Ketua Dewan Komisioner OJK, Muliaman D Hadad:

"Masyarakat Masih Mudah Diiming-imingi Investasi Bodong"

Deputi Gubernur BI Muliaman D Hadad
Sumber :
  • VIVAnews/Anhar Rizki Affandi

VIVAnews - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) bergerak cepat. Tugas untuk mengawasi industri keuangan bukan tanggung jawab ringan. Masa transisi selama satu tahun sebelum resmi beroperasi penuh pada 1 Januari 2014, akan menambah pekerjaan rumah lembaga "superbody" itu.

Kelanjutan Nasib Hyoyon SNSD, Bomi Apink hingga Im Nayoung Pasca Paspornya Ditahan Imigrasi Bali

Sebagai lembaga pengawas industri jasa keuangan, visi OJK adalah melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat. Sejumlah gebrakan awal pun sudah dilakoninya. Namun, proses itu tidak dijalaninya dengan mudah, karena sebagian masyarakat ternyata belum tahu apa itu OJK.

Kegiatan sosialisasi dan edukasi pun digenjot. Dalam waktu singkat, respons dari masyarakat mulai bermunculan. Ratusan laporan masuk ke kotak pengaduan OJK.

Risma Populer di Jatim tetapi Elektabilitas Khofifah Tinggi, Menurut Pakar Komunikasi Politik

Untuk mengetahui lebih dalam mengenai langkah awal yang sudah dilakukan OJK, Vivanews bersama tiga media lain, mewawancarai Ketua Dewan Komisioner OJK, Muliaman D Hadad, di Batam, Sabtu 2 Maret 2013.

Berikut petikan wawancara dengan mantan deputi gubernur Bank Indonesia yang lahir di Bekasi, pada April 1960 itu:

Menkeu Sebut Jumlah Dana Pemda Mengendap di Bank Capai Rp 180,9 Triliun

Bagaimana perkembangan OJK sebagai lembaga pengawas baru di sektor keuangan?
Saya pernah ditanya perwakilan walikota di daerah Batam, OJK apaan tuh pak? Itu contoh saja. Ternyata banyak orang belum tahu. Untuk itu, sambil jalan kami akan benahi. Artinya, kan ekspektasinya terhadap OJK besar sekali. Tapi, sosialisasi hingga sekarang masih kurang banyak. Sosialisasinya saya kira harus dibedakan nantinya di masing-masing tempat. Selain itu, harus dengan langkah konkret. Jangan dengan konsep terlalu teoritis.

Untuk membangun image OJK itu, apa langkah-langkah Anda?
Organisasi ini dari tidak ada menjadi ada. Segala sesuatunya harus dibangun dari nol. Seperti kebiasaan, itu kan susah banget. Tapi, itu yang harus dikerjakan. Soal nilai-nilai integritas dan sistem, saat ini juga sedang kami bangun. Yang tidak kalah penting adalah membangun kepercayaan. Untuk itu, kami harus sering turun ke lapangan.

Apakah masyarakat sudah mulai memanfaatkan lembaga ini untuk pengaduan kasus?
Iya, sudah banyak. Sekitar seratus lebih. Paling banyak masih kasus yang menyangkut bank. Kalau asuransi, bolak-balik masih sama, soal klaimnya nggak dibayar. Kalau kasus bank lebih kompleks. Bisa soal bunga, tabungannya hilang, macam-macam lah. Sampai terkait kartu kredit juga.

Bagaimana perkembangan penanganan kasus yang diadukan nasabah?
Sebetulnya begini, pengaduan itu bisa dilihat dari dua hal. Kalau orang merasa terganggu, itu kan bisa dilaporkan ke pihak berwajib, agar bisa segera diproses. Tapi, OJK dalam konteks perlindungan konsumen. Kami mencoba untuk merumuskan sesuatu lebih proporsional. Kami kan tidak bisa masuk dalam jurisdiksi di luar OJK.
 
OJK itu mengawasi lembaga keuangan, yang izinnya diperoleh dari kami. Di situ, kami bisa masuk, melarang, hingga menguji kelayakan dan kepatutan calon pejabatnya. Tapi, kalau kasus yang terjadi berada pada jurisdiksi lembaga lain, namun dampaknya terkait dengan salah satu tugas OJK, menurut saya, kami nggak bisa jalan sendiri.

Untuk itu, OJK mengajak kepolisian atau kementerian-kementerian lain, seperti Kemenkominfo dan lainnya untuk bersama-sama menyelesaikan kasus yang dialami masyarakat.

Kalau dari OJK, penyelesaian seperti apa yang sudah diberikan?
Pokoknya ada beberapa hal yang segera saya bereskan. Pertama, soal SMS-SMS penawaran yang nggak jelas itu. Itu kan susah-susah gampang melacaknya. Siapa sebenarnya si pengirim SMS itu. Kerja sama dengan siapa mereka. Saya terus mencari cara, bagaimana supaya ini bisa ditanggulangi. Kami akan masuk pada aspek perlindungan konsumen.

