosial ekonomi, lingkungan, dan transportasi, serta pendidikan. Sejumlah pengamat menilai, paparan visi misi dan program pada ketiga pasangan calon (paslon) masih normatif, belum terukur, dan tidak disertai dengan indikator capaian program satu tahun. Para cagub pun belum mampu meyakinkan publik untuk memilih mereka. 

Pengamat Politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Siti Zuhro mengatakan, pemilihan gubernur DKI Jakarta adalah proses memilih pemimpin daerah. Para paslon seharusnya memaparkan program-program penting, apa yang akan dieksekusi dan dilakukan dalam satu tahun kepemimpinan masing-masing paslon.

Pilkada 2022 Belum Jelas, Demokrat Pede Siapkan 9 Kader ke Pilgub DKI

Diutarakannya, paslon seharusnya sudah mempersiapkan program yang masuk akal dengan indikator dan capaian jelas, dan target durasi waktu terukur. Itu yang harus diberikan kepada masyarakat.

"Konteks mereka sebagai pemimpin daerah, maka yang harus dipaparkan yang paling penting adalah eksekusi program dalam satu tahun, jangan hanya janji-janji surga saja. Satu tahun pertama, apa program mereka, apa yang akan dilakukannya, targetnya apa, jadi ada indikator," kata Siti kepada VIVA.co.id, Minggu 15 Januari 2017.

Anies Kandidat Terkuat, Survei Median: Kinerja Bagus, Bawa Perubahan

Diakuinya, debat pertama secara umum sudah bagus, karena setiap paslon mampu memaparkan visi, misi, dan menjawab pertanyaan dengan baik. Namun, karena terbatasnya waktu, para paslon tidak mampu memaparkan program dan data dengan terukur.

Menurutnya, paslon nomor satu, Agus Yudhoyono, belum dapat menerangkan keunggulan kartu 'Satu Jakarta' yang menjiplak kartu "Jakarta One" milik gubernur petahana Ahok. Agus-Silvy tidak menjabarkan secara detail nilai tambah kartu 'Satu Jakarta' dibanding kartu "Jakarta One".

"Direplikasi bisa bagus, jika menghasilkan nilai tambah. Nah, Jakarta Satu itu kurang dieksplorasi kemarin, lebih pada performa," kata Siti.

Ia juga mengkritik performa Ahok yang menyerang profesi Anies sebagai dosen saat debat. Seharusnya, pernyataan tersebut tidak boleh terlontar dari Ahok.

"Pak Ahok menyerang profesi dosen, tetapi itu memang gaya Ahok dan tidak bisa ditahan. Itu seharusnya tidak boleh," katanya.

Siti mengharapkan, ke depan Ahok bisa lebih fokus memaparkan kebijakan-kebijakan yang telah dilakukannya. Kebijakan apa yang telah dieksekusi oleh dirinya, mana yang dieksekusi oleh Joko Widodo saat menjabat sebagai gubernur DKI Jakarta.

Sementara itu, dalam menilai penampilan Anies, dia melihat presentasi visi misi mantan menteri pendidikan itu cenderung akademis dan tidak mampu memaparkan rencana programnya. Menurutnya, seharusnya Anies bisa menunjukkan kepada masyarakat bahwa ia mampu mengeksekusi program dalam satu tahun pertama.

"Setiap paslon harus ingat bahwa ia eksekutif, harus menunjukkan kepada masyarakat bahwa dia mampu mengeksekusi dalam satu tahun, apa yang akan dilakukan. Itu yang tidak dipaparkan," ucapnya.  

Dia mengharapkan, untuk debat selanjutnya para paslon dapat memaparkan lebih detail program mereka dalam satu tahun kepemimpinan. Topik ke depan adalah politik pemerintahan, seorang kepala daerah harus memiliki integritas, mampu memperbaiki birokrasi dan membangun sistem.

"Ini kan menuju pilkada berkualitas, harus merekrut kepala daerah berintegritas, jujur, amanah, tetapi juga mampu mengeksekusi program," katanya.

Pengamat Politik Indobarometer, Hadi Suprapto Rusli menambahkan, kini saatnya masyarakat menilai ketiga paslon, setelah mendengar visi misi mereka. Dia mengatakan, masing-masing paslon memiliki program unggulan masing-masing.

"Misalnya, Agus mempunyai program bantuan tunai. Ahok lebih kepada sistem, bantuan yang tak langsung. Anies dan Ahok mirip, tetapi ada perbedaaan. Nah, masing-masing ini ada plus minusnya, nanti warga yang menilai," ucapnya.   

Namun, Hadi juga mengkritik bahwa para paslon belum dapat meyakinkan publik dengan jawaban mereka atas sejumlah pertanyaan moderator. 

"Salah satu yang pertanyaan terakhir tentang bersediakah tidak dicalonkan 2019 untuk capres (calon presiden), jawaban mereka semua masih normatif. Saya lihat, belum bisa meyakinkan publik, karena tidak ada jawaban, 'jika saya terpilih saya tidak akan...',jawaban inti itu tidak ada," ujarnya.

Hal senada juga diutarakan oleh Pengamat Perkotaan, Yayat Supriatna. Ia mengatakan, sejumlah isu penting belum dipaparkan dengan rinci terkait kondisi di Jakarta, yang menjadi topik dalam debat pertama, yakni kemiskinan, keadilan, lapangan pekerjaan, harga kebutuhan pokok, dan paling penting persoalan pembangunan manusia, menyangkut moralitas atau karakter.

