Ekonomi Melambat, Pemerintah Diminta Hati-hati Turunkan Harga Gas

Petugas PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN) mengalirkan gas bumi CNG (Compressed Natural Gas) untuk industri di PRS (Pressure Reducing Station) Tambak Aji Semarang, Jawa Tengah.
Sumber :
  • VIVA/Dhana Kencana

VIVA – Pihak Parlemen mengingatkan pemerintah untuk hati-hati dalam menerapkan penurunan harga gas menjadi US$6 per MMBTU. Hal ini mengingat kondisi perekonomian sedang mengalami perlambatan.

Komisi VII DPR Sugeng Suparwoto mengatakan, pelaksanaan kebijakan penurunan harga gas harus mempertimbangkan beberapa aspek. Misalnya, pendapatan produsen minyak dan gas bumi (migas) untuk mendukung investasi kegiatan pencarian migas. Sebab, lanjut dia, saat ini harga minyak sedang mengalami penurunan.

Dalam rencana pemerintah sebelumnya, untuk menurunkan harga gas industri menjadi US$6 per MMBTU, pemerintah akan menurunkan harga gas di hulu berkisar US$4-4,5 per MMBTU. Selain itu, biaya transportasi dan distribusi diturunkan antara US$1-1,5 per MMBTU.

"Saat ini harga minyak dunia rendah. Jangan sampai kebijakan ini membuat investor hulu migas tidak berniat untuk mengembangkan lapangannya. Ke depan kita akan rugi banyak," kata Sugeng, dikutip dari keterangannya, Jumat 3 April 2020.

Dia melanjutkan, pemerintah perlu mengevaluasi kebijakan negara secara menyeluruh. Biaya-biaya yang harus ditanggung pelaku usaha migas masuk sebagai pendapatan negara harus dievaluasi lagi, misalnya sewa barang milik negara, pajak dan lain-lain.

Selain itu, harus ada evaluasi pemberian subsidi ke hilir, agar membuat industri berkembang dan pada akhirnya memberikan efek pada perkembangan ekonomi dalam negeri. Hal ini bisa menggantikan penurunan penerimaan negara dari pengurangan bagian negara.

"Jangan ambil kebijakan sepihak dan terkesan memudahkan masalah," tuturnya.