Soal tawaran melalui SMS itu kan sebenarnya bisa dideteksi. Tawaran itu dari bank atau bukan. Kalau itu dari bank, ya, banknya akan kami panggil. Bank kan kadang-kadang melimpahkan kepada orang lain untuk menarik nasabah guna mengejar target. Kalau ini terjadi, bank-nya nanti akan kami tegur.

Terkait proses pengawasan, apa fokus pertama OJK?
Tahun ini, saya fokus ke industri keuangan non bank dulu. Pertama, membereskan mekanisme pengawasan, setelah itu menyangkut perlindungan konsumen. Sebab, industri keuangan non bank ini kan seperti kebun binatang. Ada asuransi, dana pensiun, perusahaan pembiayaan, Jamsostek, Pegadaian, hingga Taspen. Selain itu, ada Jasa Raharja dan lembaga pembiayaan ekspor. Jadi, banyak banget.

Kalau untuk fungsi penyidikan di OJK, bagaimana mekanismenya?
Itu yang akan saya buat MoU (nota kesepahaman) dengan Kepolisian RI. Karena, tugas sebagai penyidik itu hanya boleh dilakukan dua pihak, yaitu kepolisian dan pegawai negeri sipil yang diberi brevet sebagai penyidik, karena sudah memiliki sertifikat. Waktu di Bapepam-LK itu kan PNS bisa juga menjadi penyidik.

Tapi, sekarang kan sudah menjadi OJK. Dan, karyawan OJK bukan PNS, sehingga hilang kewenangan itu. Nah, kami kan jadi khawatir. Kalau kewenangan ini hilang dan kasus banyak, bagaimana menyelesaikannya. Untuk itu, kami minta dukungan kepolisian.
 
Meski begitu, saya juga tidak ingin semuanya dari kepolisian. Inginnya ada gabungan dari penyidik sipil. Saya mau minta bantuan BPKP, Kejaksaan Agung, Kemenkeu, melalui Ditjen Pajak dan Bea Cukai. Mereka kan PNS semua, nanti kami beri brevet dan dipekerjakan di OJK. Jadi seperti KPK.

Untuk tahap awal, berapa target penyidik sipil yang akan direkrut?

Mungkin belum banyak dulu. Karena kami masih mencari posturnya. Di dalam organisasi OJK sekarang, penyidik masih terpisah-pisah. Nanti, saya mau tarik menjadi satu.

Bareskrim sudah menawarkan 25 penyidik. Saya katakan, iya, nanti kami seleksi. Termasuk dari PNS kami seleksi lagi. Yang penting jangan sampai kekurangan penyidik untuk kasus-kasus yang terjadi.

Bagaimana Anda melihat kondisi pasar modal saat ini?
Pasar modal kan tempat orang jual beli, dengan sentimen positif ekonomi Indonesia saat ini, banyak modal masuk. Kalau tidak beli saham, investor beli surat utang negara (SUN). Dua itu saja.
 
Sekarang, untuk membeli SUN, investor sudah berebut. Sedangkan harga saham juga terus naik. Tentu saja, ini karena mereka percaya dengan kinerja ekonomi dan pasar modal kita. Akan lebih bagus kalau pasar modal mempunyai emiten lebih banyak. Sekarang baru sekitar 400 lebih perusahaan.

Kami harus tambah. Untuk itu, saya akan rapat kerja dengan SRO pada 14 Maret mendatang. Kami ingin tahu, apa rencana Bursa Efek Indonesia ke depan. 

Saat ini, kinerja bursa tengah membaik, dengan IHSG mampu menembus rekor tertinggi. Bagaimana upaya OJK untuk mempertahankan momentum ini?
Isu di pasar modal lebih banyak terkait masalah disclosure dan perlindungan kepada pemegang saham minoritas. Makanya, saya mau menerapkan itu, terutama kepada para emiten. Beberapa prinsip good corporate governance yang biasa dipakai di ASEAN akan kami terapkan. Jadi, ada istilah ASEAN score card, yang mengukur level good corporate governance emiten-emiten di pasar modal.

Nah, kalau tahu emitennya bagus, orang akan berani membeli sahamnya. Untuk itu, kinerja dan tata kelola perusahaan harus dibagusin. Ini agar orang mau membeli saham, karena yakin dengan perusahaannya. Itu fokus untuk pasar modal sementara ini. Jadi, membangun infrastruktur hingga memperbaiki law enforcement. Saya kira bursa sudah cukup maju.

Bagaimana dengan lembaga keuangan non bank, apa yang perlu segera dibenahi?
Sekarang yang paling maju adalah industri asuransi. Makanya, saya sering bicara soal microinsurance. Kami akan dorong asuransi bagi petani. Tapi, untuk itu, prosesnya masih panjang.

