Tanpa Insentif, Investment Grade Tak Berarti

Gedung Perkantoran
Sumber :
  • VIVAnews/Adri Irianto

VIVAnews - Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) menilai status investment grade tidak akan berarti terhadap perekonomian Indonesia, apabila iklim investasi tidak kondusif. Iklim investasi yang kondusif terwujud jika pemerintah memperbaiki prasyarat dasar dan penawaran sistem insentif.

Peneliti Pusat Penelitian Ekonomi LIPI, Wijaya Adi, mengatakan, kondisi ekonomi Indonesia sejauh ini tergolong baik dengan ditandai rendahnya inflasi, cadangan devisa yang tinggi, dan stabilnya nilai tukar. Hal ini menjadi sentimen positif bagi iklim investasi. "Namun, juga masih ada kekurangan," kata dia saat jumpa pers 'Outlook Perekonomian Indonesia Tahun 2012' di kantornya, Jakarta, Kamis 22 Desember 2011.

Menurut dia, yang menjadi masalah adalah birokrasi yang tumpang tindih, kepastian hukum, infrastruktur, dan kualitas sumber daya manusia. Kepastian hukum, dia mengatakan, menjadi salah satu titik terlemah dalam upaya mendorong investasi.

Penyebabnya antara lain adanya peraturan yang tidak harmonis, sistem hukum yang sangat kompleks dan berbelit-belit, kurang tegasnya peraturan hukum, peraturan yang tidak ramah bisnis, serta lemahnya komitmen aparat dalam mengimplementasikan peraturan.

Sementara itu, faktor birokrasi adalah lemahnya sistem dan penegakan hukum di Tanah Air justru menjadi faktor penghambat peningkatan efisiensi dan daya saing. Meski Indonesia telah mendapat status investment grade, dalam kemudahan bisnis, Indonesia masih di bawah negara-negara pesaing. "Indonesia kalah dengan Vietnam. Padahal, 10 tahun lalu Vietnam di bawah Indonesia," katanya.

Berdasarkan kajian LIPI, investasi pada 2012 akan lebih rendah daripada perkiraan pemerintah. LIPI memprediksi investasi yang masuk hanya Rp1.986-2.049 triliun. Sementara itu, pemerintah optimistis bisa Rp2.835 triliun.

Namun, prediksi LIPI pada investasi asing justru lebih tinggi daripada pemerintah, di mana versi LIPI Rp210,69 triliun, sedangkan pemerintah Rp206,8 triliun. (art)