Taktik Hendarman Supandji

Sumber :

'Tiada hari tanpa pemberantasan korupsi'. Itulah motto yang selalu digembar-gemborkan Hendarman Supandji, Jaksa Agung Republik Indonesia periode 2007 hingga saat ini. Hendarman manjadi jaksa karir kelima yang berhasil menduduki kursi Jaksa Agung setelah (alm) Singgih, Sudjono Ch, (alm) Baharuddin Lopa, dan MA Rachman.

Nama pria kelahiran Klaten 6 Januari 1947 ini mulai mencuat saat menjabat sebagai Jaksa Agung Muda bidang Pidana Khusus (Jampidsus) dan Ketua Tim Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Timtas Tipikor).

Suami Dr Sri Kusumo Amdani DSA MSc ini memulai karirnya di Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat pada 1979-1981. Berturut-turut, Hendarman juga pernah mencicipi masuk ke Pusat Operasi Intelijen Kejaksaan Agung pada 1982-1983. Setelah itu, Hendarman diperbantukan di Badan Koordinasi Instruksi Presiden untuk masalah narkotika dan diperbantukan di Botasupal Bakin pada 1984-1985. Selain itu, jabatan Kepala Seksi Penanggulangan tindak pidana umum intelijen Kejaksaan Agung (1985-1990) dan atase Kejaksaan di KBRI Bangkok (1990-1995) pernah didudukinya.

Setahun menjabat sebagai Jampidsus, Hendarman berhasil menyeret Dirut Bank Mandiri ECW Neloe ke bui dalam kasus korupsi Bank Mandiri. Hendarman juga berhasil menyeret mantan Menteri Agama Said Aqil Husein al-Munawar dalam kasus korupsi penyalahgunaan dana abadi umat (DAU) Departemen Agama.

Hendarman muda ternyata pernah kuliah di Fakultas Teknik Universitas Brawijaya selama dua tahun. Namun, Hendarman lantas memilih di bidang hukum dan meraih gelar sarjananya di Fakultas Hukum Universitas Diponegoro pada 1972.

Saat menduduki kursi Jaksa Agung, Hendarman membuat gebrakan dengan memperkenalkan program 5:3:1. Yakni suatu program percepatan pemberantasan korupsi di kejaksaan, yaitu tiap Kejaksaan Tinggi diwajibkan menangani 5 perkara korupsi dalam satu tahu, 3 perkara bagi Kejaksaan Negeri, dan 1 perkara bagi cabang Kejaksaan Negeri.

Namun, di tangan Hendarman pula nama korps jaksa tercoreng. Ketua Tim penyelesaian kasus BLBI Urip Tri Gunawan ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) karena diduga menerima suap dari orang kepercayaan obligor BLBI Syamsul Nursalim, Artalyta Suryani. Jampidsus Kemas Yahya Rahman, Jamdatun Untung Udji Santoso, dan Direktur Penyidikan pada bidang Pidana Khusus M Salim dicopot dari jabatannya karena diduga terlibat dalam kasus penyuapan itu.

Sekitar 30 tahun merintis karir, pundi kekayaan Hendarman tercatat mencapai Rp 3.476.432.647. Harta Hendarman ini mayoritas berupa rumah. Hendarman memiliki 14 rumah yang tersebar di Jakarta, Yogyakarta, Depok, Bogor, dan Subang.