Karena begini. Misalnya, terkait infrastruktur irigasi. Kalau irigasinya baik, perusahaan asuransi akan bersedia menanggung para petani. Tapi, jika irigasinya tidak baik dan bergantung pada musim, perusahaan asuransi tidak akan bersedia memberikan penanggungannya. Kalaupun mau, preminya besar, sehingga petani tidak akan mampu membayar.

Kami mau minta, persyaratan irigasi yang baik itu seperti apa. Itu yang mau kami perjelas. Sawah beda dengan perkebunan cengkeh, beda dengan sawit. Ada yang perlu banyak air, ada yang tidak. Nah, itu harus jelas.

Soal lain yang perlu menjadi perhatian adalah terkait asuransi gempa, bencana, dan banjir. Saat banyak bencana yang mengakibatkan rumah hancur, penduduk akhirnya mengandalkan pemerintah. Nah, dari situ asuransi bencana itu perlu didorong. Cuma memang, preminya jangan mahal.

Dengan cuaca tidak menentu karena faktor global warming, petani perlu asuransi. Untuk itu, persyaratan-persyaratan guna mendapatkan asuransi bagi petani harus diperjelas. Terutama, yang mikro harus dibedakan, supaya preminya kecil.

Terkait itu, sekarang masih dalam proses belajar. Jika nanti sudah ada contoh yang bagus, kami bisa mengusulkan subsidi untuk membayar premi asuransi. Tidak perlu 100 persen. Separuhnya saja petani sudah senang. 

Bagaimana langkah OJK terkait kabar adanya perusahaan asuransi yang memiliki permodalan minimum di bawah ketentuan?
Jadi begini. Industri asuransi itu berkembang cepat sekali. Sedangkan kapasitas untuk mengawasinya ketinggalan jauh, makanya sekarang, OJK mau merekrut banyak pegawai tahun ini. Kami rekrut 400 orang, separuhnya untuk pengawasan asuransi.

Apakah OJK akan belajar dari negara lain untuk pengawasan di industri asuransi itu?
Kami banyak berkomunikasi dengan OJK Australia,  Korea, dan Jepang untuk membuat sistem pengawasan asuransi. Beberapa waktu lalu, OJK Australia datang membawa sistem. Lalu, saya katakan, apakah sistem itu bisa dijalankan di Indonesia. Jika bisa, kami pun sudah siapkan prosedurnya.

Selanjutnya, di industri perbankan, BI akan membuat aturan bagi agen perbankan di bank tanpa kantor cabang. Tanggapan Anda?
Tugas pengawasan agen perbankan itu nanti semua pindah ke OJK. Bank tanpa kantor cabang itu memerlukan agen perbankan. Misalnya, kantor pos, Pegadaian, lembaga keuangan mikro, hingga koperasi, itu bisa jadi agen perbankan. Jadi, tidak harus bank.

Sekarang, aturan soal itu harus dikeluarkan. Para agen perbankan nantinya bisa menjadi payment gateway. Jadi, orang bisa mengambil uang juga. Kalau dianalogikan sama dengan toko pulsa. Seseorang bisa membeli pulsa di kios pulsa, sedangkan pemilik kios dapat menghimpun dana. Nah, sistem yang akan kami buat seperti itu, meski ada risiko.

Beberapa waktu terakhir, muncul kasus investasi "bodong". Bagaimana OJK memberikan perlindungan kepada nasabah?

Dari maraknya beberapa kasus yang merugikan masyarakat, ada beberapa hal yang menjadi perhatian. Pertama, kejadian terjadi berulang kali. Dari segi perlindungan konsumen, itu jadi sesuatu yang serius. Untuk itu, perlu upaya-upaya yang konprehensif untuk menanggulangi hal tersebut.

Sebetulnya ada Satgas Waspada Investasi. Di situ berkumpul semua otoritas, ada Bank Indonesia, OJK, hingga Kepolisian. Mereka menjadi satu tim. Tapi, setidaknya, ada upaya untuk mencegah agar kasus seperti itu tidak terulang, sehingga perlu dilakukan komunikasi dengan kepolisian.

Saya dalam waktu dekat ini akan MoU dengan Kepolisian RI. Untuk bekerja sama soal penyidikan, pelatihan, tukar-menukar informasi, dan lainnya. Kemudian, isu lain yang tidak kalah penting adalah edukasi kepada konsumen, agar tidak mudah diiming-imingi tawaran-tawaran dengan imbal hasil tinggi.

Bentuk perlindungan konsumen seperti apa yang sudah dilakukan?
Mengedukasi orang, sehingga tahu hak-haknya. Itu yang akan menjadi fokus utama. Jadi, kalau konsumen merasa tertipu, dia tahu ke mana harus melaporkan. Jadi, OJK adalah tempat curhat.

Beberapa waktu lalu, Anda diperiksa KPK terkait kasus Bank Century. Bisa Anda ceritakan?
Kemarin itu ditanya kenapa dulu Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek diubah. Ya sudah saya jelaskan semua, saya terserah lah bagaimana penyidikannya nanti.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya