Baru Pertama Kali Mau KPR? Pekerja, Pegang Teguh Rumus ini!

rumah (ilustrasi/pixabay)
Sumber :
  • U-Report

VIVA – Semua orang pasti menginginkan semua kebutuhannya terpenuhi. Bicara keperluan, ada kebutuhan utama yang sangat penting untuk dipenuhi selain makan dan sandang, yakni kebutuhan akan tempat tinggal alias papan.

Bagi yang berpenghasilan besar, mungkin tidak akan sulit untuk membeli rumah. Tapi tidak demikian dengan pekerja yang penghasilannya terbatas atau pas-pasan. Butuh upaya ekstra untuk menyiasatinya, dan pada akhirnya berhasil walaupun dengan cara KPR (Kredit Kepemilikan Rumah).

Jadi, bagi Anda yang bekerja, berikut rumus yang harus dipegang teguh bila mau mengajukan KPR untuk pertama kali alias rumah baru yang pertama seperti dikutip dari Cermati.com.

1. Rumus 40/100

Rumus ini berarti 40 persen dari penghasilan Anda digunakan untuk membayar kebutuhan sehari-hari, seperti makan, internet, telepon, transportasi dan sebagainya. Persentase ini merupakan maksimum. Artinya pengeluaran per bulan tidak boleh melebihi jumlah ini agar perencanaan keuangan tidak hancur berantakan.

2. Rumus 30/100

Total 30 persen digunakan untuk membayar cicilan rumah setiap bulan. Jumlahnya boleh kurang dari 30 persen, tetapi tidak boleh lebih karena Anda masih memiliki pengeluaran lain yang tidak kalah penting dibandingkan yang lain.

Persentase ini memang cukup besar, tetapi lebih bagus agar cicilan rumah cepat lunas. Alhasil, persentase 30% ini bisa dialokasikan ke kebutuhan lainnya.

3. Rumus 20/100

Menurut pakar keuangan, minimum 15 persen dari penghasilan wajib dialokasikan ke rekening tabungan setiap bulan. Tetapi diperbesar menjadi 20 persen agar tabungan alokasi tabungan semakin besar.

Jika sudah terkumpul, tabungan dapat digunakan untuk membeli kendaraan baru atau membuka usaha, dan lainnya. Ada banyak keuntungan yang akan didapat dari menabung. Jadi, jangan sampai melewatkan momen yang satu ini setiap bulan.

4. Rumus 10/100

Selain tabungan, Anda juga perlu berinvestasi pada sektor tertentu. Investasi ini sebenarnya tidak wajib jika Anda sudah memiliki persentase tabungan yang cukup besar.

Tetapi demi menjaga stabilitas keuangan di masa depan, berinvestasi menjadi sangat penting. Persentase yang diinvestasikan cukup 10 persen dari total penghasilan per bulan. Tidak terlalu memberatkan, bukan?

Contoh kasus:

Andi merupakan seorang karyawan di salah satu perusahaan perbankan di Indonesia. Setiap bulan, penghasilannya mencapai Rp6 juta. Selain bekerja sebagai karyawan, ia juga menjadi seorang freelancer di salah satu website dan dibayar sebesar Rp1 juta per bulan.

Berdasarkan rumus di atas, maka alokasi penghasilan Andi sebagai berikut.
Total penghasilan Andi menjadi: Rp6 juta + Rp1 juta = Rp7 juta/bulan dengan perhitungan alokasi pendapatan sebagai berikut.
1. Rasio 40/100 = 40% x Rp7 juta = Rp2,8 juta
2. Rasio 30/100 = 30% x Rp7 juta = Rp2,1 juta
3. Rasio 20/100 = 20% x Rp7 juta = Rp1,4 juta
4. Rasio 10/100 = 10% x Rp7 juta = Rp700 ribu

Mengapa Rumah Begitu Penting?

Selain memenuhi kebutuhan papan, rumah dapat dijadikan sebagai investasi jangka panjang yang menguntungkan. Harga properti, berupa  rumah, apartemen, ruko dan tanah semakin melonjak di tengah-tengah meningkatnya pembangunan infrastruktur di Indonesia.

Momen ini harus dimanfaatkan untuk berinvestasi sebanyak-banyaknya sebelum harga rumah melonjak drastis dalam beberapa tahun ke depan. Jika cicilan rumah sudah lunas, Anda bisa membeli apartemen atau rumah baru lagi untuk menambah aset.

Rumah atau apartemen ini bisa disewakan kepada  para perantau dengan harga yang terjangkau. Pendapatan sewa dapat ditabung atau digunakan kembali untuk membayar cicilan rumah atau apartemen baru, sehingga cicilan rumah tidak mengganggu keuangan pribadi.

Bagi yang memiliki gaji dibawah Rp5 juta per bulan, Anda bisa mengikuti KPR pemerintah dengan cicilan yang lebih rendah dibandingkan developer. Tidak hanya itu, jangka waktu pembayaran juga lebih lama yakni 15-20 tahun, bahkan ada yang sudah menawarkan hingga 25 tahun.

Cek Arus Pengeluaran secara Rutin

Apabila kondisi keuangan sedang tidak stabil, sebaiknya tunda keinginan membeli rumah baru. Jika menuruti keinginan, yang ada keuangan menjadi semakin terpuruk. Lebih baik cek arus pengeluaran secara rutin untuk mengetahui pos-pos keuangan secara detail.

Kurangi persentase pos-pos pengeluaran jika jumlahnya dirasa berlebihan. Untuk pos pengeluaran seperti tabungan dan investasi sebaiknya jangan diutak-atik, apalagi kalau dialihkan untuk membeli sesuatu yang tidak dibutuhkan.