Mau Status Legal, Taksi Online RI Perlu Berkaca ke Eropa

Demonstrasi penolakan taksi berbasis online di Jakarta beberapa waktu silam.
Sumber :
  • Reuters/Garry Lotulung

VIVA – Pemerintah diminta segera mengubah status, atau definisi perusahaan taksi online di Indonesia, sebagai layanan perusahaan penyedia layanan transportasi dan bukan penyedia aplikasi.

Perubahan status perusahaan taksi online disebut telah diputuskan di seluruh negara Eropa pada akhir tahun lalu. Sehingga, pemerintah bisa berkaca atas kebijakan dari negara-negara tersebut.

Ketua Dewan Pakar Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Danang Parikesit mengungkapkan, saat ini, status Uber cs di Indonesia, masih sebatas penyedia aplikasi. Sehingga, pengaturan oleh Kementerian Perhubungan sering terkendala, bahkan berbuntut sampai ke pengadilan.
 
"Bulan Desember lalu, Pengadilan di Eropa sudah menyatakan bahwa uber itu adalah layanan transportasi, bukan hanya penyedia platform aplikasi. Jadi, itu sudah cukup jelas bahwa dia sah menjadi ranahnya dinas perhubungan, atau Kemenhub untuk bisa melakukan pengaturan," kata Danang di Jakarta, Rabu 24 Januari 2018.

Dengan begitu, kata dia, perusahaan tersebut tidak bisa lagi 'lari' dari aturan transportasi yang ada di Indonesia. Peraturan tersebut harus mematuhi undang-undang, atau pun peraturan menteri di sektor perhubungan.

"Kalau di Indonesia kan sudah jelas, dalam PM 108 bahwa angkutan roda empat yang ada transaksi finansialnya itu termasuk kategori yang diatur. Itu aja pegangannya. Jadi, kalau kita sepakat mengenai itu. Semua layanan yang ada transaksinya semua harus tunduk pada PM 108," ujarnya.

Ia mengatakan, seluruh negara Eropa, sudah menyatakan kalau perusahaan Uber Cs sudah termasuk kategori layanan transportasi. Indonesia dinilai harus segera mencari bentuk terbaik mengatur perusahaan penyedia taksi online itu.

Hanya saja sambung dia, saat ini, Pemerintah Indonesia masih belum bisa mengatur kendaraan roda dua, lantaran dalam undang-undang, kendaraan roda dua belum termasuk dalam angkutan umum.

"Jadi, kalau kita sepakat mengenai itu. Semua layanan yang ada transaksinya semua harus tunduk pada PM 108. Nah, yang kita tidak bisa kan roda dua yang dalam UU sendiri kan dikatakan tegas, tidak masuk bagian dari angkutan umum," ujarnya.