Beda Pidato SBY dan Jokowi di Sidang Parlemen Australia

Presiden Joko Widodo pidato di Sidang Parlemen Australia 10 Februari 2020
Sumber :
  • Sekretariat Kabinet RI

VIVA – Presiden Joko Widodo untuk kesekian kali berkunjung ke Australia. Namun, pada kunjungan kali ini, Jokowi melakukan beberapa hal yang bersejarah. 

Selain mengabarkan bahwa perjanjian dagang komperhensif Indonesia dan Australia (IA-CEPA) pada akhirnya telah diratifikasi di DPR, Jokowi pun diundang untuk berpidato di Gedung Parlemen Australia hari ini. Pidato ini disaksikan oleh seluruh anggota parlemen Australia, baik oposisi maupun kubu pemerintah, termasuk Perdana Menteri Scott Morrison.

Sebenarnya bukan kali ini saja ada Presiden Republik Indonesia berpidato di parlemen Australia. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono kali pertama melakoninya saat mengunjungi Negeri Kanguru itu pada 10 Maret 2010.

Namun ada beberapa hal menarik yang membedakan acara pidato khusus antara Presiden SBY dan Presiden Jokowi di Parlemen Australia:

Salah satunya, Presiden SBY berpidato dalam bahasa Inggris. Pidato tersebut saat itu langsung mengundang pujian para anggota parlemen dan pejabat Australia yang menyatakan mereka mudah mengerti isinya karena disampaikan SBY dengan bahasa Inggris yang sangat lancar. 

>

Sedangkan Presiden Jokowi menggunakan pendekatan yang berbeda. Dia menggunakan Bahasa Indonesia. Kendati demikian, walau disediakan fasilitas penerjemah, tidak sedikit pula anggota parlemen dan pejabat Australia yang juga mengerti Bahasa Indonesia karena pernah mempelajarinya maupun sering berkunjung ke negeri ini. Kendati berbahasa Indonesia, pidato Jokowi ini juga mendapat sambutan meriah parlemen Australia. 

Perbedaan lain adalah pada tema pidatonya, yang dikaitkan dengan situasi pada saat itu. Pada 10 tahun lalu, pidato Presiden SBY menekankan kerjasama Indonesia dan Australia di bidang penanggulangan penyelundupan manusia dan perang melawan terorisme, termasuk saat itu berhasil mengakhiri sepak terjang gembong teroris Asia Tenggara, Dulmatin, di Pamulang.

Sedangkan pidato Presiden Jokowi hari ini lebih menyoroti kerjasama di bidang ekonomi dan perdagangan, di mana perjanjian dagang kedua negara telah disepakati. Jokowi pun mengajak Australia untuk bersama-sama dengan Indonesia memperjuangkan nilai demokrasi, hak asasi manusia, toleransi, dan kemajemukan sembari menjaga pelestarian alam dan pembangunan berkelanjutan, reboisasi hutan dan daerah hulu sungai, mencegah kebakaran hutan dan lahan, komitmen untuk menurunkan emisi karbon, serta pengembangan energi terbarukan.

Perbedaan lainnya adalah, Presiden SBY berpidato saat parlemen Australia masih didominasi oleh Partai Buruh. Itu sebabnya Australia pada 2010 dipimpin Perdana Menteri Kevin Rudd,  politisi senior partai buruh.

Kali ini, pemerintahan Australia dikendalikan oleh Partai Liberal. Itu sebabnya politisi Partai Liberal Australia yang kini menjadi perdana menteri, Scot Morrison, memberi sambutan mewakili tuan rumah sebelum memberi kesempatan kepada Presiden Jokowi untuk berpidato. 

Kendati ada beberapa hal yang berbeda, namun pidato Jokowi dan SBY memiliki kesamaan. Mereka sama-sama menekankan hubungan Indonesia dan Australia yang telah terjalin secara erat, tidak saja antar-pemerintah, namun juga hubungan kedua bangsa yang semakin bersahabat. 

Indonesia dan Australia saling membantu bila salah satu dari mereka mengalami masalah. Contohnya ketika Indonesia dilanda bencana alam seperti tsunami di Aceh 2004 dan ketika Australia mengalami kebakaran hutan yang dahsyat awal tahun ini, pasti di antaranya saling membantu.