Ia mengkritik, penjelasan dari salah satu paslon yang pada intinya menyatakan semua masalah bisa diselesaikan dengan uang, asal perut kenyang, dan dompet penuh.

"Jangan sampai berpikir Jakarta ini bisa diselesaikan dengan uang. Tetapi, yang menjadi pertanyaan karakternya ke mana, karena esensi dari pembangunan kota kan pembangunan manusianya," ucapnya.

Yayat mengatakan, semua pasangan calon telah menyampaikan visi misi dan dan programnya untuk menyejahterakan masyarakat Jakarta. Namun, yang menarik, ada yang menyebut visi misi, dan program masih dalam rencana, sedangkan di pihak lain ada yang mengatakan telah melakukan.

"Ini masyarakat bisa mengukur, mana yang betul-betul bisa berbuat untuk warga Jakarta, mana yang masih mencanangkan," ucapnya.

Yayat pun menyoroti masalah gini rasio, atau ketimpangan, atau kesenjangan sosial di Jakarta, yang terus naik. Fakta itu tidak sejalan dengan apa yang disampaikan oleh Ahok terkait gini rasio.

"Fakta menunjukkan bahwa kesenjangan sosial makin tinggi, yang dipertanyakan orang, ke depan itu bagaimana keadilan bisa dijalankan," ucapnya.

Selain itu, dia mengkritik pernyataan mengenai perang melawan kemiskinan. Dia mengatakan, hal itu tidak tepat, sebab kemiskinan bukan musuh untuk diperangi.

"Jadi, dari persoalan kedua itu orang bilang, perang melawan kemiskinan. Itu kan enggak bisa diperangi, kemiskinan itu bukan musuh, orang miskin bukan musuh. Jadi, konteks kemiskinan jangan jadikan orang miskin objek sasaran," ujarnya.

Berikutnya, Ahok-Jarot paling diperbincangkan netizen>>>

Ahok-Djarot paling diperbincangkan netizen

Debat pertama Pilkada DKI pada 13 Januari 2017 lalu, juga menarik perhatian netizen. Mereka memberikan respons secara langsung terhadap setiap momen yang terjadi pada acara debat.

PoliticaWave merekam respons netizen di media sosial secara detail selama acara debat. Secara keseluruhan pasangan nomor dua, Ahok-Djarot mendominasi percakapan netizen dengan jumlah percakapan sebesar 53 persen, dengan perbandingan 47 persen sentimen positif, dan 53 persen sentimen negatif.

Pasangan nomor tiga, Anies-Sandi mendapatkan perhatian cukup besar dari netizen, dengan jumlah percakapan sebesar 38 persen. Namun, sayangnya Anies-Sandi mendapatkan sentimen negatif cukup besar, yaitu 67 persen, dan hanya mendapat 33 persen sentimen positif.

Pasangan nomor satu, Agus-Sylvi, hanya berhasil mendapatkan sembilan persen jumlah percakapan, dengan hasil yang cukup positif, yaitu sebesar 61 persen dan sentimen negatif 39 persen.

"Dari hasil analisa di atas, dapat kita simpulkan bahwa perhatian netizen terhadap pasangan petahana masih sangat besar. Program dan jawaban yang mereka sampaikan selalu diperbincangkan oleh netizen, baik secara positif dan negatif," kata Founder of PolicaWave, Yose Rizal, seperti dikutip dari siaran persnya di Jakarta, Minggu 15 Januari 2017.

Menurut Yose, Ahok-Djarot mampu memanfaatkan kesempatan tersebut untuk mengklarifikasi berbagai tudingan.

Sementara itu, dua penantangnya, baik Agus-Sylvi maupun Anies-Sandi harus mampu memperbaiki penyampaian program, dan jawaban pada dua debat selanjutnya. Pada segmen-segmen tanya jawab netizen menganggap Agus-Sylvi kurang memahami masalah, dan belum mampu memberikan jawaban sesuai pertanyaan.

"Anies-Sandi juga cukup mendapatkan apresiasi positif di awal-awal debat, namun tampak kedodoran di segmen tanya jawab. Netizen menganggap, mereka belum konkret dan masih banyak retorika," ujarnya.

PoliticaWave merekam percakapan netizen terhadap Agus-Sylvi. Netizen mayoritas mengomentari program Rp1 miliar per rukun warga dianggap melanggar administrasi, dan mengkritik program bantuan langsung tunai.

Meski demikian netizen mengapresiasi program paslon satu yang melakukan pembangunan tanpa menggusur.

Sementara itu, untuk paslon Ahok-Djarot, netizen memperdebatkan program Ahok yang menyatakan infrastruktur penting untuk pembangunan manusia. Netizen mengapresiasi enam cara Ahok-Djarot untuk mengatasi ketimpangan sosial dan fakta bahwa Jakarta saat ini jauh dari banjir.

PoliticaWave juga mencatat apresiasi netizen kepada pasangan Anies-Sandi, karena menghentikan reklamasi, meningkatkan kualitas pendidikan, dan rencana membangun manusia bukan fisik. Namun, netizen mengkritik gaya bicara Anies dianggap retorika dan terlalu puitis. (asp)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya